Be Happy^^

No More Pain, No More Cry (: (:

Sabtu, 29 November 2014

(Fanfiction) Amnesia



AMNESIA

.
.

Author:
Aisyah a.k.a Cloudisah

.

Inspired By:
5 Seconds Of Summer – Amnesia

.

Cast:
Super Junior’s Yesung a.k.a Kim Jongwoon
OC’s Jirin

.
.

---###---

Jongwoon tak pernah menyangka takdir akan berbalik dan memperoloknya seperti ini. Ia dan Jirin baik-baik saja. Yeah baik-baik saja sebelum Jirin memutuskan untuk pergi dari rumah mereka. Rumah tempat mereka bernaung setelah hampir tiga tahun pernikahan mereka.

Jalanan cukup lengang siang ini saat Jongwoon membawa mobilnya di sekitar taman di mana mereka dulu sering menghabiskan waktu bersama. Memang ini musim gugur dan udara terlalu dingin di luar, dan mungkin itu salah satu alasan mengapa tempat itu cukup lengang.

Usai memarkirkan mobilnya, Jongwoon berjalan perlahan menyusuri jalan kecil di samping taman yang dipenuhi dedaunan kering yang gugur dari dahannya. Dedaunan kering dan coklat yang menggambarkan bagaimana kondisi Jongwoon saat ini.

Rapuh.

Jongwoon lantas duduk di sebuah bangku panjang di pinggir taman di bawah pohon maple. Udara semakin dingin membuatnya mengeratkan mantel yang ia pakai. Memang saat ini belumlah memasuki musim dingin, namun entah mengapa musim gugur tahun ini bagi Jongwoon lebih dingin dibandingkan musim gugur tahun-tahun sebelumnya.

“Oppa, coba lihat kucing kecil ini. Lucu sekali kan? Kasihan sekali dia sendirian di tempat ini. Apa aku boleh membawanya pulang?” Jirin menunjukkan puppy eyes-nya pada Jongwoon berharap pria itu luluh dengan tatapannya.

Jongwoon tersenyum kecil seraya mengelus kucing orange yang berada di pangkuan Jirin. Istrinya itu memang sangat menyukai kucing namun elergi dengan bulunya. “Hey, kau kan alergi. Lagipula, kau tidak lihat kalung di lehernya itu? Sepertinya ini kucing peliharaan yang hilang, dan kurasa pemiliknya saat ini pasti sedang mencarinya.”

Jirin menggembungkan kedua pipinya, “Tapi Oppa-”

“Heebum! Akhirnya aku menemukanmu...!” seorang pria yang sepertinya masih SMA-terlihat dari seragamnya- berlari menghampiri Jirin dan segera memeluk kucing orange di pangkuan gadis itu.

“Kucingmu?” tanya Jongwoon.

“Iya. Ia menghilang tadi malam, tapi akhirnya aku menemukannya. Terima kasih ya Ahjussi dan Ahjumma sudah menemukannya. Aku pamit dulu...” pria pemilik kucing itu segera berbalik dengan menggendong kucingnya.

“Tunggu dulu,” seru Jirin membuat pria tadi menghentikan langkahnya dan kembali berbalik menatap mereka berdua. “Siapa namamu?”

“Aku? Namaku Heechul, dan kucingku ini namanya Heebum. Kenapa Ahjumma?”

“Oh, pantas saja dikalung kucing itu ada bandul dengan huruf H. Baiklah, hati-hati di jalan ya.. jaga kucingmu baik-baik,” Jirin melambaikan tangannya dengan riang pada anak SMA bernama Heechul itu. Heechul lantas berbalik setelah sebelumnya membungkuk memberi salam pada Jirin dan Jongwoon.

“Tssk, anak SMA tak tahu diri. Memangnya wajahku terlalu tua sampai-sampai ia memanggilku dengan sebutan ahjussi,” Jongwoon memanyunkan bibirnya dan kemudian bersandar di bahu Jirin dengan manja.

“Haha... Oppa kan memang sudah tua. Yah setidaknya lebih tua dari anak itu. Aku saja yang dipanggil ahjumma tak mempermasalahkannya,” ucap Jirin lembut seraya mengusap pelan rambut Jongwoon.

“Tapi kan dia bisa memanggil kita hyung dan noona...” rengek Jongwoon.

“Ckk, Oppa ini manja sekali,” Jirin terkekeh karena suaminya itu memang terkadang seperti anak kecil jika sedang bersamanya.

“Kkoming! Hey, jangan lari... Kkoming berhenti!” seru anak kecil yang sedang berlari mengejar anjingnya.

Jongwoon mengerjapkan matanya mendengar suara anak kecil itu, dan pandangannya ia edarkan ke segala arah karena tak lagi menemukan eksistensi Jirin di dekatnya. Lantas pria itu menghembuskan nafas dalam dan berdiri meninggalkan kursi taman itu. Tempat dimana ia dan Jirin sering menghabiskan waktu bersama.

.
Sometimes I start to wonder,
Was it just a lie?
If what we had was real,
How could you be fine?
‘Cause I’m not fine at all

---###---

Tak biasanya Jongwoon bangun sepagi ini. Biasanya ia akan bangun disaat matahari mulai menampakkan dirinya. Namun ini masih fajar saat netranya sudah terbuka dan maniknya pertama kali menangkap bayangan Jirin yang masih tertidur di sampingnya.

“Jirin, bangun...”

“Eung,” Jirin menggumam pelan dengan kelopaknya yang tak menampakkan tanda-tanda akan terbuka.

“Sayang, bangun... Hey, tak biasanya kau bangun lebih lambat dari suamimu ini,” Jongwoon menyenggol pelan lengan Jirin. Jirin tidur menyamping dengan tubuhnya yang menghadap Jongwoon.

Perlahan kedua kelopak Jirin terbuka meskipun terlihat jelas gadis itu enggan membuka matanya. “Oppa... Ini kan masih pagi, hoaahm,” Jirin bangkit dan duduk dengan rambutnya yang acak-acakan.

“Kau lupa kalau hari ini kita akan pergi ke Busan menjenguk orangtuamu hmm?” Jongwoon dengan lembut merapikan rambut Jirin yang berantakan seperti rambut singa.

Kedua mata Jirin seketika melebar. “Ah, iya Oppa aku lupa... Ayo kita cepat bersihkan diri supaya tidak terlalu siang sampai di Busan...” Jirin berniat turun dari ranjang sebelum akhirnya tangan Jongwoon menghentikannya dan membuatnya menatap heran pada suaminya. “Kenapa Oppa?”

“Morning kiss....” Jongwoon menunjukkan cengiran khasnya dan wajah innocent face yang selalu membuat Jirin gemas.

“Aigoo, Oppaku manja sekali,” Jirin mengelus puncak kepala Jongwoon seraya memberikan kecupan singkat pada bibir Jongwoon.

“Hmm.. Kenapa sebentar  sekali? Lagi...” rengek Jongwoon kemudian yang membuat Jirin memutar bola matanya malas.

“Sudah Oppa, nant- hmmmp,” tanpa aba-aba Jongwoon langsung menyambar bibir merah muda Jirin. Pria itu memberikan kecupan bertubi-tubi di bibir istrinya membuat istrinya itu berontak.

Namun tenaga Jirin tak cukup kuat untuk melawan lengan kekar Jongwoon yang menahan tubuhnya, hingga akhirnya Jirin hanya bisa pasrah pagi ini Jongwoon memciumi bibirnya habis-habisan.

Kriiiing.... kriiiing...

Alarm jam weker di atas nakas berdering nyaring membuat Jongwoon berusaha mati-matian menahan rasa terkejutnya. Netranya lantas mencari ke seluruh ruangan kamar sosok yang sejak tadi memenuhi pikirannya. Oh ayolah, Jongwoon ingin menangis lagi rasanya sekarang. Jirin tak ada, Jirin tak lagi tidur bersamanya. Jirin tak lagi memenuhi paginya seperti tiga tahun belakangan.

Jongwoon bangkit dari atas ranjang dan segera melesat menuju kamar mandi. Wajah pria itu sudah sangat kacau, bahkan melebihi tali layang-layang yang kusut.

.
I wish that I could wake up with amnesia
And forget about stupid little things
Like the way it felt to fall asleep next to you
And the memories I never escape

---###---

Cafe itu cukup lengang sehingga Jongwoon tak perlu berdesakan di dalamnya demi mengantri secangkir espresso. Pria itu kemudian memilih bangku di ujung cafe di dekat jendela kaca yang membuatnya dengan mudah melihat jalanan di luar cafe.

Jongwoon mengeluarkan cincin pernikahannya yang sudah tiga bulan terakhir ini tak lagi ia kenakan dari dalam saku celana sejak Jirin meninggalkannya tiga setengah bulan yang lalu. Sampai detik ini-pun Jongwoon masih belum bisa memahami alasan Jirin yang pergi begitu saja dari rumah mereka.

Saat itu Jirin bilang ia sudah muak dengan Jongwoon yang selalu sibuk bekerja sehingga mereka tak memiliki waktu yang banyak untuk bersama. Jirin juga bilang kalau ia merasa sudah tak ada lagi kecocokan antara dirinya dan Jongwoon.

Jongwoon sungguh tak mengerti. Ia memang sibuk bekerja dari Senin hingga Jum’at. Namun ia selalu memiliki waktu bersama Jirin di setiap akhir pekan. Tak jarang Jongwoon mengajak Jirin untuk pergi berlibur keluar kota saat akhir pekan tiba. Jongwoon tak mengerti, sungguh.

Jongwoon juga tak habis pikir saat Jirin mengatakan kalau mereka sudah tak ada lagi kecocokan. Demi apapun rasanya terlalu aneh dan terlalu janggal bagi otak Jongwoon. Memangnya apa yang membuat mereka tak lagi cocok? Apa selama ini Jongwoon membuat Jirin tak nyaman?

Jongwoon lagi-lagi menghela nafas dalam, setelah pelayan cafe membawakan secangkir espresso pesanan Jongwoon. Hingga  setelah pelayan cafe tersebut berlalu dari hadapannya, Jongwoon kembali memasukkan cincin yang ia pegang ke dalam saku celananya.

Hyung, sudah lama menungguku?” pria dengan kacamata berbingkai hitam menarik kursi di samping Jongwoon.

Jongwoon memaksakan sebuah senyum menyambut pria yang lebih muda tiga tahun darinya itu. Pria itu adalah teman semasa kuliah Jirin sekaligus tetangga Jirin saat Jirin masih tinggal bersama orangtuanya di Busan.

“Tidak, baru saja. Kau mau pesan apa?”

“Tidak usah Hyung, aku tak bisa lama-lama. Ada urusan yang harus aku selesaikan di Apgujeong...”

“Maaf, kalau sudah merepotkanmu datang kemari,” Jongwoon menatap tak enak pada pria itu.

“Haish, apa yang kau katakan Hyung, kau itu sudah aku anggap kakak kandungku. Jadi, katakan saja ada apa?”

“Begini, Ryewook-ah... Mengenai istriku Jirin, maksudku, mantan istriku... Apa kau tahu bagaimana keadaannya sekarang?”

Pria bernama Ryewook itu menatap sedikit iba pada Jongwoon. “Kau sama sekali tidak tahu bagaimana kabarnya Hyung?”

Jongwoon menggeleng pelan sebagai jawaban atas pertanyaan Ryewook barusan. “Ia mengganti nomor ponselnya setelah menandatangani surat perceraian, dan orangtuanya di Busan-pun tak mau memberitahukan mengenai keberadaan Jirin saat ini. Aku frustasi karena tak bisa menemukannya, karena ada banyak hal yang ingin aku tanyakan padanya.”

Ryewook menghela nafas singkat, lantas menatap Jongwoon yang sepertinya sudah tak memiliki tenaga untuk hidup. “Hyung, kau jangan terkejut ya setelah mendengar apa yang kukatakan. Jirin... sebenarnya ia sudah memulai hidup baru di Mokpo. Di sana, ia menikah dengan pria pemilik toko souvenir. Ia baik-baik saja. Bahkan seminggu yang lalu saat aku berkunjung ke sana, ia tampaknya bahagia sekali bersama suaminya.”

Air muka Jongwoon berubah terkejut, bahkan pria itu tanpa sadar mengepalkan kedua tangannya. “Di, dia... Dia sudah menikah? Di Mokpo? Dengan pria Mokpo? Katakan Wookie, kau bohong kan?”

“Aku tak bohong Hyung. Aku bahkan datang ke pesta pernikahan mereka dua bulan yang lalu. Ia... sudah bahagia bersama suaminya di sana,” ucap Ryewook pelan karena tak enak hati dengan Jongwoon. Ryewook tahu, Jongwoon pasti sangat terpukul karena ia tahu Jongwoon sangat mencintai Jirin.

Hyung, gwanchana?”

Jongwoon kembali menggeleng. “Tidak. Aku tidak baik-baik saja Ryewook-ah... Rasanya aku ingin mati saja. Atau kalau aku hidup, lebih baik aku hilang ingatan agar aku bisa melupakan semuanya. Lebih baik aku amnesia sehingga tak mengingat satupun mengenai Jirin.”

Hyung...” panggil Ryewook pelan.

“Ryewook-ah, terima kasih atas infomu. Maaf sudah merepotkanmu datang kemari, aku pergi dulu. Oh ya, ini espresso yang tadi kupesan belum kuminum kau habiskan saja. Aku pergi dulu,” Jongwoon segera bangkit dan berjalan dengan terburu-buru keluar cafe.

Jongwoon berlari sekuat yang ia bisa. Pria itu tak bisa lagi menahan air mata yang sudah lama ia tahan, hingga air mata pria itupun tumpah seraya tungkainya terus berlari menuju Sungai Han. Karena di sana, Jongwoon bisa berteriak sekuat yang ia bisa demi meluapkan segela sesak di hatinya.

.
It hurts to know you’re happy
It hurts that you’ve moved on
It’s hard to hear your name when I haven’t seen you in so long
It’s like we never happened, was it just a lie?
If what we had was real, how could you be fine?
‘Cause I’m not fine at all

---###---

Sungai Han yang cukup sepi disenja hari, ditemani kicauan burung-burung yang berterbangan di sekitar sungai serta gemerlap lampu kota Seoul membuatnya terlihat begitu cantik. Di tepi sungai, Jongwoon duduk seraya melempari bebatuan kecil di sekitarnya ke dalam sungai.

Pria itu sudah duduk di sana sejak tadi siang ia bertemu Ryewook di cafe. Jongwoon sudah kehilangan suaranya karena sejak tadi ia terus berteriak menyerukan nama Jirin berharap wanita itu mendengar suaranya. Jongwoon terus berteriak seperti orang kesetanan di pinggir sungai, tak memperdulikan beberapa pasang mata yang menatapnya dengan heran, karena toh orang-orang itu tak tahu apa yang terjadi pada hidup Jongwoon.

Jingga sudah bersilih dengan hitam kala malam sudah menyapa langit Seoul. Jongwoon tak juga bergerak sedikitpun dari duduknya sembari netranya menatap Sungai Han dengan pandangan kosong. Lantas setelah cukup lama pria itu diam dalam geming, Jongwoon mengeluarkan cincin pernikahannya dan menatap benda berbentuk lingkaran itu lamat-lamat.

“Jika memang ini yang terbaik, hiduplah dengan baik di sana. Aku juga akan hidup dengan baik di sini... Mulai detik ini, aku menganggap diriku amnesia. Aku tak lagi mengingat tentang kau, tentang pertemuan kita, tentang kebersamaan kita, tentang pernikahan kita, tentang kehidupan rumah tangga kita, dan apapun tentangmu. Anggap saja aku tak pernah mengenal wanita secantikmu, Jirin,” Jongwoon bermonolog seraya menatap lekat pada cincin yang terbuat dari emas putih dengan ukiran J&J di tengahnya.

Jongwoon mengecup sekilas cincin pernikahannya tersebut, kemudian ia bangkit berdiri seraya melempar cincin itu ke dalam sungai sekuat tenaga.

“Jirin! Mulai detik ini aku melupakanmu!!!! Jirin.....!” Jongwoon kembali berteriak meskipun tenggorokannya sudah sakit, seraya kembali menahan air matanya.

.
‘Cause I’m not fine at all
No, I’m really not fine at all
Tell me this is just a dream
‘Cause I’m not fine at all

.
.
FIN

---###---

Yesung Oppa.... Mianhe, aku bikin Oppa jadi orang menderita begitu, wkwkwkwkk...
Ini karena Oppa yang makin tua makin imut, aku jadi kebayang mulu muka Oppa..
Any way, Oppa.. Clouds still waiting for you... Oppa, masih beberapa bulan lagi sebelum Oppa selesai Wajib Militer dan balik lagi nyanyi bareng Super Junior...
Oppa fighting....
Buat readers-ddeul, gomawo udah baca ^^
Pai-pai JJ


Tidak ada komentar:

Posting Komentar