CHOCOLATE LOVE
(Umairoh’s Story)
.
.
Author:
Aisyah
a.k.a Cloudisah
.
.
<3<3<3
Chocolate Love
“Ayo Mer cepetan... Tuh mumpung dia
masih ada di dalam perpustakaan!,” seru Windy sembari menarik-narik tangan
sahabatnya itu agar mengikutinya ke depan pintu ruang perpustakaan kampus.
“Ta, tap tapi.. tapi aku malu Win,”
Umairoh berusaha berontak ketika lengannya semakin ditarik lebih kuat oleh
Windy.
Windy lantas melepaskan tangannya
yang sedari tadi mencengkram lengan Umairoh kemudian berkacak pinggang, menatap
sahabatnya itu dengan jengah. “Kalau tidak sekarang, sampai kapan lagi kamu
harus jadi ‘secret admirer’ pria itu huhh? Sudahlah kamu temui aja dia, toh
kamu cuman mau kasih coklat kan? Ayo buruan sana...,” kali ini Windy mendorong
tubuh mungil Umairoh, alhasil membuat pemilik tubuh tersebut terdorong tepat di
depan pintu masuk perpustakaan.
Umairoh menatap kesal pada Windy
yang menunjukkan ekspresi tak berdosanya, lantas gadis itu berusaha menjauh
dari pintu perpustakaan meskipun usahanya sia-sia karena Windy kembali
menahannya agar gadis itu tetap bertahan di depan pintu perpustakaan. “Win
lepasin aku...,” Umairoh meronta dan menahan tubuhnya ketika Windy semakin kuat
mendorongnya.
“Enggak. Aku nggak mau. Sekarang
atau enggak sama sekali,” Windy masih istiqomah medorong tubuh sahabatnya itu.
Kali ini Umairoh berusaha lebih
kuat menghindari tangan Windy yang mendorong punggungnya dan untungnya kali ini
berhasil dan gadis itu segera menjauh beberapa langkah dari pintu perpustakaan.
“Kamu jahat Win,” ketus Umairoh.
Alis Windy seketika bertaut
bingung, “Apa yang salah denganku? Aku nggak jahat okey”
“Kamu jahat. Kamu jahat! Kamu nggak
ngerti perasaanku sebagai sahabatmu? Aku malu Win aku malu,” Umairoh membuang
tatapannya ke arah lain dan dengan refleks ia menggigit bibir bawahnya.
Windy menghela nafas panjang lalu
menyentuh kedua bahu Umairoh dengan kedua tangannya, membuat sahabatnya itu
kembali menatap padanya. “Denger Umairoh sayang... Kamu tau nggak yang jahat di
sini sebenarnya siapa? Kamu. Kenapa? Kamu selalu cerita tentang cowok itu ke
aku se-ti-ap ha-ri oke. Dan kamu ngerti nggak gimana perasaan aku ketika kamu
sekarang jadi lebih banyak cerita tentang cowok itu dibandingkan nanyain gimana
keadaanku.”
Umairoh merubah ekspresi kesalnya,
ia menatap Windy dengan perasaan menyesal, sedikit tersadar dalam hatinya.
Benarkah akhir-akhir ini ia jadi lebih banyak menceritakan tentang pria itu?
“Maaf Win”
Windy kembali menghela nafas dan
kali ini kedua sudut bibirnya tertarik membentuk sebuah lengkungan. “Baiklah
nggak apa-apa kok. Eumm ngomong-ngomong-,” Windy menghentikan kalimatnya dan
perhatiannya teralih pada seseorang yang berada tak jauh di belakang Umairoh.
Buru-buru ia memutar tubuh sahabatnya dan dengan segera berbisik tepat di
telinga gadis itu, “Semoga berhasil sahabatku.”
Oh baiklah. Sepertinya hari ini
akan menjadi hari yang tak akan terlupakan Umairoh. Pria itu. Pria yang selama
ini diam-diam ia kagumi, berada lima langkah di hadapannya, menatapnya sambil
tersenyum dengan membawa sebuah buku tebal yang bisa Umairoh tebak itu adalah
kamus Bahasa Inggris.
Gadis itu merasa ciut dan berniat
menggagalkan rencana bodohnya untuk memberikan coklat secara langsung pada pria
itu. Gadis itu hanya terdiam selama beberapa sekon hingga pria itu kini sudah
berada dua langkah di depannya dan membuat tubuhnya semakin membeku. Oke,
salahkan Windy jika ia mati mendadak di tempat ini karena jantungnya yang
tiba-tiba berhenti berdetak atau paru-parunya yang berhenti berfungsi
menukarkan oksigen dengan karbon dioksida. Pria itu tepat di hadapannya!
“Windy kamu meny-,” Umairoh
menolehkan kepalanya ke belakang dan sudah dipastikan sahabatnya itu telah
menghilang puluhan sekon yang lalu, membuat Umairoh berusaha mengatur nafasnya
yang serasa sesak dan kembali menolehkan kepalanya pada pria yang masih berdiri
di depannya dengan senyum ‘menyebalkannya’ karena
–senyum-itu-membuatnya-sulit-tertidur-. “Ha, hai...,” Umairoh berusaha memasang
ekspresi santai meskipun ia akui kalau wajahnya terlihat aneh sekarang.
“Hai... Kamu ngapain di sini? Mau
ke perpustakaan?,” pria itu masih tersenyum. Oh Tuhan jika ada kolam di dekat
sini sudah pasti Umairoh lebih memilih menceburkan dirinya ke dalam kolam
tersebut dari pada terus-terusan berdiri di hadapan pria ini. Lupakan jika
memang ia tidak bisa berenang.
“Oh? Eng, enggak.. enggak aku nggak
mau ke perpustakaan, hehee...”
Pria itu hanya mengangguk masih
dengan senyum ‘menyebalkannya’ itu. “Eum, Darwin...”
“Ya?”
Umairoh refleks menggaruk
tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. Gadis itu benar-benar bingung apakah
harus memberikan coklat yang masih tersimpan manis di dalam ranselnya atau niat
itu ia gagalkan saja? Ugh ia benar-benar bingung sekarang.
“Hai Umairoh... Kau kenapa?”
Umairoh? Pria ini memanggilnya
dengan sebutan ‘Umairoh’? Tunggu, ini bukan mimpi kan? Atau lebih parahnya ini
bukan khayalannya saja kan? Dan yang pasti ia tadi tidak salah dengar kan? Pria
ini tahu namanya! Oh Tuhan dari mana ia mengetahuinya sedangkan mereka berbeda
kelas?
Jika Umairoh ingin melebih-lebihkan
suasana, maka saat ini banyak kembang api yang meletus ke udara dengan berbagai
macam warna, lalu mahkota bunga mawar berguguran serta alunan musik yang
romantis menjadi latarnya.
“Umairoh...,” panggil Darwin lagi
dan membuat semua lamunan yang berlebihan dari Umairoh lenyap seketika.
“Y ya?”
“Kamu melamun,” pria itu terkekeh
dan membuat senyumannya terlihat semakin ‘menyebalkan’ menurut pandangan
Umairoh.
Oh bisakah pria itu menyingkir saja
sekarang? Apa pria itu benar-benar ingin membuatnya mati berdiri saat ini juga?
“Be, benarkah? Apa tadi aku...
melamun?,” tunjuk Umairoh pada dirinya sendiri dan dijawab dengan anggukan
mantap dari Darwin. Umairoh kembali hanya bisa menggaruk tengkuknya dan menatap
canggung pada pria di hadapannya yang masih berdiri seolah tahu Umairoh ingin
mengatakan sesuatu padanya.
“Jadi?”
Umairoh menatap bingung pada
Darwin, “Jadi apa maksudnya?”
Darwin mengangkat bahunya enteng
dan kembali menatap Umairoh yang terlihat berdiri tidak nyaman di hadapanya. “Yaah...
Kau tidak ingin, euummm mengatakan sesuatu begitu? Entahlah... aku hanya merasa
ada sesuatu yang akan kau katakan padaku”
“Oh, eung ya.. semacam itu. Yah,
aku sebenarnya... Sebenarnya-,” Umairoh dengan cukup pelan melepas ransel yang
sedari tadi tersampir di punggugnya dan membuka ransel tersebut dengan ragu,
mengambil sebuah benda yang sejak tadi ingin ia berikan pada pria di hadapannya
itu. Berikan atu tidak? Berikan sekarang atau tidak? Umairoh sudah memegang
benda tersebut meskipun belum mengeluarkannya dari dalam ransel biru miliknya.
Kembali ia menghela nafas gugup ketika matanya bersirobok dengan pandangan
teduh milik Darwin. Oh Tuhan Umairoh serasa galau seperti iklan di tv sekarang.
Benda itu masih ia pegang namun
dalam posisi di dalam ransel, belum berniat ia keluarkan apalagi memberikannya
pada pria itu. Berikan... Tidak jadi... Berikan... Tida jadi... Berikan-
“Kamu kenapa sih,?” interupsi
Darwin karena menurutnya gadis di depannya terlihat aneh. Bukan, bukan aneh
dalam artian benar-benar aneh. Hanya saja gadis itu terlihat gugup seperti
seseorang yang ketahuan mencuri.
“Oh ya, tid tidak, eh maksud,,
maksudku enggak.. enggak ada apa-apa kok. Aku, aku itu,, eumm sebenerna aku...
aku mau.. aku,” Umairoh merasa bodoh sekarang. Hey kenapa ia jadi mendadak
gagap seperti ini?
Darwin menaikkan kedua alisnya
menunggu gadis di depannya menyelesaikan kalimatnya.
“Akuinginmemberikancoklatinibuatkamu!,”
seru Umairoh cepat, teramat cepat malah membuat Darwin sama sekali tidak bisa
menangkap perkataan Umairoh dan matanya spontan melebar ketika Umairoh
menyodorkan sebatang coklat dengan pita biru di bagian bungkusnya, menyodorkan
benda itu dengan kecepatan cahaya.
Darwin bisa melihat dengan jelas
Umairoh menghela nafas panjang dan gadis itu membuang tatapannya ke arah lain,
seolah ia menghindari untuk bertatapan dengan Darwin. Umairoh yakin ia
benar-benar terlihat aneh sekarang, dan mungkin wajahnya sudah seperti tomat
cherry yang baru matang. Dia benar-benar malu saat ini. Oh sepertinya setelah
ini akan menceburkan dirinya ke dalam selokan di samping kampus.
Tanpa Umairoh sadari, -karena gadis
itu kini menatap ke arah lain- kedua sudut bibir Darwin semakin tertarik dan
menatap coklat di tangannya dengan kagum. “Kamu gadis jahat,” ucap Darwin cukup
pelan namun Umairoh masih bisa dengan jelas mendengarnya.
Umairoh dengan cepat kembali
menatap Darwin dan memandang heran pada pria itu. Apa katanya? Ia gadis jahat?
Apakah memberi sebatang coklat pada pria itu termasuk tindak kejahatan?
Umairoh hanya menatap Darwin dengan
ekspresi bingung, sedangkan Darwin kini mendekatkan langkahnya pada Umairoh
hingga menyisakan jarak beberapa centi meter di antara tubuh mereka.
Darwin mencondongkan tubuhnya dan
berbisik tepat di telinga Umairoh, “Ya, kamu jahat. Kamu sudah mencuri hatiku”
Dan seperti tersengat jarum suntik,
tubuh Umairoh serasa lemas bahkan nafasnya tercekat, tenggorokannya serasa
kering mendadak dan keringat tiba-tiba saja mengalir di pelipisnya. Oh, bunuh
saja ia saat ini.
Darwin kembali pada posisinya dan
menatap gadis itu dengan tersenyum hangat. Ia menatap gemas pada wajah Umairoh
yang semakin memerah sebelum ia kembali berucap, “Aku akan menghubungimu malam
ini. Aku duluan ya,” sebelum benar-benar melangkahkan kakinya menjauhi Umairoh,
Darwin mengusap sekilas puncak kepala Umairoh dan lagi-lagi membuat gadis itu
kehabisan nafas.
Umairoh hanya menatap dalam diam
punggung Darwin yang semakin menjauh hingga tubuh itu menghilang di belokan
ruang BAAK.
Gadis itu memegangi dada kirinya,
mencari letak jantungnya apakah jantung itu masih berdetak sekarang...
Ya, jatungnya masih berdetak. Ia
masih hidup sekarang. Ia tidak mati, ia tidak mati konyol di hadapan Darwin.
Seketika Umairoh memegangi kedua pipinya yang terasa panas. Oh Tuhan benarkah
ini?
Sepertinya ia harus segera mencari
Windy dan berterima kasih atas paksaan sahabatnya itu.
Windy.. ngomong-ngomong tentang
gadis itu, di mana ia sekarang?
“WINDY SAYANG KAMU DIMANAAA!
WINDY...,” Umairoh segera berlari menuju ruang kelasnya mencari sahabatnya itu,
tak memperdulikan tatapan aneh dari mahasiswa lain yang melihatnya berlari-lari
dan berteriak seperti anak kecil.
Tapi terkadang, bukankah cinta itu
memang aneh?
.
.
FIN
<3<3<3
Another absurd story from my wild imagination, hahahaa...
setelah lama gag ngetik usai bulan puasa, akhirnya berhasil bikin sebuah cerpen
di tengah hari yang panashhh... Semoga ceritanya tidak membosankan ya ^^ aku
akan mencoba menulis lebih baik lagi... and last, thaks for everyone who have
read this story JJ
Pai pai...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar