A Conversation The Two of Us
.
.
Author:
Aisyah
a.k.a Cloudisah
.
.
<3<3<3
Sore hari tak pernah sepanas ini bagi Mawar. Gadis yang baru
saja merayakan ulang tahun ke-tujuh belasnya itu masih duduk di bangku taman
seraya terus memainkan jemarinya dengan resah. Sesekali netranya menilik ke
jalanan kecil di hadapannya, menunggu presensi seorang pemuda yang akan menjadi
suaminya tak lama lagi.
Berkali-kali gadis itu mengibaskan telapak tangannya di depan
wajahnya berharap mampu mengurangi rasa panas yang entah dari mana. Oh sungguh,
sore ini cuaca sangat bersahabat dengan awan yang menghampar di permadani
langit serta angin sore yang begitu sejuk menerpa kulitnya yang terbuka. Tapi
entah kenapa seluruh tubuh gadis itu serasa panas seperti akan demam.
Baiklah, sepertinya ia perlu meminum segelas besar air dingin
untuk menormalkan sistem kerja tubuhnya. Bahkan jantungnya saja sejak tadi tak
henti-hentinya bertalu dengan frekuensi yang teramat cepat. Paru-parunya pun
serasa begitu cepat kehabisan oksigen membuatnya harus terus menerus menghela
nafas panjang.
“Hey... Sudah lama menungguku?” suara pemuda yang selama
seharian ini memenuhi otaknya terdengar mengalun dengan begitu indah di
sampingnya. Dengan cepat Mawar menatap pria itu yang kini memakai baju kaos
berwarna merah serta celana jeans
selutut yang kemudian duduk di sampingnya. “Maaf membuatmu menunggu lama. Tadi
ada yang harus aku lakukan dulu di rumah,” sambung pria itu lagi sebelum sang
gadis menjawab sapaan awalnya.
Kedua sudut bibir Mawar terangkat. Iris caramel-nya dengan jelas menilik pada manik kelam sang pria yang
juga kini tengah menatapnya dengan lembut. Oh Tuhan, rasanya jantung Mawar
ingin melompat dari tempatnya saat pria itu terus menghujami irisnya dengan
tatapan lembutnya. Buru-buru gadis itu mengalihkan perhatiannya dari wajah sang
pria dan menatap jalanan kecil tak jauh dari bangku taman tempat mereka duduk
sekarang.
“Ti, tidak. Aku juga baru saja sampai,” ucapnya pelan dan
berharap agar wajahnya saat ini tak semerah tomat.
Sang pria di sampingnya menganggukkan kepalanya pelan dan
terkekeh saat melihat gadis itu yang kini wajahnya seperti kepiting rebus. “Kau
tahu tidak. Aku sangat menyukai ekspresi malu-malu mu itu. Wajahmu yang memerah
itu membuatku semakin gemas,” ucapnya yang membuat wajah Mawar semakin memerah.
Mawar berdecak kesal karena pria itu terus terkekeh. “Tsk,
berhenti menertawakanku Kak Asir. Kau senang membuatku malu seperti ini huh?”
Pria di sampingnya yang bernama Asir itu dengan segera
menghentikan kekehannya dan berdehem sejenak sebelum mengeluarkan suaranya.
“Ehm... Dek, setelah kita menikah nanti apa kamu mau ikut denganku ke Batu
Kajang?” air muka Asir kali ini berubah serius.
Mawar kini menatapnya dengan alis bertaut. Jujur saja, ini
yang membuatnya terasa panas sejak tadi. Ia tak menyangka tinggal menunggu
hitungan kurang dari dua puluh hari lagi ia dan Asir resmi menjadi sepasang
suami istri. Dan ia benar-benar terlalu gugup untuk itu. Bahkan memikirkan
hidup terpisah dari orang tuanya dan tinggal bersama Asir kelak membuat
dentaman jantungnya semakin menggila.
“Heumm, tentu saja. Aku akan dengan senang hati mengikuti
Kakak,” Mawar mengangguk pasti serta dengan senyuman yang sejak tadi tak hilang
dari wajahnya.
Asir tersenyum senang lantas kini fokusnya beralih pada
hamparan biru dengan awan putih yang menghiasi di atas sana. Ia sendiri masih
belum menyangka jika ia akan menjadi suami dari gadis yang ia kenal dari orang
tuanya itu. Seorang gadis yang baru ia kenal satu minggu namun sudah berhasil
merebut segenap perhatiannya. Ia benar-benar merasa menjadi pria paling
beruntung di dunia ini karena berhasil mendapatkan gadis manis seperti Mawar.
Gadis manis dengan perilaku yang sungguh berbeda dari gadis kebanyakan yang
selama ini pernah ia kenal.
Sebelum Asir memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya
dan meminta orang tuanya untuk mencarikan pendamping hidup untuknya, ia sudah
mengenal banyak wanita bahkan sudah mengencani beberapa wanita itu. Hanya saja
hubungannya dengan gadis-gadis itu tak bisa berlangsung lama dan tak bisa
dipertahankan untuk melaju ke jenjang pernikahan.
Namun dunianya seakan berubah saat pertama kali ia bertemu
Mawar, gadis pilihan ayahnya. Asir merasa untuk itulah ia hidup. Untuk itulah
Tuhan memberinya pekerjaan dengan gaji yang cukup besar di perusahaan. Karena
Tuhan akan menitipkan seorang gadis luar biasa kepadanya. Seorang gadis yang
terpaut tiga tahun lebih muda darinya itu, namun memiliki tingkat kedewasaan
yang berbeda dari gadis seusianya kebanyakan.
“Ehm...” Asir berdehem untuk mengurangi kecanggungan karena
sejak bermenit-menit berlalu kesunyian melingkupi keduanya. “Kau ingin
jalan-jalan sebentar tidak?” tawar Asir pada gadis di sampingnya yang
sepertinya begitu menikmati permadani langit yang berhampar tak berujung di
atas sana.
Mawar menggeleng pelan membuat kedua alis Asir bertaut
bingung. “Aku hanya ingin duduk di sini bersama Kakak. Aku sangat menikmati
momen kebersamaan bersama Kak Asir seperti ini, sungguh,” ucap Mawar menatap
tulus manik Asir.
Kedua sudut bibir Asir semakin tertarik. Ia juga begitu
menikmati momen kebersamaan mereka berdua seperti saat sekarang ini.
“Dek...” lirih Asir dan kali ini ekspresinya kembali berubah
serius.
“Apa Kak?”
“Sebelum Kakak mengenal kamu, Kakak sudah mengenal banyak
wanita. Bahkan Kakak sudah beberapi kali berkencan dengan wanita, dan juga
masih banyak gadis-gadis yang mengejarku. Bagaimana menurut tanggapanmu?”
Senyum di wajah Mawar tak surut. “Kak, jika memang kakak
loyal padaku tentu kakak tidak akan berpaling dariku. Jika hati kakak
benar-benar hanya untukku, seberapa banyakpun gadis-gadis yang berusaha mencuri
perhatian kakak, tentu kakak tidak akan membiarkan gadis-gadis itu masuk ke
dalam hidup kakak. Aku percaya pada kakak sepenuhnya,” terang Mawar dengan
ekspresi yakin.
Hati Asir berdesir hangat. Ia benar-benar begitu menyukai
setiap kalimat yang terlontar dari gadis itu. Andai saja ia boleh menyentuh
gadis ini sekarang, ia tak akan segan-segan memeluk Mawar erat-erat. Tapi, ia
harus menahan segala gejolak itu karena ia dan Mawar bukan muhrim. Ia harus
menahan segala perasaannya sampai nanti mereka mengucapkan janji suci.
“Kakak tidak akan mengecewakan kamu. Kakak tidak akan
menyia-nyiakan kepercayaanmu, karena bagi kakak, kaulah satu-satunya wanita
yang mampu mengisi segenap hatiku. Percayalah... Dan aku juga percaya padamu”
ucap Asir bersungguh-sungguh.
Mawar hanya terkekeh pelan. “Iya kak.”
“Oh ya, maafkan aku. Aku harus segera pergi, besok aku temui
kamu lagi ya. Ayah menyuruhku membeli sesuatu di pasar. Kamu tak apa-apa kan
kalau aku tinggal sendirian? Maaf, aku benar-benar masih ingin berlama-lama di
sini denganmu. Tapi-”
“Aku tak apa kak. Sudah, pergilah. Aku juga akan segera
pulang,” potong Mawar cepat.
“Kamu yakin tak apa?
Atau aku antar kamu pulang dulu?”
Mawar menggeleng pelan, “Kakak tak perlu khawatir berlebihan
seperti itu padaku. Sungguh aku tak apa. Pergilah... Besok kita bertemu lagi,”
jawab Mawar dengan tetap tersenyum pada Asir yang sudah bangkit dari duduknya.
“Baiklah kalau begitu aku pergi dulu. Ingat, setelah ini
jangan keluyuran karena banyak
laki-laki yang ingin merebutmu dariku, hahaa,” seru Asir sedikit heboh sembari
bercanda, membuat Mawar mengerucutkan bibirnya sedikit kesal.
“Tsskk.. Kakak terlalu berlebihan”
“Hahaa... Sampai jumpa besok. Dan, eumm... Malam ini aku akan
menelponmu, daah, Assalamualaikum” Asir berlalu dari hadapan Mawar setelah
melambaikan tangannya.
“Waalaikumsalam.”
Mawar sontak memegangi kedua pipinya yang terasa panas. Oh
sungguh, bisakah ia tak kehabisan nafas karena jantungnya yang menggila setiap
presensi Asir di dekatnya? Ckk... Ia bahkan tak bisa mengendalikan jantungnya
setiap netranya menangkap siluet Asir saat eksistensi pria itu di sampingnya.
“Kak... Aku bisa gila....”
.
.
FIN
Ehmmm.. test test....
Buat kawan baikku si Asir.... Semoga ceritanya tidak mengecewakan yaaah,
ini inspirasinya muncul mendadak tengah hari sebelum aku sholat Zuhur.... So,
kalo menurut kamu ini ceritanya gaje banget, jangan timpuki aku pake sendal
jepit, okey... Hahahahhaaa...
Oh iya, aku doakan kamu dan Mawar cepet-cepet nikah... dan jangan lupa
undang aku okeh... Hahaa...
Yesungdahlah, sekian... Makasih buat yang mau baca cerpen ini J
Pai-pai ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar