Be Happy^^

No More Pain, No More Cry (: (:

Kamis, 25 September 2014

(Fanfiction) The Sixth Sense

The Sixth Sense
.
.

Author:
Aisyah a.k.a Cloudisah

Casts:
One Direction’s Zayn Malik
One Direction’s Niall Horan
One Direction’s Liam Payne
One Direction’s Louis Thomlison
One Direction’s Harry Styles

Warning:
Typo, Alur ngebut, Out of Character, dll

Disclaimer:
Ide cerita ini murni milik author, casts yang main dalem cerita ini asli milik Tuhan YME dan milik orang tua mereka serta pacar mereka masing-masing. Para tokoh cuman author pinjem namanya doank tanpa ada niat apapun, bahkan tidak berniat menistakan para cowok ganteng mantan-mantan author ini... Happy reading ^^
.
.

Summary:
Menjadi berbeda bukanlah keinginan seorang Zayn Malik

-----OD-----

Jika kau memiliki kemampuan untuk melihat masa depan, apa yang akan kau lakukan? Apakah kau akan menghabiskan waktumu saat ini untuk bersenang-senang? Atau kau akan dengan serta merta memperbaiki dirimu agar masa depanmu lebih baik lagi?

Jika masa depanmu baik, apa akau saat ini hanya akan berfoya-foya saja? Dan jika kau melihat masa depanmu suram, apakah kau akan segera bertobat dan menjadi seseorang yang berguna dan mengubah takdir agar masa depanmu berubah tak sesuram yang kau lihat?

Tapi...

Bagaimana jika yang kau lihat bukanlah masa depan? Melainkan sesuatu yang tak seorang pun mengetahuinya. Sesuatu yang orang-orang hindari, sesuatu yang sangat orang-orang takuti... Seperti kematian mungkin?

-----OD-----

“Zayn, kau baik-baik saja?”, Niall menyikut lengan Zayn ketika dilihatnya pria itu berjalan dengan pandangan kosong. “Apa kau kurang tidur semalam?”

Zayn tersenyum simpul dan hanya gelengan pelan yang ia lakukan sebagai jawaban atas pertanyaan Niall. Niall lantas mengangguk dan kini mereka sudah berjalan memasuki gerbang sekolah.

“Apa kau belajar tadi malam Liam?”, Niall menoleh pada Liam yang berjalan di sisi kanannya.

“Hmm... Tentu saja. Aku harus  mendapatkan nilai seratus dalam ulangan Matematika kali ini, aku tidak ingin dimarahi ibuku lagi”, suara Liam tak begitu jelas didengar Niall karena mulutnya penuh dengan sandwich.

“Kau habiskan dulu makanan di dalam mulutmu itu, baru kau berbicara. Ugh, menjijikan”, Niall menjauh beberapa milimeter dari Liam, menjauh ke sisi kiri dan hampir saja membuat Zayn terjatuh.

“Oh Zayn maafkan aku, aku tak sengaja”, Niall berusaha menahan lengan Zayn agar pria keturunan Pakistan itu tidak terjatuh. Zayn hanya diam dan kembali pandangannya mengarah pada satu titik di depan sana yang Niall sendiri tidak tahu apa itu. “Zayn.. Halo.. Apa yang kau lihat?”, Niall melambai-lambaikan tangannya tepat di depan wajah Zayn namun Zayn malah tak berkedip bahkan pandangannya kali ini benar-benar kosong.

“Hahaha... Lihatlah para idiot di sekolah kita sudah datang”, kekeh seorang siswa dengan kemeja sekolah yang tak ia masukan dengan rapi yang memiliki name tag Louis Thomlison. Sedang pria di sampingnya juga ikut-ikutan terkekeh dengan melipat kedua tangannya di depan dada, bahkan terkesan angkuh.

“Apa masalah kalian dengan kami huhh?”, Liam yang sudah selesai mengunyah gigitan terakhir dari sandwich-nya mengeluarkan suara dengan sedikit emosi.

“Apa? Kau berbicara padaku? Aku kan tidak berbicara dengan kalian. Aku hanya mengatakan para idot di sekolah sudah datang. Kenapa kau emosi? Haha... Apa jangan-jangan kalian sadar kalau kalian itu memang idiot?”, Louis memandang sinis tiga siswa yang berdiri sekitar tiga meter di hadapannya.

“Kau-”

“Sudahlah Liam, biarkan saja mereka berdua. Lebih baik kita segera masuk ke dalam kelas”, Niall segera menarik tangan Liam yang bersiap untuk melayangkan tinju ke arah Louis dan menyeret sahabatnya itu menuju ruang kelas sepuluh. “Ayo Zayn”, Niall juga menarik lengan Zayn untuk bersama-sama masuk ke dalam kelas mereka.

Fokus Zayn sejak tadi hanya satu titik, Harry yang berdiri angkuh di samping Louis. Harry balas menatap tajam pada Zayn yang terus menatapnya bahkan tanpa berkedip.

“Ada apa dengan idiot itu? Kenapa sejak tadi ia terus menatapku?”, Harry terus menatap Zayn yang berjalan menuju kelas yang masih juga tetap menatapnya.

Louis mengendikkan bahunya acuh, “Kau terlalu tampan, mungkin”

Huh? Dia... Gay?”, Harry menunjuk tak percaya pada dirinya sendiri.

“Sudahlah tak perlu kau pikirkan indigo itu dude, ayo kita ke kantin sebelum bell berbunyi”, Louis menepuk pundak Harry dan membuat Harry melepaskan pandangannya dari Zayn. Dan kedua siswa pembuat masalah itu berjalan meninggalkan lapangan sekolah menuju kantin.

Zayn berdiri mematung ketika berada di depan pintu kelas. Pria itu menghela nafas panjang, bahkan wajahnya terlihat pucat. Pria itu baru masuk ke dalam kelas ketika sosok Harry menghilang dari jarak pandangnya.

“Ia ada di dekatmu Harry...”, lirihnya.

-----OD-----

Sampai jam pelajaran pertama berlangsung Zayn terlihat tetap tak fokus. Pasalnya sejak tadi ia hanya terus menatap Harry, memperhatikan pria berlesung pipi itu agar tak terjadi sesuatu padanya.

Zayn memiliki indra ke-enam sejak kecil. Ia menyadari kemampuannya sejak menginjak kelas satu Sekolah Dasar. Namun kemampuan Zayn tidaklah membuatnya bangga karena berbeda dari teman-teman lainnya. Justru karena berbeda itulah, ia merasa tersisih dari pergaulan. Bukan karena teman-temannya yang tidak mau berteman dengannya, hanya saja Zayn terlampau takut jika ia tiba-tiba melihat kematian temannya.

Selama lima belas tahun Zayn hidup di dunia, sudah puluhan kali ia melihat bagaimana kematian itu. Zayn memang hanya bisa melihat kematian orang-orang yang ia kenal dan itulah hal yang membuatnya semakin tersiksa.

Kematian yang paling ia ingat adalah ketika usianya menginjak sebelas tahun. Saat itu Ayahnya yang sedang berada di luar kota menelponnya bahwa akan segera pulang dan membawakan buah tangan untuk Zayn. Namun ketika gendang telinganya menangkap suara sang Ayah, gambaran kematian tiba-tiba merangsek ke dalam benaknya membuatnya mau tak mau harus menahan tangis.

Zayn saat itu meminta Ayahnya untuk tak pulang dulu karena ia takut terjadi sesuatu pada Ayahnya. Namun sang Ayah meminta Zayn untuk tak usah mengkhawatirkan hal itu. Dan dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam setelah sambungan telpon mereka terputus, apa yang Zayn lihat dalam netra tak kasatnya menjadi kenyataan. Sang Ayah tewas karena kapal yang ditumpanginya diterjang ombak.

Zayn tak pernah ingin memiliki kemampuan itu. Menjadi berbeda bukanlah keinginannya. Karena pada kenyataannya ia hanya bisa melihat dan tak bisa menghentikan kematian yang dilihatnya.

Hsst... Zayn, kau kenapa?,” bisik Liam yang sebangku dengan Zayn karena ia memperhatikan dari tadi temannya itu hanya menatap kosong buku tulisnya.

Zayn menggeleng pelan atas pertanyaan Liam dan sesekali mencuri pandang pada Harry yang duduk di barisan paling belakang kelas bersama Louis.

-----OD-----

Jam istirahat adalah waktu yang paling ditunggu seluruh siswa. Tak terkecuali tiga orang yang saat ini tengah bersiap menikmati makan siang mereka, Liam, Niall dan juga Zayn.

Niall memasukkan makanan ke dalam mulutnya dengan terburu-buru membuat Liam menatap tak suka padanya. “Kau tidak makan dua hari huh?,” Liam geleng-geleng kepala melihat kelakuan sahabatnya itu jika sudah berhadapan dengan makanan.

“Bukan urusanmu. Kau makan saja punyamu, atau kau mau aku suapi dengan sendok?,” terbersit ide di kepala Niall untuk menakuti Liam karena sahabatnya itu phobia dengan sendok.

“Ckk, kau mau membunuhku dengan sendok itu?,” Liam merengut. Kali ini Niall tertawa pelan dan kembali melanjutkan makan siangnya. “Eum, kau tidak makan Zayn?,” lanjut Liam karena sejak tadi ia melihat Zayn hanya diam saja menatap piring di hadapannya.

“Iya Zayn kalau kau tidak mau makan biar aku yang menghabiskan makananmu itu,” Niall bahkan sudah mengincar kentang goreng yang tergeletak dengan cantik di dalam piring Zayn.

Tak ada reaksi dari Zayn karena ia masih saja terus menatap kosong piringnya.

“Zayn, sejak tadi pagi kulihat kau diam saja. Sebenarnya ada apa? Kau sakit? Mau aku temani ke UKS?,” Liam menatap khawatir Zayn.

Kali ini Zayn menatap bergantian kedua sahabatnya dengan ekspresi... entahlah Niall bahkan tak bisa mengartikan tatapan Zayn itu. “Kenapa Zayn?,” Niall tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya karena kini Zayn seolah mencari-cari sosok seseorang di seluruh area kantin. Liam bahkan ikut menolehkan kepalanya mengikuti Zayn yang mengedarkan pandangannya ke segala arah.

“Siapa yang kau cari?”

“Harry... Apa kalian melihatnya?” Niall hampir tersedak mendengar Zayn yang mencari Harry, siswa yang suka mencari masalah dengan mereka.

Tiba-tiba seluruh kantin dibuat heboh karena David tiba-tiba datang ke kantin membawa kabar yang sejak tadi mengganggu pikiran Zayn. “Teman-teman! Ada mayat di toilet pria!,” teriaknya dan setelah itu ia berlari meninggalkan kantin disusul beberapa siswa yang penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Niall dan Liam saling bertukar pandang dengan ekspresi terkejut dan tak percaya. Mereka semakin terkejut karena tiba-tiba saja Zayn bangkit dan berlari meninggalkan kantin membuat mereka berdua mau tak mau ikut mengejar Zayn.

Toilet pria penuh dengan siswa yang ingin melihat mayat di dalam toilet tersebut. Tidak hanya para siswa, guru-guru bahkan pihak kepolisian datang ke toilet itu untuk memeriksa keadaan korban. Zayn sampai di toilet dan dengan buru-buru pria itu menerobos kerumunan di sekitar toilet untuk sampai ke dalam dan memastikan mayat di dalam sana bukanlah orang yang sejak tadi mengganggu pikirannya.

Niall dan Liam mengikuti Zayn menerobos kerumunan siswa yang berdesakan untuk melihat dengan jelas mayat di dalam toilet. Setelah berhasil masuk dengan susah payah akhirnya mereka bisa berdiri di barisan paling depan dan betapa terkejutnya mereka melihat mayat yang saat ini sudah digotong pihak kepolisian keluar dari toilet.

Liam sontak menatap Zayn yang berdiri sambil berpegangan pada dinding dengan wajah ketakutan. Segera ia menghampiri sahabatnya itu dan memeluk Zayn berusaha mengurangi ketakutannya. “Tak apa-apa Zayn, ini hanya kecelakaan,” ucap Liam pelan sambil menepuk-nepuk bahu Zayn.

“Harry... Harry...” Niall sama sekali tidak mempercayai apa saja yang baru saja ia lihat. Tadi pagi jelas-jelas Harry baik-baik saja dan tetap angkuh seperti biasanya. Dan sekarang... pria itu tewas. Harry tewas karena terpeleset pada lantai toilet yang licin dan kepalanya membentur lantai dengan keras, begitulah keterangan yang ia dengar dari salah seorang Polisi. Jadi Harry tewas murni karena kecelakaan.

Seluruh siswa sudah bubar, beberapa diantara mereka ada yang mengikuti polisi membawa mayat Harry ke dalam mobil Ambulance. Louis sebagai orang yang bersama Harry saat itu di bawa Polisi untuk dimintai keterangannya sebagai saksi. Sedangkan Liam, Niall, dan Zayn masih di toilet apalagi kondisi Zayn saat ini terlihat begitu shock.

Liam dan Niall sebagai sahabat Zayn yang mengetahui kemampuan Zayn mengerti keadaan sahabat mereka itu yang pasti sangat terpukul. Niall mendekati Liam dan ikut memeluk Zayn.

“Tidak apa-apa Zayn, ini bukan salahmu. Kita do’a-kan Harry tenang di alam sana,” Niall tidak hanya memeluk Zayn, tapi ia juga memeluk Liam. Kalau boleh jujur, Niall bisa bernafas lega karena salah satu siswa yang sering mengganggu mereka sudah tidak ada lagi. Tapi, bukankah itu artinya Niall tidak memiliki hati nurani?

“Seharusnya aku tadi memperingatkan Harry untuk berhati-hati. Seharusnya tadi aku terus mengawasi Harry, seharusnya aku-“

“Sudahlah Zayn. Ini semua sudah kehendak Tuhan,” Liam memotong kalimat Zayn. Ia tidak tega melihat sahabatnya itu terlihat menderita. Karena biar bagaimanapun Zayn hanya bisa melihat kematian itu tapi tidak bisa mengehentikannya.

Karena kematian adalah rahasia Tuhan dan tak bisa dihindari oleh makhluk-Nya. Tidak ada seorangpun yang bisa mengelak dan melarikan diri darinya. Sekalipun pemilik indra keenam seperti Zayn.

.
.
FIN

The worst story -_-
Kenapa ini ceritanya nggak jelas begini yaaak, huaaah... tapi masih bisa dan layak dibaca kan yah?
Ceritanya terlalu ringan, padahal pengen banyak konflik dulu tapi Yesung-dahlah biarin jadi ficlet aja... padahal pengennya sih Oneshot...
Maapkan daku Directioners L aku tak bermaksud menistakan mereka sungguh...
Dan seperti biasa makasih yang berniat membaca JJ
Bye.. /nyanyi Happily bareng Liam/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar