Be Happy^^

No More Pain, No More Cry (: (:

Selasa, 22 Juli 2014

(Cerpen) On a Rain Day



ON A RAIN DAY

.
.

Author:
Aisyah a.k.a Cloudisah

.
.

<3<3<3

Oh sungguh Darwin tidak menyukai suasana saat ini. Ia benar-benar tidak menyukainya. Tempat yang pengap, gelap, hujan di luar yang henti-hentinya turun sejak satu jam yang lalu, ditambah lagi ia kedinginan saat ini.

Bukan. Bukan hujan yang membuatnya serasa dongkol saat ini. Ia bersumpah dirinya begitu menyukai hujan. Dan lagi... ia juga tidak sepenuhnya menyalahkan tempat pengap dan gelap seperti ini jika saja ia tidak terjebak hujan bersama seorang gadis.

Oke. Terjebak dalam tempat yang pengap dan gelap bersama seorang gadis. Harus digaris bawahi dan diberi cetak tebal, BERSAMA SEORANG GADIS!

Itulah masalah utamanya saat ini.

Sejak satu jam yang lalu ia hanya berdiri di depan pintu gudang tua ini menunggu hujan di luar berbaik hati untuk berhenti meski beberapa menit agar ia bisa keluar dari tempat ini, sedangkan gadis yang bersamanya hanya terduduk diam pun tanpa melakukan hal-hal yang lain selain terus meniupkan kedua telapak tangannya, bermaksud mengusir dingin mungkin.

Bukannya Darwin tidak menyukai eksistensi gadis itu bersamanya. Oh ayolah tak ada alasan spesifik kenapa ia tidak meyukai berada di tempat ini bersama gadis itu. Ia hanya bingung. Benar-benar bingung.

Pertama. Darwin tidak mengenal gadis itu. Mereka berdua hanya pengunjung di kebun kakao ini lalu saat hujan tiba-tiba turun tanpa diduga ia berlari mencari tempat berteduh hingga menemukan gudang ini dan... siapa sangka seorang gadis juga berlari kecil –dengan kakinya yang cukup pendek menurut pandangan Darwin- dan berteduh di tempat yang sama dengannya.

Kedua.  Sejak satu jam yang lalu tak ada seorangpun diantara mereka berdua yang berniat mengeluarkan suara disamping deheman pelan Darwin demi mengusir aura canggung dan juga suara bersin dari gadis yang masih saja duduk tak jauh dari tempat Darwin berdiri dengan memeluk kedua kakinya yang ditekuk. Alasan kedua ini menjadi alasan utama dan satu-satunya alasan kenapa ia membenci dirinya berada di tempat ini. Ia tak suka aura canggung. Dan ia tidak suka membuang waktu tanpa melakukan apapun dengan hanya berdiri sejak tadi di depan pintu gudang menunggu tetesan hujan itu berhenti sepenuhnya.

Berdiri selama satu jam tanpa melakuan apapun cukup membuat kaki pria itu sedikit keram. Udara dingin semakin menusuk kulitnya karena saat ini ia hanya mengenakan jaket tipis.

Darwin menghela nafas gusar. Ia tidak mengerti kenapa ia tidak berani sekedar menyapa gadis itu. Oke tidak perlu bertanya siapa namanya, cukup sekedar menyapa, berbasa-basi selama menuggu hujan. Toh setelah hujan reda ia dan gadis itu akan berpisah dan tidak akan bertemu lagi. Tapi, hey demi Merkurius suaranya seolah lenyap ketika pandangannya bersibobrok dengan tatapan gadis itu ketika ia tidak sengaja mencuri pandang pada gadis yang lebih sering menundukan wajahnya itu.

Entah seperti ada magnet yang mampu menarik perhatiannya hingga Darwin merasa ia tenggelam ketika manik hazel gadis itu menilik dalam maniknya. Dan waktu seolah berhenti berputar, pun bunyi rintik hujan yang cukup nyaring seolah lenyap begitu saja. Darwin bisa merasakan bagaimana detak jantungnya bekerja dan bagaimana rasanya oksigen yang masuk ke dalam paru-parunya dan bertukar dengan karbon dioksida.

“Hatsyuuuu!”

Darwin seketika tersadar ketika suara bersin keluar diantara kedua bibir merah gadis itu, matanya mengerjap seolah membuat waktu berjalan kembali.

Baiklah Darwin rasa cukup kebingungannya. Memilih mengabaikan rasa gugupnya pria itu melangkah pelan dari posisinya sejak satu jam yang lalu dan mendekat lantas berjongkok persis di hadapan gadis dengan baju berwarna peach yang sama sekali tidak ia kenal.

“Ehm, Nona dari tadi kamu bersin-bersin. Kamu nggak apa-apa?,” Darwin mencoba merendahkan nada suaranya. Entahlan menurut Darwin suaranya saat ini terdengar sumbang dan eumm.. cukup jelek.

Darwin bisa melihat dengan jelas ketika gadis itu mengigit bibir bawahnya sebelum sebuah gelengan ia lakukan sebagai jawaban dari pertanyaan Darwin barusan.

“Hatsyiiim,” gadis itu kembali bersin namun cukup pelan kali ini.

Darwin tersenyum tipis. Jujur ia cukup risih juga karena sejak tadi gadis itu tidak berhenti mengeluarkan suara bersin. Ia rasa hidungnya juga mulai gatal sekarang.

“Nona..”, Darwin menggaruk tengkuk kepalanya yang sebenarnya sama sekali tidak gatal sebelum melanjutkan kalimatnya. “Kalau kamu nggak keberatan, eumm.. mau pakai jaketku?,” tanyanya seraya melepaskan jaket tipis yang membalut tubuhnya.

Gadis itu menatap waspada ke arah Darwin yang telah selesai melepas jaketnya dan mengulurkan jaket itu ke hadapannya. “Pakai aja. Kayaknya kamu kedinginan,” pria itu semakin mengulurkan jaketnya agar gadis itu mau menerimanya.

Gadis itu menatap bergantian pada Darwin dan jaketnya hingga akhirnya ia mengangguk pelan dan menerima jaket itu dengan ragu. “Terima kasih,” ucapnya pelan namun masih bisa didengar dengan jelas oleh Darwin.

“Heumm,” Darwin mengangguk lantas ikut duduk di samping gadis itu yang mulai mengenakan jaketnya. “Kamu sendirian ke sini?”. Oh sungguh dalam hati Darwin ingin sekali berteriak kenapa tidak sejak tadi ia melakukannya dari pada harus membiarkan kakinya keram berdiri di depan pintu.

Sejenak hening. Darwin pikir gadis itu tidak perlu menjawab pertanyaan basa-basinya toh ia juga tidak benar-benar ingin tahu.

“Aku tadi datang sama teman-temanku. Tapi aku memilih melihat-lihat lebih dalam kebun kakao ini dan memisahkan diri dari mereka. Lalu... yeah akhirnya hujan turun dan aku terjebak di sini sama kamu. Aku mau nelpon temanku tapi hp-ku kehabisan baterai”

Darwin menatap gadis itu dan mengangguk pelan. Ckk, sungguh ia kembali merasa dongkol. Kenapa sejak tadi ia diam saja. Toh ternyata gadis ini tidak galak seperti pikian awalnya.

“Kalau kamu?,” dua kata yang membentuk sebuah kalimat tanya yang baru saja meluncur dari mulut gadis itu membuat Darwin kembali menoleh menatapnya. Ia barusan tidak salah dengar kan? Gadis itu bertanya padanya kan?

Darwin kembali berdehem sebelum menjawabnya. “Sama kayak kamu. Aku tadi juga datang sama teman-temanku, dan dengan alasan yang kurang lebih sama kayak kamu akhirnya aku ada di sini,” Darwin menunjukkan cengirannya usai menyelesaikan kalimatnya.

Kini giliran gadis di sampingnya yang mengangguk.

Lantas setelahnya kembali hening di antara mereka. Banyak pertanyaan yang ingin Darwin ajukan untuk gadis itu, hanya saja ia bingung harus memulainya dari mana. Lagi pula, ia harus menghindari pertanyaan yang terlalu pribadi karena ia rasa mereka tak perlu terlibat dalam kehidupan satu sama lain.

“Ohya-“

“Hatsyuuuu!”. Suara bersin lagi-lagi keluar dari mulut gadis di sampingnya membuat kalimat yang akan Darwin utarakan terhenti dan beralih mengerjapkan matanya menatap gadis itu yang sepertinya juga tidak nyaman karena sejak tadi ia terus saja bersin. “Ma, maaf. Aku... alergi hujan,” gadis itu tersenyum dipaksakan berharap Darwin mengerti keadaannya.

Darwin menggaruk tengkuknya dan terkekeh pelan, “Eung, nggak apa-apa kok... Hehee”

Gadis itu kini tersenyum lebih lebar menatap Darwin. Well, gadis itu tak tahu apa yang terjadi pada pria di sampingnya. Darwin gugup melihat senyuman itu. Darwin serasa membeku menatap matanya. Darwin merasa jantungnya mencelos seketika. Oh ada apa dengannya? Ia tidak mengalami demam mendadak hanya karena tadi ia terkena sedikit hujan kan?

Darwin merasa ia mulai gila sekarang. Ia bahkan lupa kalau saat ini mereka berada di dalam sebuah gudang yang pengap dan minim cahaya selain cahaya yang masuk melalui pintu gudang yang terbuka lebar dan menampakkan hujan yang masih saja turun. Ia malah merasa berada di taman dandelion sekarang.

“Hujannya lama banget ya,” akhirnya gadis itu yang kini mengeluarkan suaranya lebih dulu, lalu ia menatap tetesan air yang masih saja turun dengan cukup deras di luar pintu gudang.

Darwin menghirup nafas dalam lalu menghembuskannya dengan cepat. “Iya lama banget. Harusnya kalau hujan deras begini sebentar aja, tapi ini udah lebih dari satu jam”

“Hatsyuuuu,” lagi suara bersin dari gadis itu. Darwin kembali hanya terkekeh, rasanya ia akan mulai terbiasa sekarang jika gadis itu terus menerus bersin dalam frekuensi tiap satu menit. “Maaf,” kata gadis itu lagi.

“Nggak apa-apa kok. Lagian kamu emang alergi hujan jadinya mana mungkin kamu tahan suara bersinmu. Santai aja...”, Darwin tersenyum sembari memainkan jemarinya.

Lalu kembali hening untuk kesekian kalinya diantara keduanya. Darwin memilih diam tanpa melanjutkan kalimat sebelumnya yang sempat terhenti karena suara bersin gadis di sampingnya itu, begitupun dengan gadis itu yang sepertinya juga sama sekali tidak tertarik untuk mengajukan barang satu pertanyaan untuknya.

Hujan sudah tidak sederas tadi namun tidak bisa dikatakan reda karena kuantitasnya masih banyak bahkan cukup membuat tubuh basah meski hanya satu menit berdiri di luar sana. Darwin menselonjorkan kakinya yang serasa cukup pegal. Udara benar-benar dingin dan ia rasa cacing-cacing di dalam perutnya sudah berdemo ria untuk meminta makanan.

Hey ayolah, tidak hanya cacing-cacing itu yang ingin makan. Darwin juga ingin sekali meminum secangkir coklat panas saat ini. Ugh, membayangkan secangkir coklat panas dengan uap yang mengepul di atas cangkir membuatnya berusaha menelan ludah menahan rasa laparnya.

“Hatsyiiim, hatsyiiiim!”

Keduanya sama-sama terkekeh setelah gadis itu kembali bersin untuk kesekian kalinya. “Maaf, hidungku rasanya gatal banget,” gadis itu menggosok hidungnya dengan jari telunjuknya yang menurut Darwin... terlihat menggemaskan.

Kali ini Darwin kembali menelan ludahnya. Bukan, ia bukan menahan lapar sekarang tapi menahan dentaman jantungnya yang bekerja tidak terkendali kala menatap gadis di sampingnya itu.

“Hehehh, kan tadi sudah aku bilang nggak apa-apa. Aku ngerti kok,” kali ini Darwin berusaha membuat lengkungan di bibirnya yang ia rasa pasti terlihat aneh.

“Makasih ya-,” gadis itu menahan kalimatnya dan langsung menatap keadaan di luar gudang yang tiba-tiba saja hujan deras tadi berhenti seketika. “Hey hujannya sudah reda!,” serunya lantas bangkit berdiri dan berjalan ke arah pintu disusul Darwin yang juga mengamati keadaan di luar. “Oh ya, aku duluan kalau gitu. Temanku pasti khawatir... Daah,” serunya seraya berlari meninggalkan Darwin yang berdiri di ambang pintu gudang.

Darwin hanya menatap dalam diam punggung gadis itu yang mulai berlari menjauh meninggalkannya. Tanpa sadar ia tersenyum tipis mengingat kejadian beberapa menit yang lalu, apa ini yang disebut Love at the first sight?

“Hey!,” suara lengkingan gadis menyadarkannya dan membuat kedua alis Darwin bertaut karena gadis tadi kembali berdiri di hadapannya. Sejak kapan gadis itu kembali? Ia bahkan tidak menyadarinya sama sekali. “Aku lupa ngembalikan jaketmu... Ini-,” gadis itu mengulurkan jaket milik Darwin tadi dan langsung diterima Darwin dengan sedikit ragu.

“Makasih yaaa...” gadis itu kembali berniat beranjak meninggalkan Darwin. Namun belum selangkah gadis itu berbalik, lengannya ditahan oleh Darwin membuat gadis itu langsung berbalik dan menatap heran padanya.

Darwin menggaruk pelipisnya sedangkan sebelah tangannya masih memegang lengan gadis itu. “Yeah kamu tahu kan, ini seperti sebuah takdir yang tidak disengaja,” gadis itu masih menatap heran pada Darwin.

“Oh, maafkan aku...” Darwin seakan tersadar tangannya terlalu kuat mencengkeram lengan gadis itu dan dengan segera melepaskannya. “Aku... aku cuman mau tanya siapa namamu. Maksudku, siapa tahu nanti kita ketemu lagi, jadi-“

“Umairoh,” jawab gadis itu cepat seraya mengulurkan tangannya untuk berjabat dengan Darwin dan menunjukkan senyumnya yang Darwin akui terlihat sangat manis.

“Darwin,” ucap Darwin sambil menjabat tangan gadis itu. Terlihat kali ini ia kembali tak dapat menahan senyumannya.

“Baiklah Darwin, senang ketemu sama kamu. Semoga nanti kita ketemu lagi yaa... Aku duluan, bye! Hatsyiiim,” gadis itu, Umairoh, kembali beranjak meninggalkan Darwin setelah sebelumnya menunjukkan senyum lebarnya dan kali ini tanpa ditahan oleh laki-laki yang masih berdiri di ambang pintu gudang dengan memegangi dadanya.

Dan sekarang Darwin tak bisa lagi menyangkal teori mengenai ‘Cinta pada pandangan pertama’ karena ia baru saja merasakan sensasi aneh di dalam dadanya ketika bersama gadis yang baru ia temui karena sama-sama terjebak oleh hujan tadi. Dan tidak bisa dipungkiri setelah ini ia akan selalu mengingat momen ini di tiap hujan turun.

Hujan yang membuatnya bertemu dengan seorang gadis yang dengan mudahnya masuk ke dalam hatinya. Hujan yang membuatnya bisa mengerti maksud dari kalimat “Cinta pada pandangan pertama”. Dan hujan, ia pasti akan semakin menyukai hujan setelah ini.

Seperti ia menyukai gadis itu sebanyak derasnya tetesan hujan yang menyapu tanah.

.
.
Fin

<3<3<3

Welllll...
I dunno why I made this story. Hahahahahahahahahahahaa...
Oke, I wanna say thanks for everyone who have read this arsurd cerpen, kkkk... I think it’s an awkward cerpen, heheee...
Eumm, actually this cerpen special for my BF (Not Boy Friend but my Best Friend)....
Thank u so much much much cz you had teached and explained me about English... And now I’ll learn English seriously...
Okey sekian bacotan nggak penting dari akuuuuh... pai pai...
*peluk Yesung, Zayn, Louis, Liam, Niall, Harry, Kai, Suho, Sehun, D.O, Baek Hyun, Chanyeol, Luhan, Kris, Tao, Xiumin, Chen, Lay, Woohyun, L, Sunggyu, Sunggyeol, Hoya, Dongwoo, Sungjong, Jeongmin, Hyunseong, Donghyun, Kwangmin, Yongmin, Minwoo, Leeteuk, Heechul, Hangeng, Kangin, Sungmin, Shindong, Siwon, Eun Hyuk, Donghae, Ryewook, Kibum, Kyuhyun, Zhoumi, Henry, Junhyung, Yoseob, Onew, Minho, Key, Jonghyun, Taemin, Cap, L.Joe, Niell, Changjo, Chunji, Ricky....oalaaah kebanyakaaann*


Tidak ada komentar:

Posting Komentar