Rasanya begitu sesak ketika aku terjebak dalam
hubungan yang disebut dengan FRIENDZONE. Aku benci mengakuinya tapi satu tahun
terkahir menghabiskan waktu bersamanya cukuplah membuat duniaku penuh dengan
berbagai warna di samping mejikuhinibiu. Kini semuanya begitu menyakitkan saat
hubungan itu tak bisa dipertahankan karena perasaan berlebihan yang aku miliki.
Awalnya kupikir aku terlalu nyaman bersamanya sebagai
teman. Namun lama kelamaan aku tenggelam dalam perasaan melebihi teman dan itu
membuatku dibutakan akan inginku terhadapnya. Aku terlalu serakah menganggap ia
milikku hingga aku sendiri yang merasakan kecewa yang teramat dalam. Akhirnya
mungkin ia jengah denganku dan pergi dari hidupku yang sudah terbiasa
dengannya. Kupikir aku bisa melepasnya dengan mudah mengingat kami hanya dalam
hubungan FRIENDZONE itu.
Tapi nyatanya kudapati diriku menangis setiap hari
–hal yang tak pernah kulakukan sebelumnya selama hidupku- dan tak jarang aku
mengelu-elukan namanya disela isakanku berharap kami bisa kembali berteman
sampai kami lulus kuliah. Kini aku tak tahu bagaimana berhadapan dengannya. Aku
juga tak tahu apa yang harus kulakukan ketika eksistensinya di dalam kelas
namun aku tak bisa mengucapkan sepatah katapun padanya. Tak ada lagi ia yang
tertawa di depanku. Tak ada lagi senyumnya yang membuat hari-hariku terasa
menyenangkan.
Berat badanku turun saat aku demam dua minggu yang
lalu. Tapi belakangan kuketahui aku tak berselera makan dan uring-uringan
menjalani hidup karena aku begitu merindukannya. Tak ada lagi pesan singkat
selamat malam darinya. Tak ada lagi ia yang menelponku berjam-jam. Tak ada lagi
kami yang pulang kuliah bersama. Dan itu benar-benar-menyakitkan!
Pernah aku berpikir mungkin hal itu tak berlangsung
lama dan kami akan kembali seperti dulu lagi. Namun kenyataan yang terjadi
sebaliknya. Ia makin menjauhiku setiap harinya. Seolah kami adalah orang asing
yang tak pernah mengenal. Benar-benar orang asing. Adakah ia sedikit saja
mengingatku dan sedikit saja merindukanku?
Masih sama seperti kemarin. Aku menangis saat namanya
terlintas di benakku. Aku tak bisa menahan air mataku saat kenangan bersamanya
muncul dari memoriku. Aku tak bisa berpura-pura tertawa disaat aku begitu
membutuhkannya. Aku menginginkannya di sisiku. Bukan sekejap saja seperti yang
sering dilantunkan lagu-lagu sedih. Aku ingin ia di sisiku untuk waktu yang tak
terhingga. Saling menggenggam tangan satu sama lain dan saling tertawa satu
sama lain.
Jika memilih antara makanan dan dirinya, aku tentu
akan memilih makanan. Tidak, itu bukan berarti aku tak menginginkannya. Aku
memilih makanan namun dengan ia yang berada di sampingku dan menemaniku makan.
Berlebihankah inginku ini? Aku terus mencoba melepaskan
perasaan berlebih ini sehingga kami bisa dengan leluasa berteman.
Tapi sekarang apa yang bisa aku lakukan meskipun aku
sudah melepaskan perasaanku jika ia tak lagi ada untukku? ;(
Tak bisakah piring yang retak dan hampir pecah itu
diperbaiki?
Sungguh begitu menyakitkan dan menyiksaku. Menyakitkan
saat aku bisa melihatnya namun aku tak bisa berbicara dengannya. Menyakitkan
saat aku bisa melihatnya berjalan di depanku namun aku tak bisa berjalan di
sampingnya. Menyakitkan saat melihatnya tertawa namun aku tak bisa tertawa
bersamanya.
Betapa mirisnya hati ini mengingat kenangan kami yang
tak terhitung jumlahnya. Dia yang sudah menghiasi malam-malam tergelapku namun
kenyataannya tak lagi ada eksistensinya untukku.
Bisakah kita kembali berteman? Tak apa meskipun
memulai dari awal.
Bisakah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar