ON A RAIN DAY
.
.
Author:
Aisyah a.k.a Cloudisah
.
.
<3<3<3
Oh sungguh Darwin tidak menyukai suasana saat ini. Ia
benar-benar tidak menyukainya. Tempat yang pengap, gelap, hujan di luar yang
henti-hentinya turun sejak satu jam yang lalu, ditambah lagi ia kedinginan saat
ini.
Bukan. Bukan hujan yang membuatnya serasa dongkol saat ini.
Ia bersumpah dirinya begitu menyukai hujan. Dan lagi... ia juga tidak
sepenuhnya menyalahkan tempat pengap dan gelap seperti ini jika saja ia tidak
terjebak hujan bersama seorang gadis.
Oke. Terjebak dalam tempat yang pengap dan gelap bersama
seorang gadis. Harus digaris bawahi dan diberi cetak tebal, BERSAMA
SEORANG GADIS!
Itulah masalah utamanya saat ini.
Sejak satu jam yang lalu ia hanya berdiri di depan pintu gudang
tua ini menunggu hujan di luar berbaik hati untuk berhenti meski beberapa menit
agar ia bisa keluar dari tempat ini, sedangkan gadis yang bersamanya hanya
terduduk diam pun tanpa melakukan hal-hal yang lain selain terus meniupkan
kedua telapak tangannya, bermaksud mengusir dingin mungkin.
Bukannya Darwin tidak menyukai eksistensi gadis itu
bersamanya. Oh ayolah tak ada alasan spesifik kenapa ia tidak meyukai berada di
tempat ini bersama gadis itu. Ia hanya bingung. Benar-benar bingung.
Pertama. Darwin tidak mengenal gadis itu. Mereka berdua hanya
pengunjung di kebun kakao ini lalu saat hujan tiba-tiba turun tanpa diduga ia
berlari mencari tempat berteduh hingga menemukan gudang ini dan... siapa sangka
seorang gadis juga berlari kecil –dengan kakinya yang cukup pendek menurut
pandangan Darwin- dan berteduh di tempat yang sama dengannya.
Kedua. Sejak satu jam
yang lalu tak ada seorangpun diantara mereka berdua yang berniat mengeluarkan
suara disamping deheman pelan Darwin demi mengusir aura canggung dan juga suara
bersin dari gadis yang masih saja duduk tak jauh dari tempat Darwin berdiri
dengan memeluk kedua kakinya yang ditekuk. Alasan kedua ini menjadi alasan
utama dan satu-satunya alasan kenapa ia membenci dirinya berada di tempat ini.
Ia tak suka aura canggung. Dan ia tidak suka membuang waktu tanpa melakukan
apapun dengan hanya berdiri sejak tadi di depan pintu gudang menunggu tetesan
hujan itu berhenti sepenuhnya.
Berdiri selama satu jam tanpa melakuan apapun cukup membuat
kaki pria itu sedikit keram. Udara dingin semakin menusuk kulitnya karena saat
ini ia hanya mengenakan jaket tipis.
Darwin menghela nafas gusar. Ia tidak mengerti kenapa ia
tidak berani sekedar menyapa gadis itu. Oke tidak perlu bertanya siapa namanya,
cukup sekedar menyapa, berbasa-basi selama menuggu hujan. Toh setelah hujan
reda ia dan gadis itu akan berpisah dan tidak akan bertemu lagi. Tapi, hey demi
Merkurius suaranya seolah lenyap ketika pandangannya bersibobrok dengan tatapan
gadis itu ketika ia tidak sengaja mencuri pandang pada gadis yang lebih sering
menundukan wajahnya itu.
Entah seperti ada magnet yang mampu menarik perhatiannya
hingga Darwin merasa ia tenggelam ketika manik hazel gadis itu menilik dalam
maniknya. Dan waktu seolah berhenti berputar, pun bunyi rintik hujan yang cukup
nyaring seolah lenyap begitu saja. Darwin bisa merasakan bagaimana detak
jantungnya bekerja dan bagaimana rasanya oksigen yang masuk ke dalam
paru-parunya dan bertukar dengan karbon dioksida.
“Hatsyuuuu!”
Darwin seketika tersadar ketika suara bersin keluar diantara
kedua bibir merah gadis itu, matanya mengerjap seolah membuat waktu berjalan
kembali.
Baiklah Darwin rasa cukup kebingungannya. Memilih mengabaikan
rasa gugupnya pria itu melangkah pelan dari posisinya sejak satu jam yang lalu
dan mendekat lantas berjongkok persis di hadapan gadis dengan baju berwarna
peach yang sama sekali tidak ia kenal.
“Ehm, Nona dari tadi kamu bersin-bersin. Kamu nggak
apa-apa?,” Darwin mencoba merendahkan nada suaranya. Entahlan menurut Darwin
suaranya saat ini terdengar sumbang dan eumm.. cukup jelek.
Darwin bisa melihat dengan jelas ketika gadis itu mengigit
bibir bawahnya sebelum sebuah gelengan ia lakukan sebagai jawaban dari
pertanyaan Darwin barusan.
“Hatsyiiim,” gadis itu kembali bersin namun cukup pelan kali
ini.
Darwin tersenyum tipis. Jujur ia cukup risih juga karena
sejak tadi gadis itu tidak berhenti mengeluarkan suara bersin. Ia rasa
hidungnya juga mulai gatal sekarang.
“Nona..”, Darwin menggaruk tengkuk kepalanya yang sebenarnya
sama sekali tidak gatal sebelum melanjutkan kalimatnya. “Kalau kamu nggak
keberatan, eumm.. mau pakai jaketku?,” tanyanya seraya melepaskan jaket tipis
yang membalut tubuhnya.
Gadis itu menatap waspada ke arah Darwin yang telah selesai
melepas jaketnya dan mengulurkan jaket itu ke hadapannya. “Pakai aja. Kayaknya
kamu kedinginan,” pria itu semakin mengulurkan jaketnya agar gadis itu mau
menerimanya.
Gadis itu menatap bergantian pada Darwin dan jaketnya hingga
akhirnya ia mengangguk pelan dan menerima jaket itu dengan ragu. “Terima
kasih,” ucapnya pelan namun masih bisa didengar dengan jelas oleh Darwin.
“Heumm,” Darwin mengangguk lantas ikut duduk di samping gadis
itu yang mulai mengenakan jaketnya. “Kamu sendirian ke sini?”. Oh sungguh dalam
hati Darwin ingin sekali berteriak kenapa tidak sejak tadi ia melakukannya dari
pada harus membiarkan kakinya keram berdiri di depan pintu.
Sejenak hening. Darwin pikir gadis itu tidak perlu menjawab
pertanyaan basa-basinya toh ia juga tidak benar-benar ingin tahu.
“Aku tadi datang sama teman-temanku. Tapi aku memilih
melihat-lihat lebih dalam kebun kakao ini dan memisahkan diri dari mereka.
Lalu... yeah akhirnya hujan turun dan aku terjebak di sini sama kamu. Aku mau
nelpon temanku tapi hp-ku kehabisan baterai”
Darwin menatap gadis itu dan mengangguk pelan. Ckk, sungguh
ia kembali merasa dongkol. Kenapa sejak tadi ia diam saja. Toh ternyata gadis
ini tidak galak seperti pikian awalnya.
“Kalau kamu?,” dua kata yang membentuk sebuah kalimat tanya
yang baru saja meluncur dari mulut gadis itu membuat Darwin kembali menoleh
menatapnya. Ia barusan tidak salah dengar kan? Gadis itu bertanya padanya kan?
Darwin kembali berdehem sebelum menjawabnya. “Sama kayak
kamu. Aku tadi juga datang sama teman-temanku, dan dengan alasan yang kurang
lebih sama kayak kamu akhirnya aku ada di sini,” Darwin menunjukkan cengirannya
usai menyelesaikan kalimatnya.
Kini giliran gadis di sampingnya yang mengangguk.
Lantas setelahnya kembali hening di antara mereka. Banyak
pertanyaan yang ingin Darwin ajukan untuk gadis itu, hanya saja ia bingung
harus memulainya dari mana. Lagi pula, ia harus menghindari pertanyaan yang
terlalu pribadi karena ia rasa mereka tak perlu terlibat dalam kehidupan satu
sama lain.
“Ohya-“
“Hatsyuuuu!”. Suara bersin lagi-lagi keluar dari mulut gadis
di sampingnya membuat kalimat yang akan Darwin utarakan terhenti dan beralih
mengerjapkan matanya menatap gadis itu yang sepertinya juga tidak nyaman karena
sejak tadi ia terus saja bersin. “Ma, maaf. Aku... alergi hujan,” gadis itu
tersenyum dipaksakan berharap Darwin mengerti keadaannya.
Darwin menggaruk tengkuknya dan terkekeh pelan, “Eung, nggak
apa-apa kok... Hehee”
Gadis itu kini tersenyum lebih lebar menatap Darwin. Well,
gadis itu tak tahu apa yang terjadi pada pria di sampingnya. Darwin gugup
melihat senyuman itu. Darwin serasa membeku menatap matanya. Darwin merasa
jantungnya mencelos seketika. Oh ada apa dengannya? Ia tidak mengalami demam
mendadak hanya karena tadi ia terkena sedikit hujan kan?
Darwin merasa ia mulai gila sekarang. Ia bahkan lupa kalau
saat ini mereka berada di dalam sebuah gudang yang pengap dan minim cahaya
selain cahaya yang masuk melalui pintu gudang yang terbuka lebar dan
menampakkan hujan yang masih saja turun. Ia malah merasa berada di taman dandelion
sekarang.
“Hujannya lama banget ya,” akhirnya gadis itu yang kini
mengeluarkan suaranya lebih dulu, lalu ia menatap tetesan air yang masih saja
turun dengan cukup deras di luar pintu gudang.
Darwin menghirup nafas dalam lalu menghembuskannya dengan
cepat. “Iya lama banget. Harusnya kalau hujan deras begini sebentar aja, tapi
ini udah lebih dari satu jam”
“Hatsyuuuu,” lagi suara bersin dari gadis itu. Darwin kembali
hanya terkekeh, rasanya ia akan mulai terbiasa sekarang jika gadis itu terus menerus
bersin dalam frekuensi tiap satu menit. “Maaf,” kata gadis itu lagi.
“Nggak apa-apa kok. Lagian kamu emang alergi hujan jadinya
mana mungkin kamu tahan suara bersinmu. Santai aja...”, Darwin tersenyum
sembari memainkan jemarinya.
Lalu kembali hening untuk kesekian kalinya diantara keduanya.
Darwin memilih diam tanpa melanjutkan kalimat sebelumnya yang sempat terhenti
karena suara bersin gadis di sampingnya itu, begitupun dengan gadis itu yang
sepertinya juga sama sekali tidak tertarik untuk mengajukan barang satu
pertanyaan untuknya.
Hujan sudah tidak sederas tadi namun tidak bisa dikatakan
reda karena kuantitasnya masih banyak bahkan cukup membuat tubuh basah meski
hanya satu menit berdiri di luar sana. Darwin menselonjorkan kakinya yang
serasa cukup pegal. Udara benar-benar dingin dan ia rasa cacing-cacing di dalam
perutnya sudah berdemo ria untuk meminta makanan.
Hey ayolah, tidak hanya cacing-cacing itu yang ingin makan.
Darwin juga ingin sekali meminum secangkir coklat panas saat ini. Ugh, membayangkan
secangkir coklat panas dengan uap yang mengepul di atas cangkir membuatnya
berusaha menelan ludah menahan rasa laparnya.
“Hatsyiiim, hatsyiiiim!”
Keduanya sama-sama terkekeh setelah gadis itu kembali bersin
untuk kesekian kalinya. “Maaf, hidungku rasanya gatal banget,” gadis itu
menggosok hidungnya dengan jari telunjuknya yang menurut Darwin... terlihat
menggemaskan.
Kali ini Darwin kembali menelan ludahnya. Bukan, ia bukan
menahan lapar sekarang tapi menahan dentaman jantungnya yang bekerja tidak
terkendali kala menatap gadis di sampingnya itu.
“Hehehh, kan tadi sudah aku bilang nggak apa-apa. Aku ngerti
kok,” kali ini Darwin berusaha membuat lengkungan di bibirnya yang ia rasa
pasti terlihat aneh.
“Makasih ya-,” gadis itu menahan kalimatnya dan langsung
menatap keadaan di luar gudang yang tiba-tiba saja hujan deras tadi berhenti
seketika. “Hey hujannya sudah reda!,” serunya lantas bangkit berdiri dan
berjalan ke arah pintu disusul Darwin yang juga mengamati keadaan di luar. “Oh
ya, aku duluan kalau gitu. Temanku pasti khawatir... Daah,” serunya seraya
berlari meninggalkan Darwin yang berdiri di ambang pintu gudang.
Darwin hanya menatap dalam diam punggung gadis itu yang mulai
berlari menjauh meninggalkannya. Tanpa sadar ia tersenyum tipis mengingat
kejadian beberapa menit yang lalu, apa ini yang disebut Love at the first
sight?
“Hey!,” suara lengkingan gadis menyadarkannya dan membuat
kedua alis Darwin bertaut karena gadis tadi kembali berdiri di hadapannya.
Sejak kapan gadis itu kembali? Ia bahkan tidak menyadarinya sama sekali. “Aku
lupa ngembalikan jaketmu... Ini-,” gadis itu mengulurkan jaket milik Darwin
tadi dan langsung diterima Darwin dengan sedikit ragu.
“Makasih yaaa...” gadis itu kembali berniat beranjak
meninggalkan Darwin. Namun belum selangkah gadis itu berbalik, lengannya
ditahan oleh Darwin membuat gadis itu langsung berbalik dan menatap heran
padanya.
Darwin menggaruk pelipisnya sedangkan sebelah tangannya masih
memegang lengan gadis itu. “Yeah kamu tahu kan, ini seperti sebuah takdir yang
tidak disengaja,” gadis itu masih menatap heran pada Darwin.
“Oh, maafkan aku...” Darwin seakan tersadar tangannya terlalu
kuat mencengkeram lengan gadis itu dan dengan segera melepaskannya. “Aku... aku
cuman mau tanya siapa namamu. Maksudku, siapa tahu nanti kita ketemu lagi,
jadi-“
“Umairoh,” jawab gadis itu cepat seraya mengulurkan tangannya
untuk berjabat dengan Darwin dan menunjukkan senyumnya yang Darwin akui
terlihat sangat manis.
“Darwin,” ucap Darwin sambil menjabat tangan gadis itu.
Terlihat kali ini ia kembali tak dapat menahan senyumannya.
“Baiklah Darwin, senang ketemu sama kamu. Semoga nanti kita
ketemu lagi yaa... Aku duluan, bye! Hatsyiiim,” gadis itu, Umairoh, kembali
beranjak meninggalkan Darwin setelah sebelumnya menunjukkan senyum lebarnya dan
kali ini tanpa ditahan oleh laki-laki yang masih berdiri di ambang pintu gudang
dengan memegangi dadanya.
Dan sekarang Darwin tak bisa lagi menyangkal teori mengenai
‘Cinta pada pandangan pertama’ karena ia baru saja merasakan sensasi aneh di
dalam dadanya ketika bersama gadis yang baru ia temui karena sama-sama terjebak
oleh hujan tadi. Dan tidak bisa dipungkiri setelah ini ia akan selalu mengingat
momen ini di tiap hujan turun.
Hujan yang membuatnya bertemu dengan seorang gadis yang
dengan mudahnya masuk ke dalam hatinya. Hujan yang membuatnya bisa mengerti
maksud dari kalimat “Cinta pada pandangan pertama”. Dan hujan, ia pasti akan
semakin menyukai hujan setelah ini.
Seperti ia menyukai gadis itu sebanyak derasnya tetesan hujan
yang menyapu tanah.
.
.
Fin
<3<3<3
Welllll...
I dunno why I made this story. Hahahahahahahahahahahaa...
Oke, I wanna say thanks for everyone who have read this
arsurd cerpen, kkkk... I think it’s an awkward cerpen, heheee...
Eumm, actually this cerpen special for my BF (Not Boy Friend
but my Best Friend)....
Thank u so much much much cz you had teached and explained me
about English... And now I’ll learn English seriously...
Okey sekian bacotan nggak penting dari akuuuuh... pai pai...
*peluk Yesung, Zayn, Louis, Liam, Niall, Harry, Kai, Suho,
Sehun, D.O, Baek Hyun, Chanyeol, Luhan, Kris, Tao, Xiumin, Chen, Lay, Woohyun,
L, Sunggyu, Sunggyeol, Hoya, Dongwoo, Sungjong, Jeongmin, Hyunseong, Donghyun,
Kwangmin, Yongmin, Minwoo, Leeteuk, Heechul, Hangeng, Kangin, Sungmin,
Shindong, Siwon, Eun Hyuk, Donghae, Ryewook, Kibum, Kyuhyun, Zhoumi, Henry,
Junhyung, Yoseob, Onew, Minho, Key, Jonghyun, Taemin, Cap, L.Joe, Niell,
Changjo, Chunji, Ricky....oalaaah kebanyakaaann*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar