Be Happy^^

No More Pain, No More Cry (: (:

Selasa, 29 September 2015

Cinta dari Sang Pemilik Cinta



Oleh: Aisyah

Sekali lagi lubang itu membuatku jatuh. Terlalu dalam dan kali ini bahkan semakin dalam. Aku tak sepenuhnya menyalahkan lubang itu yang membuatku kini hidup dalam keterasingan dan kesepian yang semakin menggerogotiku tiap perputaran waktu yang terus berjalan tanpa bisa dihentikan dan tanpa bisa kembali lagi.

Seharusnya aku tak jatuh untuk yang kedua kalinya mengingat betapa sakit rasanya jatuh ke dalam lubang itu. Tapi apalah daya hawa nafsu yang dituruti semakin menjadi-jadi. Semua terasa semakin menggiurkan setelah aku berhasil keluar dari lubang itu, awalnya. Namun setan tak berhenti sampai di situ saja. Para setan itu bahkan membuatku semakin buta dengan delusi yang tak tergambarkan bagaimana keindahannya.

Dan disinilah aku.

Di dalam lubang pengap, gelap, sepi, dan kehampaan yang tiada akhir. Tak gelap sepenuhnya memang. Setitik cahaya masih bisa kulihat. Hanya setitik. Dan cahaya itu terlalu jauh untuk bisa kujangkau. Terlalu jauh, dan hanya kemustahilan yang kudapati jika aku berusaha mencapainya.

Aku tak mungkin menyalahkan takdir. Dan tak bisa menyalahkan takdir. Sang takdir yang seolah memperolokku dan seolah terus mempersakitku ditiap tarikan oksigen yang dilakukan sistem pernafasanku. Karena pada dasarnya aku sendirilah yang memperburuk sang takdir itu. Memperburuk takdir dengan menjadi budak dari sesuatu yang bernama hawa nafsu. Hingga yang bisa kulakukan hanyalah mencari jalan keluar dari lubang ini meskipun tertatih hingga berdarah di sekujur tubuhku.

Aku ingin berteriak, “Dimanakah Tuhan??! Kenapa Dia selalu menghadirkan segala kegelapan ini untukku? Kenapa harus aku? Kenapa??!”

Dan aku tahu aku salah.

Bukan Tuhan yang menghadirkan kegelapan itu untukku. Tapi akulah yang memilih kegelapan itu yang dipenuhi jerat setan beserta segala tipu daya dan muslihatnya yang tampak seperti fatamorgana dalam sahara. Aku sendiri yang menyerahkan diriku untuk diperbudak nafsu dan terlalu apatis dengan seruan-seruan dari jalan cinta-Nya.

Hingga jalan cinta-Nya yang begitu terang terasa semakin melindap dan aku harus menanggung sakitnya terjatuh dalam kubangan lubang gelap untuk kedua kalinya. Tanpa arah. Membuatku semakin tersesat dan jatuh semakin dalam. Kurasa mati adalah pilihan terbaik. Namun Malaikat Maut sepertinya enggan menghampiriku dalam lubang ini.

Dalam keputusasaan seraya terus merangkak tertatih kudapati alunan bisikan yang senantiasa beresonansi dalam hati kecil ini. Namun kuhanya memilih berpretensi akan hal itu. Toh segala bisikan itu tak bisa menyelamatkanku dalam kepekatan gelap lubang yang aku tak tahu seberapa dalamnya.

Namun semakin ku berpretensi dan bersikap abai akan segala bisikan yang semakin meraung dalam hati kecilku, semakin sakit yang kudapat. Bahkan semakin sulit keluar dari lubang ini yang kurasa kedalamannya semakin bertambah di tiap langkah yang kujajaki agar bisa keluar. Dan kudapati kepekatan gelap semakin melingkupi sekujur tubuhku.

Berhenti adalah satu-satunya hal yang bisa kulakukan. Dalam kelimpungan kubiarkan segala bisikan itu memenuhi hati kecilku hingga menjalar ke seluruh organ dalam tubuhku. Seketika kurasakan sejuk yang tak pernah kurasakan bahkan sebelum aku terjatuh dalam lubang ini. Sejuk dan damai di saat yang bersamaan. Sejuk dan damai yang tanpa kusadari menghadirkan cahaya putih yang sedikit mampu menerangi gelepan yang terus melingkupiku dalam lubang gelap ini.

Hingga tanpa kusadari wajahku sudah basah sepenuhnya dengan air mata yang menganak sungai dan terus mengalir tanpa bisa kuhentikan. Kedua tungkaiku tak mampu lagi menahan berat tubuhku, membuatku tersungkur dengan kedua lututku yang bertumpu untuk menahan tubuh ini.

Berbagai memori masa lalu seketika berputar bagaikan roda film. Aku bergeming dengan menahan sesak kala memori itu menampilkan gambar tokoh “aku” yang tengah menjadi budak hawa nafsu dunia. Segalanya terasa indah namun penuh kepalsuan, dunia ciptaan setan.

Aku meringis. Terisak.

Lubang ini, aku putuskan harus keluar dari tempat ini. Secepat yang aku bisa. Agar bisa segera kembali ke jalan cinta-Nya. Kutemukan cara agar aku tak tertatih dan kesakitan pun berdarah di sekujur tubuhku.

Aku beringsut, bersimpuh, dan bersujud. Kusebut nama yang sering kuabaikan selama ini.

Allah. Allah. Allah.

Lelehan air mata terus tumpah tak terbendung. Hadirkan getar hebat kala tak lagi kudapati diri ini dalam lubang gelap. Tak lagi kudapati diri ini dalam pengap, sepi, dan keterasingan.

Allahu Akbar. Allahu Akbar.

Laa ilaaha illallah...

Astaghfirullah wa atubu ilaih...

Apatah artinya hidup yang selama ini kujalani tanpa Dia bersamaku. Apatah artinya jiwa kosong ini tanpa pemiliknya yang Hakiki.

Kegelapan ini, hadir kala kuabaikan Rabb-ku. Terus menerus menikmati ilusi dan delusi yang kesegalanya bersumber dari iblis laknatullah.

Kubiarkan diri ini terus bersujud. Semakin terang segalanya hingga gelap itu sirna sepenuhnya. Kembali kucoba raih genggaman Illahi. Yang tak pernah meninggalkanku. Yang tak pernah membiarkanku dalam keterasingan, karena aku memiliki-Nya yang cinta-Nya tak pernah habis untuk kuhirup.

Dan kucoba berjanji, takkan lagi terjatuh dalam lubang itu untuk yang ketiga kalinya. Kupegang erat cinta-Nya agar senantiasa menuntunku dan agar aku tak kembali terseret derasnya arus nafsu syahwat yang sulit terbendung jika aku tak memiliki-Nya di setiap helaan nafas ini.

Semakin kucoba hirup cinta-Nya, semakin terang yang kudapati. Lubang itu menghilang sepenuhnya dan hadirkan serbuk bahagia tak tertara saat nama-Nya terus diucapkan kedua belah bibir ini. Cinta-Nya yang hakiki. Cinta-Nya yang suci. Cinta dari Sang Pemilik Cinta.

Cinta dari Allah. Rabb manusia, Rabb semesta alam, Rabb sekalian makhluk, Rabb Yang Maha Esa.

Allah.

Jangan biarkan diri ini kembali lagi dalam lubang gelap. Jangan singkirkan rahmat, cinta, dan kasih sayang-Mu. Jangan biarkan terlepas genggaman hamba dalam perjalanan menuju dunia abadi, akhirat-Mu.

Subahanallah.

Cintai Allah yang selalu mencintaimu, Cintai Allah yang tak pernah meninggalkanmu.

Karena cinta-Nya, begitu luas melebihi samudra. Ia takkan membiarkanmu sekalipun kau dalam kubangan kenistaan. Cintailah Dia, niscaya bahagia milikmu, dunia dan akhirat.

Insya Allah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar