CANDY
(This story special for my best
friend, Darwin. Happy reading ^^)
Author:
Aisyah a.k.a Cloudisah
Cast:
Darwin, Umairoh
.
.
.
***
Hembusan angin menerpa kulit wajahku,
cukup menyejukkan di sore yang hangat ini. Aku masih duduk di atas pohon jambu yang
tidak-terlalu-tinggi sembari memandang manusia yang hilir mudik melintasi
jalanan kota. Menunggu teman-manusia-ku yang biasanya akan datang sekitar pukul
tujuh belas. Mungkin masih ada waktu sekitar lima belas menit lagi menuju pukul
tujuh belas sebelum teman-manusia-ku itu datang.
Aku masih ingat dengan jelas
bagaimana pertemuan pertama kami sebelas bulan yang lalu. Sudah cukup lama
memang.
Saat itu aku tidak sengaja
menampakkan diriku ke dunia manusia, dan saat itulah ia melihatku yang secara
tiba-tiba muncul berdiri di sampingnya yang sedang duduk di bawah pohon mangga
ditemani sekotak permen dan buku tebal berisi kisah fiksi yang manusia sebut
dengan Novel.
Mungkin jika orang lain yang
melihatku, mereka akan menjerit histeris. Tapi tidak dengannya. Ia memandangku
lekat-lekat dengan ekspressi ingin tahunya, bahkan matanya tak berkedip sekian
sekon dan memandangku dari atas kepala hingga ujung kaki. Aku bahkan masih bisa
mengingat bagaimana saat itu iris caramelnya menatap lekat manik mataku dan dengan
ekspressi polosnya berkata, “Kau bukan manusia?”.
Aneh. Seharusnya ia ketakutan saat
itu, atau berlari menuju keramaian dan berteriak kalau ia baru saja melihat
penampakkan. Tapi yang ia lakukan malah mencubit pipi chubby-nya hingga ia
meringis -kebiasaan yang dilakukan manusia untuk meyakinkan diri mereka. Lalu
setelah itu dengan cepatnya ia merubah ekspressinya menjadi seperti anak kecil
yang berhasil mengeluarkan seluruh permen dari dalam perut Pinata.
“Waah.. aku benar-benar bisa melihat
makhluk lain selain manusia”, ia benar-benar kegirangan. Saat itu malah aku
yang memandangnya dengan ekspressi bodoh.
“Kau tidak takut padaku?”, tanyaku
meyakinkan penglihatanku akan kelakuannya.
Ia berdiri setelah menyingkirkan kotak
permen dari pangkuannya dan meletakkan novelnya di samping kotak permen itu.
“Heumm... Aku bisa melihatmu”, ujarnya riang.
Dan entah bagaimana hingga saat ini kami
menjadi teman. Ia satu-satunya temanku dari golongan manusia. Sebenarnya aku
adalah makhluk yang paling menghindari untuk menampakkan diri pada manusia,
meskipun kami juga tinggal di dunia yang sama dengan manusia. Tapi entah
mengapa, aku selalu ingin betemu dengannya. Mendengar celotehan yang tak pernah
habis dari mulutnya, juga bebagi permen dengannya. Ia suka manis, aku juga. Ia
sangat suka permen, mungkin itulah kenapa ia sangat manis. Dan sejak kami
menjadi teman, ia sering membawakanku berbagai macam jenis permen.
Kadang aku menyesali takdir Tuhan
karena kami dilahirkan dari dunia yang berbeda. Aku sering berpikir bagaimana
caranya mungkin aku bisa merubah wujudku menjadi manusia seutuhnya. Bukan
makhluk campuran Vampire dan manusia.
Memang masih ada darah manusia di dalam jiwaku, tapi itu sedikit sekali, hanya
dua puluh persen. Itulah mengapa aku bisa menampakkan wujudku ke dunia manusia
ini.
Dulu ia pernah bertanya padaku, aku
ini makhluk apa. Ia pikir aku adalah malaikat, dan dengan polosnya ia berkata
kalau malaikat itu memiliki sayap seperti yang dikatakan dalam dongeng-dongeng,
sedangkan aku tidak memiliki sayap. Aku tertawa saat itu. Hey, yang benar saja
malaikat punya sayap. Lalu aku katakan padanya kalau aku adalah Vampire.
Awalnya ia terkejut, dan langsung menjauhiku. “Kau tidak akan menghisap darahku
kan?”, tanyanya sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
“Tssk, aku bukan Vampire penghisap
darah seperti dalam film yang pernah kau ceritakan. Sudahlah, tidak usah
berlebihan seperti itu...”, aku menariknya untuk kembali duduk di sampingku.
Hingga akhirnya aku ceritakan padanya bahwa aku adalah Vampire setengah
manusia, dan saat itu aku ceritakan padanya kalau aku ingin menjadi manusia.
Tapi ia malah tidak setuju dengan apa yang aku katakan.
“Kalau kau jadi manusia, aku tak mau
berteman denganmu lagi”, ujarnya sambil mengerucutkan bibirnya. Tuhan, ia
benar-benar manis jika seperti ini.
Aku mengerutkan keningku, “Memangnya
kenapa?”
“Aku sudah banyak punya teman
manusia, dan kalau kau benar-benar menjadi manusia itu tidak keren lagi Dude”
Aku terkekeh pelan mengingat kejadian
saat itu.
Aku melirik ke bawah pohon dan
kudapati ia sudah datang sambil menenteng bungkusan yang aku yakin isinya
adalah permen. Kubiarkan ia sendirian duduk di bangku kayu sambil melirik kiri
kanan, ia pasti menungguku datang.
Aku turun dan duduk di sampingnya.
Kulihat ia mengeluarkan sebuah kotak dari dalam bungkusan yang ia bawa. Aku tak
tahu apa isinya, karena aku tidak memiliki kekuatan untuk melihat benda secara
tembus pandang.
Aku memandang lekat wajahnya dari
dekat, benar-benar manis. Oh Tuhan, kenapa Kau ciptakan manusia semanis ini.
Ia melirik pergelangan tangannya,
memastikan pukul berapa sekarang, mungkin. Lantas ia kembali menolehkan
kepalanya ke sana kemari. Hey, bolehkah aku beranggapan kalau ia tak sabar agar
aku datang? Aku tergelak melihat bagaimana ekspressi cemberutnya yang tak
mendapati kehadiranku sejak sepuluh
menit yang lalu saat ia baru datang. Mungkin jika ia tahu sedari tadi aku duduk
di sampingnya, ia akan mendorongku hingga terjatuh dari bangku ini.
Jika aku sudah menampakkan wujudku,
aku juga sama seperti manusia. Aku bisa disentuh dan menyentuh benda-benda di
sekitarku.
“Sudahlah Nona, tidak perlu
mencemaskanku seperti itu. Aku baik-baik saja”, aku langsung menampakkan diriku
dan ia terkejut dengan bola matanya melebar kelewat batas. ”Jadi, apa kau
merindukanku?”, tanyaku menggodanya.
Sudah kuduga, ia mendengus sebal
sambil mendorong tubuhku, tapi tidak terlalu kuat hingga aku terjengkal dari
kursi seperti yang ia lakukan minggu lalu.
“Berhentilah muncul secara
tiba-tiba”, ujarnya sarkastik.
“Kau marah? Hey, ayolah aku hanya
bercanda...”
Ia menarik nafas dalam sebelum
menarik kedua sudut bibirnya hingga membentuk lengkungan yang membuatnya
semakin terlihat manis.
“Baiklah, karena hari ini aku sedang
berbaik hati, jadi aku takkan marah padamu”, ujarnya dengan tetap mempertahankan
lengkungan di bibirnya.
Aku mencibir, atau lebih tepatnya
pura-pura mencibir, “Baik hati? Waah... Nona Rebuho ini sedang baik hati? Apa
ini termasuk keajaiban dunia?”, kataku sedikit heboh.
-pletakk
“Awww...”, gadis ini benar-benar.
Kelakuannya terkadang tidak sesuai dengan wajahnya yang manis. “Apa kau tidak
bosan menjitakku huh..”, aku mengelus kepalaku karena ia menjitakku terlalu
keras.
“Makanya jangan mengolokku kalau
begitu”, ia lantas melipat kedua tangannya di depan dada.
Aku terkikih pelan sambil mengelus
kepalaku. “Kau marah? Kau akan cepat tua kalau kau marah...”
“Baiklah Tuan Vampire, aku tak marah.
Kau puas?”
“Jangan memanggilku Vampire lagi Mer...
Eumm.. Jadi, mana permen yang kau janjikan waktu itu?”, aku mencoba menagih
janjinya beberapa hari yang lalu.
Waktu itu ia membawakanku permen
perbentuk kapas berwarna merah muda, dan saat kucoba rasanya... errr entahlah
aku tak suka teksturnya yang cepat sekali lumer di dalam mulut. Setelah itu ia
berjanji akan membawakanku permen buatannya yang katanya rasanya jauh lebih
enak dari pada permen kapas. Namun beberapa hari ini kutagih janjinya, ia
bilang ia lupa. Jadi kuharap Nona Pikun ini tak melupakan lagi janjinya.
Ia segera menyodorkan kotak yang tadi
ia keluarkan dari bungkusan. “Tadaaaa”, ujarnya riang sambil mengulurkan kotak
itu kehadapanku.
“Apa ini?”, tanyaku sambil
menimang-nimang kotak yang ia berikan.
“Permen yang kujanjikan. Bukalah”
Dengan tak sabaran kubuka isi kotak
berwarna biru laut yang ukurannya hanya sepuluh kali dua puluh centi meter.
“Bagaimana? Cantikkan bentuknya?
Sekarang kau cobalah...”
Aku hanya mengikuti perintahnya.
Mulai kumasukkan permen berbentuk... entahlah mungkin ini sejenis hewan, burung
mungkin.
Saat permen itu mendarat mulus di
dalam mulutku, aku memandang tak percaya pada gadis yang duduk di sampingku
sambil mengemut permen yang sama denganku. “Kau yakin kalau kau yang membuatnya
Mer?”
“Heumm”, ia hanya bergumam sambil
mengangguk dengan masih mengemut permen yang kuduga berbentuk burung ini.
Rasanya manis, tentu saja. Tapi
permen ini berbeda dari permen-permen lain yang pernah ia bawakan untukku. “Ini
rasanya jauuuuh lebih enak dibandingkan permen-permen yang selama ini kau
bawakan”
“Tentu saja, aku membuatnya dengan
resep rahasia.. hahaa”
“Resep rahasia? Memangnya resep
seperti apa sampai kau mengatakan rahasia?”
Ia menatapku dengan ekspressi serius,
“Aku membuatnya dengan 20% kasih sayang, 25% ketulusan, 5% pengorbanan, dan 50%
rasa persahabatan kita”
Hatiku sedikit bergetar kala ia
mengatakannya. “Kau serius? Kau tidak bercanda kan?”
“Tentu saja aku bercanda bodoh.
Permen ini aku buat dari gula yang kucairkan hingga menjadi caramel serta
beberapa bahan lain, hahaha”, jawabnya dengan tampang sok polos dan mengalihkan
perhatiannya dariku, memandang rerumputan di depan kami.
“Kau tidak bisa sedikit romantis?
Baru saja tadi aku akan memelukmu karena kalimatmu barusan, kalau begitu kau
tidak jadi mendapatkan pelukan gratis dariku”, cibirku.
Ia hanya tertawa menganggapi
perkataanku. Tak lama aku juga ikut tertawa bersamanya.
“Mer..”
“Ada ap-“, sebelum ia menyelesaikan
kalimatnya, segera kugelitiki pinggangnya.
“Yayaaya hey.. hentikan... ini geli,
hahahaa.. Darwin lepaskan, hahaawwh, geli,,, berhenti menggelitiku...”, ia
meronta-ronta minta dilepaskan karena aku terlalu bersemangat menggelitiki
pinggangnya hingga kami terjatuh dari kursi. Biarkan saja. Ini pembalasan.
Hahahaa.
Kurasa Takdir Tuhan tak pernah salah.
Lebih baik seperti ini. Aku dan Umairoh dilahirkan dari dunia yang berbeda agar
kami bisa menjadi sahabat.
Persahabatan seperti ini jauh lebih
indah dan menyenangkan dibandingkan hubungan sepasang kekasih. Setidaknya,
bersamanya aku selalu bisa tertawa. Bersamanya aku bisa merasakan hangat
dirinya. Dan tentu saja karena persahabatan itu manis, seperti permen.
.
.
.
Fin
.
Fiuuuh, kelar juga nih cerpen. Gimana
Dude? Kuharap ini bisa menebus janjiku akan permen waktu itu, heheheee.. aku
kan aslinya emang nggak bisa bikin permen :p
Permen yang tadi dalam cerpen itu aku
lupa namanya, yang jelas itu tuh permen yang pernah aku makan waktu aku pulang
ke kampungku di Amuntai, Kalsel. Bentuknya kayak itik gitu, bagus deh..
cantik.... rasanya enak pula.
Jadi, jangan nagih permen ke aku lagi
yaaa... kan udah ada kisah Darwin dan Umairoh tuh *tunjuk cerpen di atas*, bhuahahahahahaah.
Dan ini ceritanya hampir mirip sama isi smsan kita waktu itu kan? Yang kita
bahas komposisi permen terus gara-gara itu kamu nagih-nagih permen ke aku.
Yesungdahlah, segini dulu bacotanku.
Pai pai.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar