AMNESIA
.
.
Author:
Aisyah
a.k.a Cloudisah
.
Inspired By:
5 Seconds
Of Summer – Amnesia
.
Cast:
Super
Junior’s Yesung a.k.a Kim Jongwoon
OC’s Jirin
.
.
---###---
Jongwoon tak pernah menyangka takdir akan berbalik dan
memperoloknya seperti ini. Ia dan Jirin baik-baik saja. Yeah baik-baik saja
sebelum Jirin memutuskan untuk pergi dari rumah mereka. Rumah tempat mereka
bernaung setelah hampir tiga tahun pernikahan mereka.
Jalanan cukup lengang siang ini saat Jongwoon membawa
mobilnya di sekitar taman di mana mereka dulu sering menghabiskan waktu
bersama. Memang ini musim gugur dan udara terlalu dingin di luar, dan mungkin
itu salah satu alasan mengapa tempat itu cukup lengang.
Usai memarkirkan mobilnya, Jongwoon berjalan perlahan
menyusuri jalan kecil di samping taman yang dipenuhi dedaunan kering yang gugur
dari dahannya. Dedaunan kering dan coklat yang menggambarkan bagaimana kondisi
Jongwoon saat ini.
Rapuh.
Jongwoon lantas duduk di sebuah bangku panjang di pinggir
taman di bawah pohon maple. Udara semakin dingin membuatnya mengeratkan mantel
yang ia pakai. Memang saat ini belumlah memasuki musim dingin, namun entah
mengapa musim gugur tahun ini bagi Jongwoon lebih dingin dibandingkan musim
gugur tahun-tahun sebelumnya.
“Oppa, coba
lihat kucing kecil ini. Lucu sekali kan? Kasihan sekali dia sendirian di tempat
ini. Apa aku boleh membawanya pulang?” Jirin menunjukkan puppy eyes-nya pada
Jongwoon berharap pria itu luluh dengan tatapannya.
Jongwoon
tersenyum kecil seraya mengelus kucing orange yang berada di pangkuan Jirin.
Istrinya itu memang sangat menyukai kucing namun elergi dengan bulunya. “Hey,
kau kan alergi. Lagipula, kau tidak lihat kalung di lehernya itu? Sepertinya
ini kucing peliharaan yang hilang, dan kurasa pemiliknya saat ini pasti sedang
mencarinya.”
Jirin
menggembungkan kedua pipinya, “Tapi Oppa-”
“Heebum!
Akhirnya aku menemukanmu...!” seorang pria yang sepertinya masih SMA-terlihat
dari seragamnya- berlari menghampiri Jirin dan segera memeluk kucing orange di
pangkuan gadis itu.
“Kucingmu?”
tanya Jongwoon.
“Iya. Ia
menghilang tadi malam, tapi akhirnya aku menemukannya. Terima kasih ya Ahjussi
dan Ahjumma sudah menemukannya. Aku pamit dulu...” pria pemilik kucing itu
segera berbalik dengan menggendong kucingnya.
“Tunggu
dulu,” seru Jirin membuat pria tadi menghentikan langkahnya dan kembali
berbalik menatap mereka berdua. “Siapa namamu?”
“Aku?
Namaku Heechul, dan kucingku ini namanya Heebum. Kenapa Ahjumma?”
“Oh, pantas
saja dikalung kucing itu ada bandul dengan huruf H. Baiklah, hati-hati di jalan
ya.. jaga kucingmu baik-baik,” Jirin melambaikan tangannya dengan riang pada
anak SMA bernama Heechul itu. Heechul lantas berbalik setelah sebelumnya
membungkuk memberi salam pada Jirin dan Jongwoon.
“Tssk, anak
SMA tak tahu diri. Memangnya wajahku terlalu tua sampai-sampai ia memanggilku
dengan sebutan ahjussi,” Jongwoon memanyunkan bibirnya dan kemudian bersandar
di bahu Jirin dengan manja.
“Haha...
Oppa kan memang sudah tua. Yah setidaknya lebih tua dari anak itu. Aku saja
yang dipanggil ahjumma tak mempermasalahkannya,” ucap Jirin lembut seraya
mengusap pelan rambut Jongwoon.
“Tapi kan
dia bisa memanggil kita hyung dan noona...” rengek Jongwoon.
“Ckk, Oppa
ini manja sekali,” Jirin terkekeh karena suaminya itu memang terkadang seperti
anak kecil jika sedang bersamanya.
“Kkoming! Hey, jangan lari... Kkoming berhenti!” seru anak
kecil yang sedang berlari mengejar anjingnya.
Jongwoon mengerjapkan matanya mendengar suara anak kecil itu,
dan pandangannya ia edarkan ke segala arah karena tak lagi menemukan eksistensi
Jirin di dekatnya. Lantas pria itu menghembuskan nafas dalam dan berdiri
meninggalkan kursi taman itu. Tempat dimana ia dan Jirin sering menghabiskan
waktu bersama.
.
Sometimes I start to wonder,
Was it just a lie?
If what we had was real,
How could you be fine?
‘Cause I’m not fine at all
---###---
Tak biasanya Jongwoon bangun sepagi ini. Biasanya ia akan
bangun disaat matahari mulai menampakkan dirinya. Namun ini masih fajar saat
netranya sudah terbuka dan maniknya pertama kali menangkap bayangan Jirin yang
masih tertidur di sampingnya.
“Jirin,
bangun...”
“Eung,”
Jirin menggumam pelan dengan kelopaknya yang tak menampakkan tanda-tanda akan terbuka.
“Sayang,
bangun... Hey, tak biasanya kau bangun lebih lambat dari suamimu ini,” Jongwoon
menyenggol pelan lengan Jirin. Jirin tidur menyamping dengan tubuhnya yang
menghadap Jongwoon.
Perlahan
kedua kelopak Jirin terbuka meskipun terlihat jelas gadis itu enggan membuka
matanya. “Oppa... Ini kan masih pagi, hoaahm,” Jirin bangkit dan duduk dengan
rambutnya yang acak-acakan.
“Kau lupa
kalau hari ini kita akan pergi ke Busan menjenguk orangtuamu hmm?” Jongwoon
dengan lembut merapikan rambut Jirin yang berantakan seperti rambut singa.
Kedua mata
Jirin seketika melebar. “Ah, iya Oppa aku lupa... Ayo kita cepat bersihkan diri
supaya tidak terlalu siang sampai di Busan...” Jirin berniat turun dari ranjang
sebelum akhirnya tangan Jongwoon menghentikannya dan membuatnya menatap heran
pada suaminya. “Kenapa Oppa?”
“Morning
kiss....” Jongwoon menunjukkan cengiran khasnya dan wajah innocent face yang
selalu membuat Jirin gemas.
“Aigoo,
Oppaku manja sekali,” Jirin mengelus puncak kepala Jongwoon seraya memberikan
kecupan singkat pada bibir Jongwoon.
“Hmm..
Kenapa sebentar sekali? Lagi...” rengek
Jongwoon kemudian yang membuat Jirin memutar bola matanya malas.
“Sudah
Oppa, nant- hmmmp,” tanpa aba-aba Jongwoon langsung menyambar bibir merah muda
Jirin. Pria itu memberikan kecupan bertubi-tubi di bibir istrinya membuat
istrinya itu berontak.
Namun
tenaga Jirin tak cukup kuat untuk melawan lengan kekar Jongwoon yang menahan
tubuhnya, hingga akhirnya Jirin hanya bisa pasrah pagi ini Jongwoon memciumi
bibirnya habis-habisan.
Kriiiing.... kriiiing...
Alarm jam weker di atas nakas berdering nyaring membuat
Jongwoon berusaha mati-matian menahan rasa terkejutnya. Netranya lantas mencari
ke seluruh ruangan kamar sosok yang sejak tadi memenuhi pikirannya. Oh ayolah,
Jongwoon ingin menangis lagi rasanya sekarang. Jirin tak ada, Jirin tak lagi
tidur bersamanya. Jirin tak lagi memenuhi paginya seperti tiga tahun
belakangan.
Jongwoon bangkit dari atas ranjang dan segera melesat menuju
kamar mandi. Wajah pria itu sudah sangat kacau, bahkan melebihi tali
layang-layang yang kusut.
.
I wish that I could wake up
with amnesia
And forget about stupid
little things
Like the way it felt to fall
asleep next to you
And the memories I never
escape
---###---
Cafe itu cukup lengang sehingga Jongwoon tak perlu berdesakan
di dalamnya demi mengantri secangkir espresso.
Pria itu kemudian memilih bangku di ujung cafe di dekat jendela kaca yang
membuatnya dengan mudah melihat jalanan di luar cafe.
Jongwoon mengeluarkan cincin pernikahannya yang sudah tiga
bulan terakhir ini tak lagi ia kenakan dari dalam saku celana sejak Jirin
meninggalkannya tiga setengah bulan yang lalu. Sampai detik ini-pun Jongwoon
masih belum bisa memahami alasan Jirin yang pergi begitu saja dari rumah
mereka.
Saat itu Jirin bilang ia sudah muak dengan Jongwoon yang
selalu sibuk bekerja sehingga mereka tak memiliki waktu yang banyak untuk
bersama. Jirin juga bilang kalau ia merasa sudah tak ada lagi kecocokan antara
dirinya dan Jongwoon.
Jongwoon sungguh tak mengerti. Ia memang sibuk bekerja dari
Senin hingga Jum’at. Namun ia selalu memiliki waktu bersama Jirin di setiap
akhir pekan. Tak jarang Jongwoon mengajak Jirin untuk pergi berlibur keluar
kota saat akhir pekan tiba. Jongwoon tak mengerti, sungguh.
Jongwoon juga tak habis pikir saat Jirin mengatakan kalau
mereka sudah tak ada lagi kecocokan. Demi apapun rasanya terlalu aneh dan
terlalu janggal bagi otak Jongwoon. Memangnya apa yang membuat mereka tak lagi
cocok? Apa selama ini Jongwoon membuat Jirin tak nyaman?
Jongwoon lagi-lagi menghela nafas dalam, setelah pelayan cafe
membawakan secangkir espresso pesanan
Jongwoon. Hingga setelah pelayan cafe
tersebut berlalu dari hadapannya, Jongwoon kembali memasukkan cincin yang ia
pegang ke dalam saku celananya.
“Hyung, sudah lama
menungguku?” pria dengan kacamata berbingkai hitam menarik kursi di samping
Jongwoon.
Jongwoon memaksakan sebuah senyum menyambut pria yang lebih
muda tiga tahun darinya itu. Pria itu adalah teman semasa kuliah Jirin sekaligus
tetangga Jirin saat Jirin masih tinggal bersama orangtuanya di Busan.
“Tidak, baru saja. Kau mau pesan apa?”
“Tidak usah Hyung,
aku tak bisa lama-lama. Ada urusan yang harus aku selesaikan di Apgujeong...”
“Maaf, kalau sudah merepotkanmu datang kemari,” Jongwoon
menatap tak enak pada pria itu.
“Haish, apa yang kau katakan Hyung, kau itu sudah aku anggap kakak kandungku. Jadi, katakan saja
ada apa?”
“Begini, Ryewook-ah...
Mengenai istriku Jirin, maksudku, mantan istriku... Apa kau tahu bagaimana keadaannya
sekarang?”
Pria bernama Ryewook itu menatap sedikit iba pada Jongwoon.
“Kau sama sekali tidak tahu bagaimana kabarnya Hyung?”
Jongwoon menggeleng pelan sebagai jawaban atas pertanyaan
Ryewook barusan. “Ia mengganti nomor ponselnya setelah menandatangani surat
perceraian, dan orangtuanya di Busan-pun tak mau memberitahukan mengenai
keberadaan Jirin saat ini. Aku frustasi karena tak bisa menemukannya, karena
ada banyak hal yang ingin aku tanyakan padanya.”
Ryewook menghela nafas singkat, lantas menatap Jongwoon yang
sepertinya sudah tak memiliki tenaga untuk hidup. “Hyung, kau jangan terkejut ya setelah mendengar apa yang kukatakan.
Jirin... sebenarnya ia sudah memulai hidup baru di Mokpo. Di sana, ia menikah
dengan pria pemilik toko souvenir. Ia baik-baik saja. Bahkan seminggu yang lalu
saat aku berkunjung ke sana, ia tampaknya bahagia sekali bersama suaminya.”
Air muka Jongwoon berubah terkejut, bahkan pria itu tanpa
sadar mengepalkan kedua tangannya. “Di, dia... Dia sudah menikah? Di Mokpo? Dengan
pria Mokpo? Katakan Wookie, kau bohong kan?”
“Aku tak bohong Hyung.
Aku bahkan datang ke pesta pernikahan mereka dua bulan yang lalu. Ia... sudah
bahagia bersama suaminya di sana,” ucap Ryewook pelan karena tak enak hati
dengan Jongwoon. Ryewook tahu, Jongwoon pasti sangat terpukul karena ia tahu
Jongwoon sangat mencintai Jirin.
“Hyung, gwanchana?”
Jongwoon kembali menggeleng. “Tidak. Aku tidak baik-baik saja
Ryewook-ah... Rasanya aku ingin mati
saja. Atau kalau aku hidup, lebih baik aku hilang ingatan agar aku bisa
melupakan semuanya. Lebih baik aku amnesia sehingga tak mengingat satupun
mengenai Jirin.”
“Hyung...” panggil
Ryewook pelan.
“Ryewook-ah, terima
kasih atas infomu. Maaf sudah merepotkanmu datang kemari, aku pergi dulu. Oh
ya, ini espresso yang tadi kupesan
belum kuminum kau habiskan saja. Aku pergi dulu,” Jongwoon segera bangkit dan
berjalan dengan terburu-buru keluar cafe.
Jongwoon berlari sekuat yang ia bisa. Pria itu tak bisa lagi
menahan air mata yang sudah lama ia tahan, hingga air mata pria itupun tumpah
seraya tungkainya terus berlari menuju Sungai Han. Karena di sana, Jongwoon
bisa berteriak sekuat yang ia bisa demi meluapkan segela sesak di hatinya.
.
It hurts to know you’re
happy
It hurts that you’ve moved
on
It’s hard to hear your name
when I haven’t seen you in so long
It’s like we never happened,
was it just a lie?
If what we had was real, how
could you be fine?
‘Cause I’m not fine at all
---###---
Sungai Han yang cukup sepi disenja hari, ditemani kicauan
burung-burung yang berterbangan di sekitar sungai serta gemerlap lampu kota
Seoul membuatnya terlihat begitu cantik. Di tepi sungai, Jongwoon duduk seraya
melempari bebatuan kecil di sekitarnya ke dalam sungai.
Pria itu sudah duduk di sana sejak tadi siang ia bertemu Ryewook
di cafe. Jongwoon sudah kehilangan suaranya karena sejak tadi ia terus
berteriak menyerukan nama Jirin berharap wanita itu mendengar suaranya.
Jongwoon terus berteriak seperti orang kesetanan di pinggir sungai, tak
memperdulikan beberapa pasang mata yang menatapnya dengan heran, karena toh
orang-orang itu tak tahu apa yang terjadi pada hidup Jongwoon.
Jingga sudah bersilih dengan hitam kala malam sudah menyapa
langit Seoul. Jongwoon tak juga bergerak sedikitpun dari duduknya sembari
netranya menatap Sungai Han dengan pandangan kosong. Lantas setelah cukup lama
pria itu diam dalam geming, Jongwoon mengeluarkan cincin pernikahannya dan
menatap benda berbentuk lingkaran itu lamat-lamat.
“Jika memang ini yang terbaik, hiduplah dengan baik di sana.
Aku juga akan hidup dengan baik di sini... Mulai detik ini, aku menganggap
diriku amnesia. Aku tak lagi mengingat tentang kau, tentang pertemuan kita,
tentang kebersamaan kita, tentang pernikahan kita, tentang kehidupan rumah
tangga kita, dan apapun tentangmu. Anggap saja aku tak pernah mengenal wanita
secantikmu, Jirin,” Jongwoon bermonolog seraya menatap lekat pada cincin yang
terbuat dari emas putih dengan ukiran J&J di tengahnya.
Jongwoon mengecup sekilas cincin pernikahannya tersebut,
kemudian ia bangkit berdiri seraya melempar cincin itu ke dalam sungai sekuat
tenaga.
“Jirin! Mulai detik ini aku melupakanmu!!!! Jirin.....!”
Jongwoon kembali berteriak meskipun tenggorokannya sudah sakit, seraya kembali
menahan air matanya.
.
‘Cause I’m not fine at all
No, I’m really not fine at
all
Tell me this is just a dream
‘Cause I’m not fine at all
.
.
FIN
---###---
Yesung Oppa.... Mianhe, aku bikin Oppa jadi orang menderita begitu,
wkwkwkwkk...
Ini karena Oppa yang makin tua makin imut, aku jadi kebayang mulu muka
Oppa..
Any way, Oppa.. Clouds still waiting for you... Oppa, masih beberapa
bulan lagi sebelum Oppa selesai Wajib Militer dan balik lagi nyanyi bareng
Super Junior...
Oppa fighting....
Buat readers-ddeul, gomawo udah baca ^^
Pai-pai JJ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar