Be Happy^^

No More Pain, No More Cry (: (:

Rabu, 14 Oktober 2015

(Fanficion) Chocolate Love - Liam's Story



CHOCOLATE LOVE
(Liam’s Story)
.
.

Author:
Aisyah a.k.a Cloudisah

Cast:
One Direction’s Liam Payne
OC’s Lucy

Genre:
Family

Warning:
Typo, alur ngebut, OOC, de.el.el

.
.

Cuap-cuap Author:
Nih cerita uda aku bikin tahun kemaren, tapi bagian akhirnya belom diselesaikan. Aku bahkan lupa kalau aku pernah bikin cerita ini, hihi ^^ Waktu aku berniat membersihkan arsip di folder draft, ketemulah FF ini yang terbengkalai di bagian akhirnya. Daripada mubazir jadi aku putuskan untuk memposting FF ini setelah lebih dulu menyelesaikan bagian endingnya... Happy reading J

<3<3<3

Chocolate Love

Hari ini akan menjadi hari yang sangat menyebalkan sekaligus membosankan bagi gadis berambut pirang sebahu yang sedang duduk di atas tempat tidurnya sambil memeluk boneka Winnie The Pooh kesayangannya. Dan mungkin hari ini juga akan menjadi ulang tahun yang paling dibencinya.

Oke salahkan Liam yang pagi-pagi tadi sudah pergi dengan motor kesayangannya ke rumah pacarnya untuk menghabiskan hari Minggu ini bersama. Memang Lucy tak bisa menyalahkan Liam sepenuhnya karena ia sendiri benar-benar paham kalau ia dan Liam bukan lagi anak-anak, mereka sudah memasuki usia remaja saat ini. Mereka bukan lagi anak-anak yang sering bertengkar lalu berbaikan dengan mudahnya. Mereka bukan lagi anak-anak yang akan mandi bersama dengan bebek karet kesukaan mereka. Dan mungkin, mereka bukan anak-anak lagi yang saling bertukar kado di hari ulang tahun masing-masing.

Itu dia masalahnya.

Hari ini ulang tahun Lucy dan Liam bahkan sampai pagi ini belum mengucapkan ‘Selamat ulang tahun’ untuknya. Tahun lalu sebelum kakaknya itu sekolah di SMA, Liam masih seperti yang dulu. Yang selalu memberi kejutan untuknya tepat jam dua belas malam. Baiklah, sepertinya sejak masuk SMA dan memiliki pacar Liam lupa kalau ia memiliki adik yang manis yang masih membutuhkan perhatian seorang kakak.

Lucy memandang sebal pada foto berbingkai ungu di atas meja belajarnya, foto ia dan Liam saat ulang tahunnya tahun lalu. Saat itu Liam masih kelas 3 SMP, dan Lucy kelas 2 SMP. Saat itu mereka masih adik kakak yang manis, yang sering bertengkar, sering berebut makanan, namun saat itulah saat yang Lucy rindukan.

Saat di mana Liam belum masuk SMA, saat di mana Liam masih selalu memperhatikan Lucy, saat di mana Liam belum memiliki pacar. Oh lihatlah sekarang, Lucy sendirian di kamarnya karena orang tua mereka sedang dinas keluar kota. Bolehkah Lucy membenci pacar kakaknya? Gadis yang sudah merebut perhatian kakaknya darinya.

Ponsel Lucy berdering. Dengan malas gadis itu meraih benda berbentuk kotak di meja nakas dan melihat dengan malas nama penelpon yang mengganggu acara melamunnya.

Ekspresinya seketika berubah ketika membaca nama penelpon tersebut dan dengan segera ia menggeser tombol hijau pada layar ponselnya. “Halo Mia,” jawabnya antusias.

“Halo Lucy... Hey sahabatku yang cantik, selamat ulang tahun ya. Maaf tidak sempat mengucapkannya tadi malam karena aku ketiduran.”

“Hey... tak masalah. Selama kamu masih ingat ulang tahunku itu sudah cukup. Aku tahu kok kamu pasti lelah kan setelah membereskan perabotan di rumah barumu.”

“Hehee, iya kamu benar. Oh iya, hadiahnya akan segera menyusul.. besok aku berikan saat kita bertemu di sekolah, okey...”

“Hmmm,, terima kasih ya Mia, kamu memang sahabatku yang paling baik”

“Eits, kamu bicara apa sih. Ngomong-ngomong apa hadiah ulang tahun dari kakakmu tahun ini? Boneka Winnie The Pooh lagi?” Lucy bisa mendengar dengan jelas Mia yang terkekeh di seberang senang.

Ekspresi Lucy kembali keruh mendengar pertanyaan Mia barusan. “Jangankan hadiah, ucapan selamat ulang tahun saja dia belum mengucapkannya,” Lucy menghela nafas berat.

“Benarkah? Tumben sekali, bukankah biasanya dia selalu menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun untukmu?”

Lucy lagi-lagi menghela nafasnya. “Dia terlalu sibuk dengan pacarnya sekarang.”

“Lucy sayang, aku tahu bagaimana perasaanmu sekarang. Kamu pasti sedikit cemburu kan dengan pacar kakakmu itu? Hmm, aku juga dulu begitu saat kakakku akan bertunangan. Ckk, tapi lama kelamaan aku mulai biasa. Dan nanti kamu juga akan terbiasa seperti itu. Hanya saja, kakakmu sedikit keterlaluan. Yang benar saja dia, ulang tahun adik sendiri dilupakan dan malah sibuk berkencan. Kalau aku jadi kamu, pasti sudah aku pukuli dia habis-habisan, hahahaa...”

Lucy tersenyum mendengar penuturan sahabatnya itu. Mia benar, mungkin ia sedikit cemburu dengan pacar kakaknya.

“Oh ya, Lucy.. nanti aku telpon lagi ya. Ibuku memanggil untuk membantunya. Kami belum membereskan perabotan di dapur kemarin, ugh sepertinya hari ini aku sibuk lagi. Eumm, sekali lagi selamat ulang tahun Lucy... dah.”

“Dah. Selamat membereskan rumah barumu Mia.”

Sambungan telpon terputus.

Menyisakan Lucy yang kembali sendirian di dalam kamarnya. Jika saja Neverland itu benar-benar ada, Lucy akan dengan senang hati tinggal di sana dan mengajak Liam bersamanya sehingga ia dan kakaknya tidak perlu melewati masa remaja dan bisa terus bermain bersama.

Jam di ponsel Lucy menunjukkan angka 10.30 pagi. Dan ini masih terlalu pagi jika Lucy tidur siang. Namun sepertinya gadis itu lebih memilih tidur dari pada ia mati bosan sendirian di rumahnya. Toh ia tidak berminat menonton TV saat ini karena gadis itu sedang kesal pada kakak laki-lakinya.

<3<3<3

Jarum pendek jam dinding di ruang tengah sudah menunjuk angka delapan. Baiklah, lebih tepatnya sekarang sudah jam delapan malam dan Lucy benar-benar sendirian selama seharian di rumah. Tanpa Liam yang seharusnya menjaga adik perempuannya itu.

Lucy duduk di atas sofa di depan tv seraya memeluk kedua lututnya. Layar tv sudah menyala sejak satu jam yang lalu namun Lucy sama sekali tak melihat gambar pada benda kotak di hadapannya itu. Sejak tadi ia hanya menatap layar tv dengan pandangan kosong.

Sejak tadi Lucy menahan amarah serta umpatan-umpatan kasar untuk Liam yang sungguh dengan tidak berperikemanusiaan lebih memilih berkencan seharian dengan pacarnya. Liam sepertinya benar-benar lupa kalau ia memiliki seorang adik perempuan yang seharusnya ia temani di rumah saat orang tua mereka sedang pergi. Oh, atau Liam bahkan lupa jika ia memiliki rumah untuk tinggal? Jangan katakan Liam lebih memilih tinggal dengan pacarnya sekarang karena ini tak biasanya Liam pergi keluar rumah selama seharian.

~Ting tong...

Bunyi bell memenuhi indra pendengaran Lucy. Dengan malas gadis itu turun dari sofa dan melangkahkan kakinya dengan teramat-sangat-pelan menuju ruang tamu untuk membuka pintu.

Kedua bola mata Lucy hampir mencuat dari tempatnya ketika mendapati presensi seseorang yang sejak tadi memenuhi pikirannya. Orang itu tersenyum lebar dengan wajah innocent-nya dan tanpa mengucapkan sepatah kata, orang itu masuk melewati Lucy yang malah bergeming di ambang pintu.

“Adik yang baik... Kamu pasti menunggu kakak pulang kan?” Liam berucap setelah Lucy menghampirinya di ruang tengah. “Kamu kesepian sendirian di rumah?”

Lucy memutar bola matanya jengah. Bukannya merasa bersalah, pria itu malah sibuk menggonta ganti channel tv tanpa menatap Lucy sedikitpun dimana gadis itu saat ini tengah menatapnya dengan pandangan horror.

“Hey... Kenapa dengan wajahmu itu? Kalau merengut seperti itu nanti cepat tua sayang,” Liam tersenyum saat menatap Lucy sekilas dan kembali mengalihkan perhatiannya pada layar tv.

“Lucy benci kakak!”

Sejurus kemudian Lucy berlari meninggalkan ruang tengah menuju kamarnya. Bunyi debuman terdengar cukup nyaring setelah Lucy menutup pintunya dengan keras, sebagai tanda kalau ia sedang sangat marah pada Liam.

Tentu saja Liam tak bodoh untuk tidak mengerti situasinya. Pria itu segera menghampiri kamar adiknya yang sudah tertutup rapat.

Liam mengetuk pintu kamar Lucy dengan tak sabaran. “Lucy, buka pintunya....”

Tak ada sahutan dari dalam. Liam terus menerus mengetuk pintu kamar Lucy berharap adiknya itu mau membuka pintu.

“Lucy, sebenarnya ada apa? Kenapa kamu benci sama kakak? Lucy... Ayolah jangan begini, kakak juga sedang lelah okey...”

Masih tak ada sahutan. Dan tentu saja tak ada tanda-tanda pintu itu akan dibuka dengan senang hati oleh sang empunya kamar.

“Kakak sedang lelah sekarang. Jadi, kakak mohon Lucy jangan marah-marah seperti ini. Lucy, buka pintunya sebentar...” Liam masih tak menyerah untuk terus mengetuk pintu kamar adiknya.

Hampir saja Liam menyerah saat ia hendak berbalik meninggalkan kamar Lucy, ketika pintu itu perlahan terbuka dan sang pemilik kamar menatap Liam dengan mata sembab-nya. Sontak hal itu membuat Liam semakin khawatir melihat adik satu-satunya itu.

“Lucy, Lucy kamu kenapa?” tanya Liam panik dan menangkup kedua pipi chubby adiknya namun segera ditepis oleh Lucy.

“Kakak bilang kakak sedang lelah?” Lucy terkekeh sinis seraya bersidekap. “Jadi sebegitu lelahnya kah berkencan seharian? JADI SEKARANG PACAR KAKAK LEBIH PENTING DARI PADA LUCY HUHH??? KAKAK BAHKAN LUPA KALAU HARI INI ULANG TAHUNKU!”

Akhirnya Lucy mengeluarkan kalimat yang sejak tadi ia tahan. Gadis itu menghapus kasar air mata di wajahnya.

Liam terkejut saat Lucy berteriak seperti itu padanya. Bahkan ini baru pertama kali Liam mendapati Lucy seperti ini. Namun sebelah alis Liam terangkat saat menyadari apa yang baru saja adiknya katakan. “Berkencan?”

Lucy lantas kembali terkekeh. “Lalu ke rumah pacar itu kalau bukan berkencan apa namanya huh?”

Liam menghela nafas dalam lantas menarik paksa tangan Lucy untuk mengikutinya ke ruang tengah. “Duduk,” perintah Liam pada Lucy saat mereka berada di depan sofa ruang tengah.

Awalnya Lucy ragu, namun akhirnya ia menurut saja apa yang Liam katakan. Lucy mengamati Liam yang saat ini tengah mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalam bungkusan hitam yang Lucy ingat tadi bungkusan itu dibawa Liam saat masuk rumah. Setelahnya Liam turut memposisikan tubuhnya duduk di samping Lucy dan menatap Lucy yang saat ini tengah menatapnya dengan ekspresi kuriositas, terlebih ketika Liam menyodorkan kota kecil itu padanya.

“Bukalah,” pinta Liam setelah kotak kecil itu berpindah tangan pada Lucy.

Lucy membuka kotak kecil itu dan menemukan sesuatu di dalamnya yang membuat kedua alisnya bertaut. “Ap, apa ini?”

Liam menghembuskan nafasnya lantas bersandar pada sofa. Pria itu lebih memilih menatap layar tv yang entah acara apa yang sedang ditayangkan. “Kamu bukan anak kecil yang tidak tahu apa itu.”

“Iya aku tahu. Tapi, ini-”

“Jangan dilihat bentuknya. Memang terlihat abstrak. Tapi aku membuatnya dengan susah payah,” Liam kembali menatap Lucy yang menimang-nimang isi di dalam kotak itu.

Lucy kembali menatap Liam menuntut penjelasan dari sang kakak.

“Iya, kakak tahu kamu pasti marah karena kakak tidak menemanimu seharian ini di rumah. Dan kakak sangat tahu sekali adik kakak yang manis ini benar-benar marah karena kakak tidak mengucapkan selamat ulang tahun kan?”

Lucy hanya diam mendengarkan Liam melanjutkan penjelasannya.

“Kakak ingin memberi kejutan untukmu awalnya. Memang benar kakak di rumah pacar kakak seharian ini. Tapi tidak berkencan seperti yang kamu pikir. Kakak belajar membuat coklat itu di rumahnya. Kakak ingin membuat coklat berbentuk Winnie The Pooh sebagai kado ulang tahunmu. Hanya saja.... Yah seperti yang kamu lihat, bentuknya malah abstrak seperti itu. Padahal kakak sudah berkali-kali membuatnya sampai senja. Ckk, menyebalkan. Ternyata sangat sulit membuat bentuk yang bagus,” terang Liam membuat kedua sudut bibir Lucy akhirnya tertarik untuk pertama kalinya setelah seharian cemberut.

“Jadi...” Liam kembali menangkup kedua pipi Lucy namun kali ini Lucy tak menolaknya. “Selamat ulang tahun Lucy. Kakak bukannya tak ingat, kakak hanya ingin memberi kejutan tapi sepertinya gagal. Jangan marah lagi yaaaa...” Liam menghapus sisa air mata di wajah Lucy dengan ibu jarinya.

Bukannya berhenti menangis, namun Lucy malah tak tahan untuk menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Gadis itu lantas segera menghambur dalam pelukan kakak laki-lakinya. “Hiks, kakak jahat. Lucy pikir kakak sudah melupakan ulang tahun Lucy. Lucy bahkan sempat membenci pacar kakak, karena sudah merebut seluruh perhatian kakak dari Lucy, hiks...”

Liam tersenyum seraya membalas pelukan sang adik. “Tentu saja tidak. Kakak tidak akan pernah melupakan ulang tahunmu. Lagi pula, tak ada satupun di dunia ini yang mengalahkan kecantikanmu. Tapi, yah tantu saja kamu wanita tercantik  nomor dua setelah ibu.”

Lucy melepaskan pelukannya dan mencubit pinggang Liam membuat pria itu meringis heboh. “Kakak tidak usah berlebihan seperti itu.”

Liam mengelus pinggangnya dan berpura-pura kesakitan meskipun sebenarnya cubitan Lucy memang membuat nyeri pinggangnya. “Oh ya, kamu tidak membenci pacar kakak kan? Dia kan sudah membantu kakak membuat coklat itu.”

“Lucy ingin membunuhnya tadi-“

“Apa??!”

“Hey, tentu saja tidak jadi. Meskipun coklat itu berbentuk abstrak, tapi aku harus berterima kasih untuknya,” ucap Lucy tulus.

Liam kembali memeluk Lucy, dan kali ini lebih erat dari sebelumnya. “Kakak sayang sama Lucy. Posisi Lucy di hati kakak tentu tidak sama dengan pacar kakak. Lucy sangat berharga bagi kakak. Sekali lagi, selamat ulang tahun adik kakak tersayang.”

Setetes air mata kembali meluncur dari sudut mata Lucy. Gadis itu benar-benar terharu dengan ucapan tulus Liam barusan. “Heum. Lucy juga sangat sayaaaang kakak. Terima kasih kado ulang tahunnya. Dan terima kasih selama ini sudah menjaga Lucy dengan baik.”

Kedua kakak beradik itu menikmati hening selama beberapa menit dalam pelukan mereka. Oh, lupakan saja apa yang terjadi seharian ini. Karena pada dasarnya, mereka berdua memanglah diciptakan menjadi kakak beradik yang manis dan saling menyangi.

~krryyyuuukk

Lucy dengan cepat melepaskan pelukannya setelah mendengar bunyi perut Liam. Sementara Liam hanya terkekeh dan menggaruk pelipisnya yang sama sekali tidak gatal.

“Kakak belum makan seharian ini, jadi... Bisakah kamu buatkan sesuatu yang bisa dimakan?”

Lucy memandang horror Liam. “Jadi pacar kakak tidak memberi kakak makan seharian di rumahnya?? Awas saja, aku akan membuat perhitungan dengannya...!”

“Hey, Lucy bukan begitu... Lucy tunggu apa yang kau lakukan?!” seru Liam panik saat Lucy menelpon seseorang.

“Halo Kak Sophia, ini aku Lucy adik Kak Liam. Apa yang kakak lakukan pada kakakku huhh??? Kakak tidak memberinya makan sedikitpun atau-”

Liam segera merebut ponsel Lucy. “Hai sayang. Maaf, tadi adikku tidak bermaksud marah-marah. Eum, nanti aku telpon lagi yah. Dah sayang...”

Liam menatap Lucy dengan pandangan tak suka. Begitu pula dengan Lucy yang sekarang tengah melipat kedua tangannya di depan dada. “Kenapa kamu bertindak sejauh itu?”

“Memangnya apa yang salah? Bukankah sebagai pacar seharusnya ia memberi kakak makan?”

“Bukan salah Sophia, tapi aku yang tidak sempat memakan masakan buatannya. Lagi pula kamu harus berterima kasih pada Sophia tahu.”

“Berterima kasih untuk apa? Untuk meminjam kakakku seharian dan membuat kakak mengabaikanku begitu?”

“Kenapa kamu bilang begitu? Bukankah tadi sudah kakak jelaskan...”

Yah, sepertinya kisah ini tak akan ada habisnya jika diceritakan. Liam dan Lucy memanglah kakak beradik yang teramat sangat manis. Mudah bertengkar, dan sangat mudah kembali berbaikan. Namun dibalik itu semua, mereka saling menyayangi satu sama lain.

Persaudaraan yang sangat manis. Semanis coklat ;)

.
.
FIN

Wah wahh...
Apa-apaan ini, aku jadi pengen punya kakak laki-laki kayak Daddy Liam masaaa u_u
Tapi sayangnya aku tak punya kakak laki-laki huhuuu T.T
Sulit banget menyelesaikan bagian akhir cerita ini, karena aku lupa dulu gimana pengennya alur untuk endingnya. Jadi, Yesungdahlah aku bikin seadanya saja.. wkwkk..
Semoga FF ini masih layak baca yah J
Makasih yang sudah mau baca ^^



Tidak ada komentar:

Posting Komentar