Mas Pregant
.
.
Author:
Aisyah a.k.a Cloudisah
.
.
---^^---
Eung, okey sebenarnya hari libur ini aku sudah punya banyak
rencana yang akan dilakukan dari pagi sampai sore nanti. Mulai dari pergi ke
pasar berasama ibuku setelah sarapan pagi untuk membeli bahan-bahan membuat
bolu kukus nanti sore, lalu siang hari kami sekeluarga akan membuat menu
spesial makan siang yaitu membuat ikan bakar bersama, lantas selepas tengah
hari aku akan tidur siang –aku sudah lama tidak tidur siang- dan sore hari aku
akan membuat bolu kukus. Aku sangat suka membuat berbagai jenis kue.
Tapi semua rencanaku hancur berantakan karena sahabatku
–kurasa aku harus memutuskan persahabatan kami sebentar lagi- yang seenaknya
menculikku pagi-pagi sekali dan membawaku ke rumahnya. Apa kalian tahu apa yang
ia lakukan padaku?
“Aku benar-benar tidak mengerti jalan pikiran wanita”, ia
masih berusaha membuat adonan kue tart yang ke-tujuh-kalinya setelah enam
adonan sebelumnya gagal total dan berakhir di tempat sampah. “Kenapa ia ingin
aku membuatkannya kue tart di hari ulang tahunnya”
“Dan aku tidak mengerti jalan pikiranmu”, jawabku ketus.
“Kenapa denganku?”, ia mengalihkan fokusnya dari adonan dan
menatapku yang terduduk pasrah di samping kulkas.
“Aku sudah mengajarimu berkali-kali tapi kau selalu gagal
membuatnya. Aku tidak tahu sebenarnya apa yang kau pikirkan selama membuat kue
tart itu”
“Aku tentu saja memikirkan kekasihku”, ia memanyunkan
bibirnya. Tssk, wajahnya terlihat semakin menyebalkan.
“Kalau kau memikirkan kekasihmu, seharusnya kau bisa
membuatnya lebih baik lagi. Kau pikirkan bagaimana kekasihmu bisa memakan kue
tart yang gosong huhh?”. Ia mengacuhkanku dan mulai mengambil mixer untuk
mengocok adonannya. “Sudah kubilang biar aku yang membuatnya”, sambungku. Aku bahkan
sudah mengatakan ini empat kali.
“Eits, ini hadiah spesial untuk kekasihku jadi aku akan
membuatnya dengan tanganku sendiri”
“Tapi kau keterlaluan. Aku sudah membimbingmu membuatnya tapi
sejak tadi tidak ada hasilnya. Kau sudah mengacaukan hariku”, aku sudah mulai
frustasi sekarang. Ini sudah tengah hari dan aku sudah sangat kelaparan. Tadi
ia hanya memberiku dua bungkus roti dan segelas susu coklat. Hey, aku orang
Indonesia. Orang Indonesia belum makan jika belum bertemu nasi.
“Mas Pregant aku lapar”, erangku karena sejak tadi
cacing-cacing di dalam perutku sudah berdemo untuk minta diisi.
“Kau cari di dalam kulkas ada roti”, ia masih berkutat dengan
adonannya tanpa menoleh padaku.
“Kau gila... Aku tidak mau makan roti. Aku ingin makan
nasi...”
“Tssk, kau ini berisik sekali”
Aku semakin pasrah duduk di samping kulkas. Saat ini orang
tua Mas Pregant sedang berada di rumah neneknya di luar kota, jadilah sekarang
aku sebagai korban penindasan tak berperikemanusiaan di dapurnya. “Kalau begitu
pesankan aku makanan”
“Ckk, sebentar lagi. Aku sedang sibuk...”, ia masih tak
mengindahkanku yang sudah diambang hidup dan mati.
“Kalau begitu biar aku yang pesan sendiri”, aku mencoba
bangkit berdiri namun ia segera menahanku.
“Kau tidak boleh kemana-mana, kau harus menginstruksikan sampai
adonan ini masuk ke dalam oven”
Aku berteriak kesal dalam hati. Pria ini benar-benar
seenaknya saja. “Kau ingin melihatku mati kelaparan huh???”
“Kau tidak akan mati tenang saja...”, jawabnya enteng.
Aku menatap jengah padanya. Kalau bukan untuk balas budi
karena minggu yang lalu ia rela hujan-hujanan demi menjemputku di minimarket,
aku tidak akan sudi melakukan ini untuknya. Oh Tuhan tolonglah aku T_T
---^^---
Jam di pergelangan tanganku sudah menunjukkan angka dua nol
nol. Dan sampai jam dua siang ini aku bahkan belum makan sesuap nasipun.
Untunglah aku tidak memiliki riwayat sakit maag, kalau tidak tamatlah riwayatku
sejak tadi. Dan tepat di jam dua nol nol ini Mas Pregant berhasil membuat
kuenya yang ke sembilan. Dan ini adalah kue terakhir karena persediaan tepung
dan bahan lainnya sudah habis. Kurasa aku bisa bernafas lega sekarang. Paling
tidak sebentar lagi aku bisa menikmati lezatnya makanan pokok bernama nasi.
Dan setidaknya kue ke-sembilan ini adalah yang paling baik dibandingkan
delapan sebelumnya meskipun masih ada sedikit gosong dibagian sisinya, toh
nanti bisa dipotong.
“Mas Pregant.. Makan”, aku yakin sekarang aku sudah seperti
pengemis, ugh menyebalkan.
“Tunggu sebentar ya, aku masih memberi hiasan di atasnya”
“Ckk.. kau dari tadi mengatakan sebentar sebentar dan
sebentar. Aku benar-benar sudah tidak tahan lagi..”, aku memandang sebal
padanya yang mulai menaburkan choco chip di bagian atas kue tart.
Aku ingin sekali mencakar-cakar wajahnya itu kalau saja aku
punya tenaga, sayangnya saat ini aku
benar-benar tidak memiliki tenaga. Aku sedang memiliki masalah dengan
cacing-cacing di perutku. Ckk..
“Tadaaa...”, ia mengangkat tart-nya dengan wajahnya seperti
seorang anak kecil yang mendapatkan kado super besar di hari ulang tahunnya.
“Hey kau tidak senang kalau tart ini akhirnya selesai huh?”, tanyanya lantas
meletakkan tart itu kembali ke atas meja karena aku hanya menatap datar
padanya.
“Iya, iya aku senaaaaang sekali. Akhirnya penderitaanku akan
segera berakhir. Jadi bisakah kita makan sekarang?”
“Sejak tadi kau hanya memikirkan makan saja. Baiklah-baiklah
aku tidak mau besok masuk Kaltim Post dan berada di bagian Headline News karena
membuat seseorang meninggal karena kelaparan dan tidak memberinya makan”, aku
segera melemparkan kain serbet ke wajahnya usai ia menyelesaikan kalimatnya.
“Kau mau makan apa? Di kota kita tercinta ini tidak ada Pizza atau Burger atau
apapun seperti di TV, jadi bagaimana kalau kita pesan Nasi Padang saja?”
“Yayayaa.. Terserah kau saja, tapi aku tidak mau yang pedas”
“Ckk.. Iya baiklah”, ia lantas pergi keluar meninggalkanku di
dapur sendirian.
“Hey, kau mau ke mana??!”
“Mau beli Nasi Padang di seberang rumahku. Ah ya, tolong kau
bersihkan dapurku itu oke,, setelah aku kembali harus sudah bersih. Kalau masih
berantakan aku tidak akan memberimu makan”, lantas ia segera menghilang keluar
rumah.
“Apaaa???!!”. Oh God. Dia benar-benar menyebalkan. Dengan
pasrah dan sisa tenaga yang kumiliki aku membereskan dapurnya yang sudah kacau
dengan berbagai peralatan dan bahan-bahan yang berserakan.
---^^---
Mungkin kalian akan bertanya kenapa aku memanggilnya “Mas
Pregant”. Sederhana, dulu ia salah menyebutkan kata ‘Pregnant’ dengan
‘Pregant’. Dan ia mengatakan ‘Pregant’ berkali-kali sampai akhirnya aku memanggilnya
‘Mas Pregant’ karena kesalahannya itu. Tidak masuk akal memang. Biar saja, toh
dia juga tidak protes kupanggil seperti itu.
“Kau sudah membereskan dapurku?”, ia tiba-tiba muncul dan
membawa bungkusan hitam.
“Heumm”, gumamku karena saat ini aku sedang fokus menatap
layar TV mengenai koalisi Capres 2014.
“Anak pintar... Ya sudah aku ambil piring dulu”, ia berlalu
meninggalkanku menuju dapur. Aroma Nasi Padang dari dalam bungkusan hitam itu
sudah menguar membuatku tak tahan lagi menyantapnya.
“Kapan kau mengantakan kue itu untuk kekasihmu?”, aku mencoba
membuka pembicaraan setelah beberapa menit kami terdiam menikmati makan siang
di depan TV.
“Nanti malam sekaligus memberinya kejutan, kenapa? Kau mau
ikut?”
Aku mencibirnya, yang benar saja, apa dia pikir aku mau jadi
obat nyamuk huh?. “Ckk... Aku kan hanya bertanya, lagi pula untuk apa aku
ikut..”
“Yah siapa tau...”, ia terkekeh dan wajahnya terlihat
menyebalkan. “Oh ya, kenapa kau tidak cari pacar saja Mer?”
Aku menatap malas padanya lalu mengalihkan perhatianku
kembali pada layar TV. Dia kan pasti sudah tahu alasanku.
“Kau mau tidak ikut kontak jodoh? Biar kubantu”,
pertanyaannya barusan membuatku sontak hampir melemparkan sendok yang kupegang
ke wajahnya. Hey, aku seperti tidak laku saja.
“Kau pikir aku wanita murahan? Sudah kubilangkan aku tidak
ingin pacaran saat ini?”
“Iya-iya aku tahu... Tapi kan siapa tahu saja kau berubah
pikiran”
Aku mendelik dan mengacuhkan ucapannya. Kalau kuladeni pasti
tidak akan ada habisnya. “Setelah ini antar aku pulang..”, pintaku.
“Tidak mau”
“Huh? Jadi kau ingin aku pulang jalan kaki begitu ke
rumahku?”, tanyaku tak percaya. Oh kalau begitu aku tidak akan sudi lagi
membantunya.
“Temani aku mencari hadiah ulang tahun yaa, setelah itu baru
kuantarkau pulang”, pintanya dan menunjukkan puppy eyes-nya yang sama sekali
tidak mempan untukku.
“Tidak mau”
“Ayolah Mer..”
“Tsk, aku ingin pulang. Aku ingin tidur siang okey...”
“Umairoh yang baik hati, Umairoh yang manis, Umairoh yang
senang menolong, Umairoh yang tidak sombong, Umair-“
“Stop. Stop sampai di situ... Aku bilang tidak mau ya tidak
mau. Jangan memaksaku”, aku segera menghabiskan makan siangku. Ugh biarlah aku
pulang jalan kaki asal aku tidak menemani pria menyebalkan ini. Aku tahu ia
tidak mungkin sebentar kalau sudah ke pasar, dan aku pasti akan kehilangan
waktu tidur siangku yang sangat sulit
kudapatkan. “Aku sudah selesai, kalau begitu aku pulang dulu... Bye”
Setelah menenggak segelas air putih, aku segera berlari
menuju pintu rumahnya. Dan...
Yeah, sepertinya aku benar-benar sedang menjadi korban
penindasan hari ini.
“Kau tidak bisa pergi karena kuncinya ada padaku”, ia
mengangkat tinggi-tinggi kunci di tangannya sambil menunjukkan ekspresi
kau-harus-menuruti-perintahku.
Ugh, dan hari ini pasti akan berakhir tanpa sesuai dengan
rencanaku sedikitpun. Kalau begini caranya aku lebih baik segera mencari lelaki
untuk kujadikan pacar T_T
Dan aku hanya bisa terduduk pasrah di depan pintu sambil
memeluk lututku, “Mas Pregant kau tega sekali...”
.
.
Fin
Ehm, okey ini cerita nggak ada maknanya sama sekali, nggak
jelas ceritanya tentang apaan... ah ini cuman pelampiasan dari pusingnya sama
tugas kuliah yang belibet bin bikin mumet.... bhuahahhahahaa
Hellow Mas Pregant, hahaa... Makasih namanya udah boleh aku
pinjem dicerita ini dan aku nistakan macam begitu.. hihii...
((yeyeyellalalala))
/dance Wolf bareng Luhan Oppa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar