CHOCOLATE LOVE
(Liam’s Story)
.
.
Author:
Aisyah a.k.a Cloudisah
Cast:
One Direction’s Liam Payne
OC’s Lucy
Genre:
Family
Warning:
Typo, alur ngebut, OOC, de.el.el
.
.
Cuap-cuap
Author:
Nih cerita uda
aku bikin tahun kemaren, tapi bagian akhirnya belom diselesaikan. Aku bahkan
lupa kalau aku pernah bikin cerita ini, hihi ^^ Waktu aku berniat membersihkan
arsip di folder draft, ketemulah FF ini yang terbengkalai di bagian akhirnya.
Daripada mubazir jadi aku putuskan untuk memposting FF ini setelah lebih dulu
menyelesaikan bagian endingnya... Happy reading J
<3<3<3
Chocolate Love
Hari ini akan menjadi hari yang sangat menyebalkan
sekaligus membosankan bagi gadis berambut pirang sebahu yang sedang duduk di
atas tempat tidurnya sambil memeluk boneka Winnie The Pooh kesayangannya. Dan
mungkin hari ini juga akan menjadi ulang tahun yang paling dibencinya.
Oke salahkan Liam yang pagi-pagi tadi sudah pergi
dengan motor kesayangannya ke rumah pacarnya untuk menghabiskan hari Minggu ini
bersama. Memang Lucy tak bisa menyalahkan Liam sepenuhnya karena ia sendiri
benar-benar paham kalau ia dan Liam bukan lagi anak-anak, mereka sudah memasuki
usia remaja saat ini. Mereka bukan lagi anak-anak yang sering bertengkar lalu
berbaikan dengan mudahnya. Mereka bukan lagi anak-anak yang akan mandi bersama
dengan bebek karet kesukaan mereka. Dan mungkin, mereka bukan anak-anak lagi
yang saling bertukar kado di hari ulang tahun masing-masing.
Itu dia masalahnya.
Hari ini ulang tahun Lucy dan Liam bahkan sampai pagi
ini belum mengucapkan ‘Selamat ulang tahun’ untuknya. Tahun lalu sebelum
kakaknya itu sekolah di SMA, Liam masih seperti yang dulu. Yang selalu memberi
kejutan untuknya tepat jam dua belas malam. Baiklah, sepertinya sejak masuk SMA
dan memiliki pacar Liam lupa kalau ia memiliki adik yang manis yang masih
membutuhkan perhatian seorang kakak.
Lucy memandang sebal pada foto berbingkai ungu di atas
meja belajarnya, foto ia dan Liam saat ulang tahunnya tahun lalu. Saat itu Liam
masih kelas 3 SMP, dan Lucy kelas 2 SMP. Saat itu mereka masih adik kakak yang
manis, yang sering bertengkar, sering berebut makanan, namun saat itulah saat
yang Lucy rindukan.
Saat di mana Liam belum masuk SMA, saat di mana Liam
masih selalu memperhatikan Lucy, saat di mana Liam belum memiliki pacar. Oh
lihatlah sekarang, Lucy sendirian di kamarnya karena orang tua mereka sedang
dinas keluar kota. Bolehkah Lucy membenci pacar kakaknya? Gadis yang sudah
merebut perhatian kakaknya darinya.
Ponsel Lucy berdering. Dengan malas gadis itu meraih
benda berbentuk kotak di meja nakas dan melihat dengan malas nama penelpon yang
mengganggu acara melamunnya.
Ekspresinya seketika berubah ketika membaca nama
penelpon tersebut dan dengan segera ia menggeser tombol hijau pada layar
ponselnya. “Halo Mia,” jawabnya antusias.
“Halo Lucy... Hey sahabatku yang cantik, selamat ulang
tahun ya. Maaf tidak sempat mengucapkannya tadi malam karena aku ketiduran.”
“Hey... tak masalah. Selama kamu masih ingat ulang
tahunku itu sudah cukup. Aku tahu kok kamu pasti lelah kan setelah membereskan
perabotan di rumah barumu.”
“Hehee, iya kamu benar. Oh iya, hadiahnya akan segera
menyusul.. besok aku berikan saat kita bertemu di sekolah, okey...”
“Hmmm,, terima kasih ya Mia, kamu memang sahabatku
yang paling baik”
“Eits, kamu bicara apa sih. Ngomong-ngomong apa hadiah
ulang tahun dari kakakmu tahun ini? Boneka Winnie The Pooh lagi?” Lucy bisa
mendengar dengan jelas Mia yang terkekeh di seberang senang.
Ekspresi Lucy kembali keruh mendengar pertanyaan Mia
barusan. “Jangankan hadiah, ucapan selamat ulang tahun saja dia belum
mengucapkannya,” Lucy menghela nafas berat.
“Benarkah? Tumben sekali, bukankah biasanya dia selalu
menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun untukmu?”
Lucy lagi-lagi menghela nafasnya. “Dia terlalu sibuk
dengan pacarnya sekarang.”
“Lucy sayang, aku tahu bagaimana perasaanmu sekarang.
Kamu pasti sedikit cemburu kan dengan pacar kakakmu itu? Hmm, aku juga dulu
begitu saat kakakku akan bertunangan. Ckk, tapi lama kelamaan aku mulai biasa.
Dan nanti kamu juga akan terbiasa seperti itu. Hanya saja, kakakmu sedikit
keterlaluan. Yang benar saja dia, ulang tahun adik sendiri dilupakan dan malah
sibuk berkencan. Kalau aku jadi kamu, pasti sudah aku pukuli dia habis-habisan,
hahahaa...”
Lucy tersenyum mendengar penuturan sahabatnya itu. Mia
benar, mungkin ia sedikit cemburu dengan pacar kakaknya.
“Oh ya, Lucy.. nanti aku telpon lagi ya. Ibuku
memanggil untuk membantunya. Kami belum membereskan perabotan di dapur kemarin,
ugh sepertinya hari ini aku sibuk lagi. Eumm, sekali lagi selamat ulang tahun
Lucy... dah.”
“Dah. Selamat membereskan rumah barumu Mia.”
Sambungan telpon terputus.
Menyisakan Lucy yang kembali sendirian di dalam kamarnya.
Jika saja Neverland itu benar-benar
ada, Lucy akan dengan senang hati tinggal di sana dan mengajak Liam bersamanya
sehingga ia dan kakaknya tidak perlu melewati masa remaja dan bisa terus
bermain bersama.
Jam di ponsel Lucy menunjukkan angka 10.30 pagi. Dan
ini masih terlalu pagi jika Lucy tidur siang. Namun sepertinya gadis itu lebih
memilih tidur dari pada ia mati bosan sendirian di rumahnya. Toh ia tidak
berminat menonton TV saat ini karena gadis itu sedang kesal pada kakak
laki-lakinya.
Jarum pendek jam dinding di ruang tengah sudah
menunjuk angka delapan. Baiklah, lebih tepatnya sekarang sudah jam delapan
malam dan Lucy benar-benar sendirian selama seharian di rumah. Tanpa Liam yang
seharusnya menjaga adik perempuannya itu.
Lucy duduk di atas sofa di depan tv seraya memeluk
kedua lututnya. Layar tv sudah menyala sejak satu jam yang lalu namun Lucy sama
sekali tak melihat gambar pada benda kotak di hadapannya itu. Sejak tadi ia
hanya menatap layar tv dengan pandangan kosong.
Sejak tadi Lucy menahan amarah serta umpatan-umpatan
kasar untuk Liam yang sungguh dengan tidak berperikemanusiaan lebih memilih
berkencan seharian dengan pacarnya. Liam sepertinya benar-benar lupa kalau ia
memiliki seorang adik perempuan yang seharusnya ia temani di rumah saat orang
tua mereka sedang pergi. Oh, atau Liam bahkan lupa jika ia memiliki rumah untuk
tinggal? Jangan katakan Liam lebih memilih tinggal dengan pacarnya sekarang
karena ini tak biasanya Liam pergi keluar rumah selama seharian.
~Ting tong...
Bunyi bell
memenuhi indra pendengaran Lucy. Dengan malas gadis itu turun dari sofa dan
melangkahkan kakinya dengan teramat-sangat-pelan menuju ruang tamu untuk
membuka pintu.
Kedua bola mata Lucy hampir mencuat dari tempatnya
ketika mendapati presensi seseorang yang sejak tadi memenuhi pikirannya. Orang
itu tersenyum lebar dengan wajah innocent-nya
dan tanpa mengucapkan sepatah kata, orang itu masuk melewati Lucy yang malah
bergeming di ambang pintu.
“Adik yang baik... Kamu pasti menunggu kakak pulang kan?”
Liam berucap setelah Lucy menghampirinya di ruang tengah. “Kamu kesepian
sendirian di rumah?”
Lucy memutar bola matanya jengah. Bukannya merasa
bersalah, pria itu malah sibuk menggonta ganti channel tv tanpa menatap Lucy sedikitpun dimana gadis itu saat ini
tengah menatapnya dengan pandangan horror.
“Hey... Kenapa dengan wajahmu itu? Kalau merengut
seperti itu nanti cepat tua sayang,” Liam tersenyum saat menatap Lucy sekilas
dan kembali mengalihkan perhatiannya pada layar tv.
“Lucy benci kakak!”
Sejurus kemudian Lucy berlari meninggalkan ruang
tengah menuju kamarnya. Bunyi debuman terdengar cukup nyaring setelah Lucy
menutup pintunya dengan keras, sebagai tanda kalau ia sedang sangat marah pada
Liam.
Tentu saja Liam tak bodoh untuk tidak mengerti situasinya.
Pria itu segera menghampiri kamar adiknya yang sudah tertutup rapat.
Liam mengetuk pintu kamar Lucy dengan tak sabaran.
“Lucy, buka pintunya....”
Tak ada sahutan dari dalam. Liam terus menerus
mengetuk pintu kamar Lucy berharap adiknya itu mau membuka pintu.
“Lucy, sebenarnya ada apa? Kenapa kamu benci sama
kakak? Lucy... Ayolah jangan begini, kakak juga sedang lelah okey...”
Masih tak ada sahutan. Dan tentu saja tak ada
tanda-tanda pintu itu akan dibuka dengan senang hati oleh sang empunya kamar.
“Kakak sedang lelah sekarang. Jadi, kakak mohon Lucy
jangan marah-marah seperti ini. Lucy, buka pintunya sebentar...” Liam masih tak
menyerah untuk terus mengetuk pintu kamar adiknya.
Hampir saja Liam menyerah saat ia hendak berbalik
meninggalkan kamar Lucy, ketika pintu itu perlahan terbuka dan sang pemilik
kamar menatap Liam dengan mata sembab-nya. Sontak hal itu membuat Liam semakin
khawatir melihat adik satu-satunya itu.
“Lucy, Lucy kamu kenapa?” tanya Liam panik dan
menangkup kedua pipi chubby adiknya
namun segera ditepis oleh Lucy.
“Kakak bilang kakak sedang lelah?” Lucy terkekeh sinis
seraya bersidekap. “Jadi sebegitu lelahnya kah berkencan seharian? JADI
SEKARANG PACAR KAKAK LEBIH PENTING DARI PADA LUCY HUHH??? KAKAK BAHKAN LUPA
KALAU HARI INI ULANG TAHUNKU!”
Akhirnya Lucy mengeluarkan kalimat yang sejak tadi ia
tahan. Gadis itu menghapus kasar air mata di wajahnya.
Liam terkejut saat Lucy berteriak seperti itu padanya.
Bahkan ini baru pertama kali Liam mendapati Lucy seperti ini. Namun sebelah
alis Liam terangkat saat menyadari apa yang baru saja adiknya katakan.
“Berkencan?”
Lucy lantas kembali terkekeh. “Lalu ke rumah pacar itu
kalau bukan berkencan apa namanya huh?”
Liam menghela nafas dalam lantas menarik paksa tangan
Lucy untuk mengikutinya ke ruang tengah. “Duduk,” perintah Liam pada Lucy saat
mereka berada di depan sofa ruang tengah.
Awalnya Lucy ragu, namun akhirnya ia menurut saja apa
yang Liam katakan. Lucy mengamati Liam yang saat ini tengah mengeluarkan sebuah
kotak kecil dari dalam bungkusan hitam yang Lucy ingat tadi bungkusan itu
dibawa Liam saat masuk rumah. Setelahnya Liam turut memposisikan tubuhnya duduk
di samping Lucy dan menatap Lucy yang saat ini tengah menatapnya dengan
ekspresi kuriositas, terlebih ketika Liam menyodorkan kota kecil itu padanya.
“Bukalah,” pinta Liam setelah kotak kecil itu
berpindah tangan pada Lucy.
Lucy membuka kotak kecil itu dan menemukan sesuatu di
dalamnya yang membuat kedua alisnya bertaut. “Ap, apa ini?”
Liam menghembuskan nafasnya lantas bersandar pada
sofa. Pria itu lebih memilih menatap layar tv yang entah acara apa yang sedang
ditayangkan. “Kamu bukan anak kecil yang tidak tahu apa itu.”
“Iya aku tahu. Tapi, ini-”
“Jangan dilihat bentuknya. Memang terlihat abstrak.
Tapi aku membuatnya dengan susah payah,” Liam kembali menatap Lucy yang
menimang-nimang isi di dalam kotak itu.
Lucy kembali menatap Liam menuntut penjelasan dari
sang kakak.
“Iya, kakak tahu kamu pasti marah karena kakak tidak
menemanimu seharian ini di rumah. Dan kakak sangat tahu sekali adik kakak yang
manis ini benar-benar marah karena kakak tidak mengucapkan selamat ulang tahun
kan?”
Lucy hanya diam mendengarkan Liam melanjutkan
penjelasannya.
“Kakak ingin memberi kejutan untukmu awalnya. Memang
benar kakak di rumah pacar kakak seharian ini. Tapi tidak berkencan seperti
yang kamu pikir. Kakak belajar membuat coklat itu di rumahnya. Kakak ingin
membuat coklat berbentuk Winnie The Pooh sebagai kado ulang tahunmu. Hanya
saja.... Yah seperti yang kamu lihat, bentuknya malah abstrak seperti itu.
Padahal kakak sudah berkali-kali membuatnya sampai senja. Ckk, menyebalkan.
Ternyata sangat sulit membuat bentuk yang bagus,” terang Liam membuat kedua
sudut bibir Lucy akhirnya tertarik untuk pertama kalinya setelah seharian
cemberut.
“Jadi...” Liam kembali menangkup kedua pipi Lucy namun
kali ini Lucy tak menolaknya. “Selamat ulang tahun Lucy. Kakak bukannya tak
ingat, kakak hanya ingin memberi kejutan tapi sepertinya gagal. Jangan marah
lagi yaaaa...” Liam menghapus sisa air mata di wajah Lucy dengan ibu jarinya.
Bukannya berhenti menangis, namun Lucy malah tak tahan
untuk menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Gadis itu lantas
segera menghambur dalam pelukan kakak laki-lakinya. “Hiks, kakak jahat. Lucy
pikir kakak sudah melupakan ulang tahun Lucy. Lucy bahkan sempat membenci pacar
kakak, karena sudah merebut seluruh perhatian kakak dari Lucy, hiks...”
Liam tersenyum seraya membalas pelukan sang adik.
“Tentu saja tidak. Kakak tidak akan pernah melupakan ulang tahunmu. Lagi pula,
tak ada satupun di dunia ini yang mengalahkan kecantikanmu. Tapi, yah tantu
saja kamu wanita tercantik nomor dua
setelah ibu.”
Lucy melepaskan pelukannya dan mencubit pinggang Liam
membuat pria itu meringis heboh. “Kakak tidak usah berlebihan seperti itu.”
Liam mengelus pinggangnya dan berpura-pura kesakitan
meskipun sebenarnya cubitan Lucy memang membuat nyeri pinggangnya. “Oh ya, kamu
tidak membenci pacar kakak kan? Dia kan sudah membantu kakak membuat coklat
itu.”
“Lucy ingin membunuhnya tadi-“
“Apa??!”
“Hey, tentu saja tidak jadi. Meskipun coklat itu
berbentuk abstrak, tapi aku harus berterima kasih untuknya,” ucap Lucy tulus.
Liam kembali memeluk Lucy, dan kali ini lebih erat
dari sebelumnya. “Kakak sayang sama Lucy. Posisi Lucy di hati kakak tentu tidak
sama dengan pacar kakak. Lucy sangat berharga bagi kakak. Sekali lagi, selamat
ulang tahun adik kakak tersayang.”
Setetes air mata kembali meluncur dari sudut mata
Lucy. Gadis itu benar-benar terharu dengan ucapan tulus Liam barusan. “Heum.
Lucy juga sangat sayaaaang kakak. Terima kasih kado ulang tahunnya. Dan terima
kasih selama ini sudah menjaga Lucy dengan baik.”
Kedua kakak beradik itu menikmati hening selama
beberapa menit dalam pelukan mereka. Oh, lupakan saja apa yang terjadi seharian
ini. Karena pada dasarnya, mereka berdua memanglah diciptakan menjadi kakak
beradik yang manis dan saling menyangi.
~krryyyuuukk
Lucy dengan cepat melepaskan pelukannya setelah
mendengar bunyi perut Liam. Sementara Liam hanya terkekeh dan menggaruk
pelipisnya yang sama sekali tidak gatal.
“Kakak belum makan seharian ini, jadi... Bisakah kamu
buatkan sesuatu yang bisa dimakan?”
Lucy memandang horror
Liam. “Jadi pacar kakak tidak memberi kakak makan seharian di rumahnya?? Awas
saja, aku akan membuat perhitungan dengannya...!”
“Hey, Lucy bukan begitu... Lucy tunggu apa yang kau
lakukan?!” seru Liam panik saat Lucy menelpon seseorang.
“Halo Kak Sophia, ini aku Lucy adik Kak Liam. Apa yang
kakak lakukan pada kakakku huhh??? Kakak tidak memberinya makan sedikitpun
atau-”
Liam segera merebut ponsel Lucy. “Hai sayang. Maaf,
tadi adikku tidak bermaksud marah-marah. Eum, nanti aku telpon lagi yah. Dah
sayang...”
Liam menatap Lucy dengan pandangan tak suka. Begitu
pula dengan Lucy yang sekarang tengah melipat kedua tangannya di depan dada.
“Kenapa kamu bertindak sejauh itu?”
“Memangnya apa yang salah? Bukankah sebagai pacar
seharusnya ia memberi kakak makan?”
“Bukan salah Sophia, tapi aku yang tidak sempat
memakan masakan buatannya. Lagi pula kamu harus berterima kasih pada Sophia
tahu.”
“Berterima kasih untuk apa? Untuk meminjam kakakku
seharian dan membuat kakak mengabaikanku begitu?”
“Kenapa kamu bilang begitu? Bukankah tadi sudah kakak
jelaskan...”
Yah, sepertinya kisah ini tak akan ada habisnya jika
diceritakan. Liam dan Lucy memanglah kakak beradik yang teramat sangat manis.
Mudah bertengkar, dan sangat mudah kembali berbaikan. Namun dibalik itu semua,
mereka saling menyayangi satu sama lain.
Persaudaraan yang sangat manis. Semanis coklat ;)
.
.
FIN
Wah wahh...
Apa-apaan ini,
aku jadi pengen punya kakak laki-laki kayak Daddy Liam masaaa u_u
Tapi sayangnya
aku tak punya kakak laki-laki huhuuu T.T
Sulit banget
menyelesaikan bagian akhir cerita ini, karena aku lupa dulu gimana pengennya
alur untuk endingnya. Jadi, Yesungdahlah aku bikin seadanya saja.. wkwkk..
Semoga FF ini
masih layak baca yah J
Makasih yang
sudah mau baca ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar