Be Happy^^

No More Pain, No More Cry (: (:

Minggu, 03 Agustus 2014

(Cerpen) Chocolate Love - Umairoh's Story



CHOCOLATE LOVE
(Umairoh’s Story)

.
.

Author:
Aisyah a.k.a Cloudisah

.
.

<3<3<3

Chocolate Love

“Ayo Mer cepetan... Tuh mumpung dia masih ada di dalam perpustakaan!,” seru Windy sembari menarik-narik tangan sahabatnya itu agar mengikutinya ke depan pintu ruang perpustakaan kampus.

“Ta, tap tapi.. tapi aku malu Win,” Umairoh berusaha berontak ketika lengannya semakin ditarik lebih kuat oleh Windy.

Windy lantas melepaskan tangannya yang sedari tadi mencengkram lengan Umairoh kemudian berkacak pinggang, menatap sahabatnya itu dengan jengah. “Kalau tidak sekarang, sampai kapan lagi kamu harus jadi ‘secret admirer’ pria itu huhh? Sudahlah kamu temui aja dia, toh kamu cuman mau kasih coklat kan? Ayo buruan sana...,” kali ini Windy mendorong tubuh mungil Umairoh, alhasil membuat pemilik tubuh tersebut terdorong tepat di depan pintu masuk perpustakaan.

Umairoh menatap kesal pada Windy yang menunjukkan ekspresi tak berdosanya, lantas gadis itu berusaha menjauh dari pintu perpustakaan meskipun usahanya sia-sia karena Windy kembali menahannya agar gadis itu tetap bertahan di depan pintu perpustakaan. “Win lepasin aku...,” Umairoh meronta dan menahan tubuhnya ketika Windy semakin kuat mendorongnya.

“Enggak. Aku nggak mau. Sekarang atau enggak sama sekali,” Windy masih istiqomah medorong tubuh sahabatnya itu.

Kali ini Umairoh berusaha lebih kuat menghindari tangan Windy yang mendorong punggungnya dan untungnya kali ini berhasil dan gadis itu segera menjauh beberapa langkah dari pintu perpustakaan. “Kamu jahat Win,” ketus Umairoh.

Alis Windy seketika bertaut bingung, “Apa yang salah denganku? Aku nggak jahat okey”

“Kamu jahat. Kamu jahat! Kamu nggak ngerti perasaanku sebagai sahabatmu? Aku malu Win aku malu,” Umairoh membuang tatapannya ke arah lain dan dengan refleks ia menggigit bibir bawahnya.

Windy menghela nafas panjang lalu menyentuh kedua bahu Umairoh dengan kedua tangannya, membuat sahabatnya itu kembali menatap padanya. “Denger Umairoh sayang... Kamu tau nggak yang jahat di sini sebenarnya siapa? Kamu. Kenapa? Kamu selalu cerita tentang cowok itu ke aku se-ti-ap ha-ri oke. Dan kamu ngerti nggak gimana perasaan aku ketika kamu sekarang jadi lebih banyak cerita tentang cowok itu dibandingkan nanyain gimana keadaanku.”

Umairoh merubah ekspresi kesalnya, ia menatap Windy dengan perasaan menyesal, sedikit tersadar dalam hatinya. Benarkah akhir-akhir ini ia jadi lebih banyak menceritakan tentang pria itu?

“Maaf Win”

Windy kembali menghela nafas dan kali ini kedua sudut bibirnya tertarik membentuk sebuah lengkungan. “Baiklah nggak apa-apa kok. Eumm ngomong-ngomong-,” Windy menghentikan kalimatnya dan perhatiannya teralih pada seseorang yang berada tak jauh di belakang Umairoh. Buru-buru ia memutar tubuh sahabatnya dan dengan segera berbisik tepat di telinga gadis itu, “Semoga berhasil sahabatku.”

Oh baiklah. Sepertinya hari ini akan menjadi hari yang tak akan terlupakan Umairoh. Pria itu. Pria yang selama ini diam-diam ia kagumi, berada lima langkah di hadapannya, menatapnya sambil tersenyum dengan membawa sebuah buku tebal yang bisa Umairoh tebak itu adalah kamus Bahasa Inggris.

Gadis itu merasa ciut dan berniat menggagalkan rencana bodohnya untuk memberikan coklat secara langsung pada pria itu. Gadis itu hanya terdiam selama beberapa sekon hingga pria itu kini sudah berada dua langkah di depannya dan membuat tubuhnya semakin membeku. Oke, salahkan Windy jika ia mati mendadak di tempat ini karena jantungnya yang tiba-tiba berhenti berdetak atau paru-parunya yang berhenti berfungsi menukarkan oksigen dengan karbon dioksida. Pria itu tepat di hadapannya!

“Windy kamu meny-,” Umairoh menolehkan kepalanya ke belakang dan sudah dipastikan sahabatnya itu telah menghilang puluhan sekon yang lalu, membuat Umairoh berusaha mengatur nafasnya yang serasa sesak dan kembali menolehkan kepalanya pada pria yang masih berdiri di depannya dengan senyum ‘menyebalkannya’ karena –senyum-itu-membuatnya-sulit-tertidur-. “Ha, hai...,” Umairoh berusaha memasang ekspresi santai meskipun ia akui kalau wajahnya terlihat aneh sekarang.

“Hai... Kamu ngapain di sini? Mau ke perpustakaan?,” pria itu masih tersenyum. Oh Tuhan jika ada kolam di dekat sini sudah pasti Umairoh lebih memilih menceburkan dirinya ke dalam kolam tersebut dari pada terus-terusan berdiri di hadapan pria ini. Lupakan jika memang ia tidak bisa berenang.

“Oh? Eng, enggak.. enggak aku nggak mau ke perpustakaan, hehee...”

Pria itu hanya mengangguk masih dengan senyum ‘menyebalkannya’ itu. “Eum, Darwin...”

“Ya?”

Umairoh refleks menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. Gadis itu benar-benar bingung apakah harus memberikan coklat yang masih tersimpan manis di dalam ranselnya atau niat itu ia gagalkan saja? Ugh ia benar-benar bingung sekarang.

“Hai Umairoh... Kau kenapa?”

Umairoh? Pria ini memanggilnya dengan sebutan ‘Umairoh’? Tunggu, ini bukan mimpi kan? Atau lebih parahnya ini bukan khayalannya saja kan? Dan yang pasti ia tadi tidak salah dengar kan? Pria ini tahu namanya! Oh Tuhan dari mana ia mengetahuinya sedangkan mereka berbeda kelas?

Jika Umairoh ingin melebih-lebihkan suasana, maka saat ini banyak kembang api yang meletus ke udara dengan berbagai macam warna, lalu mahkota bunga mawar berguguran serta alunan musik yang romantis menjadi latarnya.

“Umairoh...,” panggil Darwin lagi dan membuat semua lamunan yang berlebihan dari Umairoh lenyap seketika.

“Y ya?”

“Kamu melamun,” pria itu terkekeh dan membuat senyumannya terlihat semakin ‘menyebalkan’ menurut pandangan Umairoh.

Oh bisakah pria itu menyingkir saja sekarang? Apa pria itu benar-benar ingin membuatnya mati berdiri saat ini juga?

“Be, benarkah? Apa tadi aku... melamun?,” tunjuk Umairoh pada dirinya sendiri dan dijawab dengan anggukan mantap dari Darwin. Umairoh kembali hanya bisa menggaruk tengkuknya dan menatap canggung pada pria di hadapannya yang masih berdiri seolah tahu Umairoh ingin mengatakan sesuatu padanya.

“Jadi?”

Umairoh menatap bingung pada Darwin, “Jadi apa maksudnya?”

Darwin mengangkat bahunya enteng dan kembali menatap Umairoh yang terlihat berdiri tidak nyaman di hadapanya. “Yaah... Kau tidak ingin, euummm mengatakan sesuatu begitu? Entahlah... aku hanya merasa ada sesuatu yang akan kau katakan padaku”

“Oh, eung ya.. semacam itu. Yah, aku sebenarnya... Sebenarnya-,” Umairoh dengan cukup pelan melepas ransel yang sedari tadi tersampir di punggugnya dan membuka ransel tersebut dengan ragu, mengambil sebuah benda yang sejak tadi ingin ia berikan pada pria di hadapannya itu. Berikan atu tidak? Berikan sekarang atau tidak? Umairoh sudah memegang benda tersebut meskipun belum mengeluarkannya dari dalam ransel biru miliknya. Kembali ia menghela nafas gugup ketika matanya bersirobok dengan pandangan teduh milik Darwin. Oh Tuhan Umairoh serasa galau seperti iklan di tv sekarang.

Benda itu masih ia pegang namun dalam posisi di dalam ransel, belum berniat ia keluarkan apalagi memberikannya pada pria itu. Berikan... Tidak jadi... Berikan... Tida jadi... Berikan-

“Kamu kenapa sih,?” interupsi Darwin karena menurutnya gadis di depannya terlihat aneh. Bukan, bukan aneh dalam artian benar-benar aneh. Hanya saja gadis itu terlihat gugup seperti seseorang yang ketahuan mencuri.

“Oh ya, tid tidak, eh maksud,, maksudku enggak.. enggak ada apa-apa kok. Aku, aku itu,, eumm sebenerna aku... aku mau.. aku,” Umairoh merasa bodoh sekarang. Hey kenapa ia jadi mendadak gagap seperti ini?

Darwin menaikkan kedua alisnya menunggu gadis di depannya menyelesaikan kalimatnya.

“Akuinginmemberikancoklatinibuatkamu!,” seru Umairoh cepat, teramat cepat malah membuat Darwin sama sekali tidak bisa menangkap perkataan Umairoh dan matanya spontan melebar ketika Umairoh menyodorkan sebatang coklat dengan pita biru di bagian bungkusnya, menyodorkan benda itu dengan kecepatan cahaya.

Darwin bisa melihat dengan jelas Umairoh menghela nafas panjang dan gadis itu membuang tatapannya ke arah lain, seolah ia menghindari untuk bertatapan dengan Darwin. Umairoh yakin ia benar-benar terlihat aneh sekarang, dan mungkin wajahnya sudah seperti tomat cherry yang baru matang. Dia benar-benar malu saat ini. Oh sepertinya setelah ini akan menceburkan dirinya ke dalam selokan di samping kampus.

Tanpa Umairoh sadari, -karena gadis itu kini menatap ke arah lain- kedua sudut bibir Darwin semakin tertarik dan menatap coklat di tangannya dengan kagum. “Kamu gadis jahat,” ucap Darwin cukup pelan namun Umairoh masih bisa dengan jelas mendengarnya.

Umairoh dengan cepat kembali menatap Darwin dan memandang heran pada pria itu. Apa katanya? Ia gadis jahat? Apakah memberi sebatang coklat pada pria itu termasuk tindak kejahatan?

Umairoh hanya menatap Darwin dengan ekspresi bingung, sedangkan Darwin kini mendekatkan langkahnya pada Umairoh hingga menyisakan jarak beberapa centi meter di antara tubuh mereka.

Darwin mencondongkan tubuhnya dan berbisik tepat di telinga Umairoh, “Ya, kamu jahat. Kamu sudah mencuri hatiku”

Dan seperti tersengat jarum suntik, tubuh Umairoh serasa lemas bahkan nafasnya tercekat, tenggorokannya serasa kering mendadak dan keringat tiba-tiba saja mengalir di pelipisnya. Oh, bunuh saja ia saat ini.

Darwin kembali pada posisinya dan menatap gadis itu dengan tersenyum hangat. Ia menatap gemas pada wajah Umairoh yang semakin memerah sebelum ia kembali berucap, “Aku akan menghubungimu malam ini. Aku duluan ya,” sebelum benar-benar melangkahkan kakinya menjauhi Umairoh, Darwin mengusap sekilas puncak kepala Umairoh dan lagi-lagi membuat gadis itu kehabisan nafas.

Umairoh hanya menatap dalam diam punggung Darwin yang semakin menjauh hingga tubuh itu menghilang di belokan ruang BAAK.

Gadis itu memegangi dada kirinya, mencari letak jantungnya apakah jantung itu masih berdetak sekarang...

Ya, jatungnya masih berdetak. Ia masih hidup sekarang. Ia tidak mati, ia tidak mati konyol di hadapan Darwin. Seketika Umairoh memegangi kedua pipinya yang terasa panas. Oh Tuhan benarkah ini?

Sepertinya ia harus segera mencari Windy dan berterima kasih atas paksaan sahabatnya itu.

Windy.. ngomong-ngomong tentang gadis itu, di mana ia sekarang?

“WINDY SAYANG KAMU DIMANAAA! WINDY...,” Umairoh segera berlari menuju ruang kelasnya mencari sahabatnya itu, tak memperdulikan tatapan aneh dari mahasiswa lain yang melihatnya berlari-lari dan berteriak seperti anak kecil.

Tapi terkadang, bukankah cinta itu memang aneh?

.
.

FIN

<3<3<3

Another absurd story from my wild imagination, hahahaa... setelah lama gag ngetik usai bulan puasa, akhirnya berhasil bikin sebuah cerpen di tengah hari yang panashhh... Semoga ceritanya tidak membosankan ya ^^ aku akan mencoba menulis lebih baik lagi... and last, thaks for everyone who have read this story JJ
Pai pai...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar