Be Happy^^

No More Pain, No More Cry (: (:

Senin, 14 April 2014

(Cerpen) CANDY



CANDY
(This story special for my best friend, Darwin. Happy reading ^^)
Author:
Aisyah a.k.a Cloudisah
Cast:
Darwin, Umairoh
.
.
.
***
Hembusan angin menerpa kulit wajahku, cukup menyejukkan di sore yang hangat ini. Aku masih duduk di atas pohon jambu yang tidak-terlalu-tinggi sembari memandang manusia yang hilir mudik melintasi jalanan kota. Menunggu teman-manusia-ku yang biasanya akan datang sekitar pukul tujuh belas. Mungkin masih ada waktu sekitar lima belas menit lagi menuju pukul tujuh belas sebelum teman-manusia-ku itu datang.
Aku masih ingat dengan jelas bagaimana pertemuan pertama kami sebelas bulan yang lalu. Sudah cukup lama memang.
Saat itu aku tidak sengaja menampakkan diriku ke dunia manusia, dan saat itulah ia melihatku yang secara tiba-tiba muncul berdiri di sampingnya yang sedang duduk di bawah pohon mangga ditemani sekotak permen dan buku tebal berisi kisah fiksi yang manusia sebut dengan Novel.
Mungkin jika orang lain yang melihatku, mereka akan menjerit histeris. Tapi tidak dengannya. Ia memandangku lekat-lekat dengan ekspressi ingin tahunya, bahkan matanya tak berkedip sekian sekon dan memandangku dari atas kepala hingga ujung kaki. Aku bahkan masih bisa mengingat bagaimana saat itu iris caramelnya menatap lekat manik mataku dan dengan ekspressi polosnya berkata, “Kau bukan manusia?”.
Aneh. Seharusnya ia ketakutan saat itu, atau berlari menuju keramaian dan berteriak kalau ia baru saja melihat penampakkan. Tapi yang ia lakukan malah mencubit pipi chubby-nya hingga ia meringis -kebiasaan yang dilakukan manusia untuk meyakinkan diri mereka. Lalu setelah itu dengan cepatnya ia merubah ekspressinya menjadi seperti anak kecil yang berhasil mengeluarkan seluruh permen dari dalam perut Pinata.
“Waah.. aku benar-benar bisa melihat makhluk lain selain manusia”, ia benar-benar kegirangan. Saat itu malah aku yang memandangnya dengan ekspressi bodoh.
“Kau tidak takut padaku?”, tanyaku meyakinkan penglihatanku akan kelakuannya.
Ia berdiri setelah menyingkirkan kotak permen dari pangkuannya dan meletakkan novelnya di samping kotak permen itu. “Heumm... Aku bisa melihatmu”, ujarnya riang.
Dan entah bagaimana hingga saat ini kami menjadi teman. Ia satu-satunya temanku dari golongan manusia. Sebenarnya aku adalah makhluk yang paling menghindari untuk menampakkan diri pada manusia, meskipun kami juga tinggal di dunia yang sama dengan manusia. Tapi entah mengapa, aku selalu ingin betemu dengannya. Mendengar celotehan yang tak pernah habis dari mulutnya, juga bebagi permen dengannya. Ia suka manis, aku juga. Ia sangat suka permen, mungkin itulah kenapa ia sangat manis. Dan sejak kami menjadi teman, ia sering membawakanku berbagai macam jenis permen.
Kadang aku menyesali takdir Tuhan karena kami dilahirkan dari dunia yang berbeda. Aku sering berpikir bagaimana caranya mungkin aku bisa merubah wujudku menjadi manusia seutuhnya. Bukan makhluk campuran  Vampire dan manusia. Memang masih ada darah manusia di dalam jiwaku, tapi itu sedikit sekali, hanya dua puluh persen. Itulah mengapa aku bisa menampakkan wujudku ke dunia manusia ini.
Dulu ia pernah bertanya padaku, aku ini makhluk apa. Ia pikir aku adalah malaikat, dan dengan polosnya ia berkata kalau malaikat itu memiliki sayap seperti yang dikatakan dalam dongeng-dongeng, sedangkan aku tidak memiliki sayap. Aku tertawa saat itu. Hey, yang benar saja malaikat punya sayap. Lalu aku katakan padanya kalau aku adalah Vampire. Awalnya ia terkejut, dan langsung menjauhiku. “Kau tidak akan menghisap darahku kan?”, tanyanya sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
“Tssk, aku bukan Vampire penghisap darah seperti dalam film yang pernah kau ceritakan. Sudahlah, tidak usah berlebihan seperti itu...”, aku menariknya untuk kembali duduk di sampingku. Hingga akhirnya aku ceritakan padanya bahwa aku adalah Vampire setengah manusia, dan saat itu aku ceritakan padanya kalau aku ingin menjadi manusia. Tapi ia malah tidak setuju dengan apa yang aku katakan.
“Kalau kau jadi manusia, aku tak mau berteman denganmu lagi”, ujarnya sambil mengerucutkan bibirnya. Tuhan, ia benar-benar manis jika seperti ini.
Aku mengerutkan keningku, “Memangnya kenapa?”
“Aku sudah banyak punya teman manusia, dan kalau kau benar-benar menjadi manusia itu tidak keren lagi Dude”
Aku terkekeh pelan mengingat kejadian saat itu.
Aku melirik ke bawah pohon dan kudapati ia sudah datang sambil menenteng bungkusan yang aku yakin isinya adalah permen. Kubiarkan ia sendirian duduk di bangku kayu sambil melirik kiri kanan, ia pasti menungguku datang.
Aku turun dan duduk di sampingnya. Kulihat ia mengeluarkan sebuah kotak dari dalam bungkusan yang ia bawa. Aku tak tahu apa isinya, karena aku tidak memiliki kekuatan untuk melihat benda secara tembus pandang.
Aku memandang lekat wajahnya dari dekat, benar-benar manis. Oh Tuhan, kenapa Kau ciptakan manusia semanis ini.
Ia melirik pergelangan tangannya, memastikan pukul berapa sekarang, mungkin. Lantas ia kembali menolehkan kepalanya ke sana kemari. Hey, bolehkah aku beranggapan kalau ia tak sabar agar aku datang? Aku tergelak melihat bagaimana ekspressi cemberutnya yang tak mendapati  kehadiranku sejak sepuluh menit yang lalu saat ia baru datang. Mungkin jika ia tahu sedari tadi aku duduk di sampingnya, ia akan mendorongku hingga terjatuh dari bangku ini.
Jika aku sudah menampakkan wujudku, aku juga sama seperti manusia. Aku bisa disentuh dan menyentuh benda-benda di sekitarku.
“Sudahlah Nona, tidak perlu mencemaskanku seperti itu. Aku baik-baik saja”, aku langsung menampakkan diriku dan ia terkejut dengan bola matanya melebar kelewat batas. ”Jadi, apa kau merindukanku?”, tanyaku menggodanya.
Sudah kuduga, ia mendengus sebal sambil mendorong tubuhku, tapi tidak terlalu kuat hingga aku terjengkal dari kursi seperti yang ia lakukan minggu lalu.
“Berhentilah muncul secara tiba-tiba”, ujarnya sarkastik.
“Kau marah? Hey, ayolah aku hanya bercanda...”
Ia menarik nafas dalam sebelum menarik kedua sudut bibirnya hingga membentuk lengkungan yang membuatnya semakin terlihat manis.
“Baiklah, karena hari ini aku sedang berbaik hati, jadi aku takkan marah padamu”, ujarnya dengan tetap mempertahankan lengkungan di bibirnya.
Aku mencibir, atau lebih tepatnya pura-pura mencibir, “Baik hati? Waah... Nona Rebuho ini sedang baik hati? Apa ini termasuk keajaiban dunia?”, kataku sedikit heboh.
-pletakk
“Awww...”, gadis ini benar-benar. Kelakuannya terkadang tidak sesuai dengan wajahnya yang manis. “Apa kau tidak bosan menjitakku huh..”, aku mengelus kepalaku karena ia menjitakku terlalu keras.
“Makanya jangan mengolokku kalau begitu”, ia lantas melipat kedua tangannya di depan dada.
Aku terkikih pelan sambil mengelus kepalaku. “Kau marah? Kau akan cepat tua kalau kau marah...”
“Baiklah Tuan Vampire, aku tak marah. Kau puas?”
“Jangan memanggilku Vampire lagi Mer... Eumm.. Jadi, mana permen yang kau janjikan waktu itu?”, aku mencoba menagih janjinya beberapa hari yang lalu.
Waktu itu ia membawakanku permen perbentuk kapas berwarna merah muda, dan saat kucoba rasanya... errr entahlah aku tak suka teksturnya yang cepat sekali lumer di dalam mulut. Setelah itu ia berjanji akan membawakanku permen buatannya yang katanya rasanya jauh lebih enak dari pada permen kapas. Namun beberapa hari ini kutagih janjinya, ia bilang ia lupa. Jadi kuharap Nona Pikun ini tak melupakan lagi janjinya.
Ia segera menyodorkan kotak yang tadi ia keluarkan dari bungkusan. “Tadaaaa”, ujarnya riang sambil mengulurkan kotak itu kehadapanku.
“Apa ini?”, tanyaku sambil menimang-nimang kotak yang ia berikan.
“Permen yang kujanjikan. Bukalah”
Dengan tak sabaran kubuka isi kotak berwarna biru laut yang ukurannya hanya sepuluh kali dua puluh centi meter.
“Bagaimana? Cantikkan bentuknya? Sekarang kau cobalah...”
Aku hanya mengikuti perintahnya. Mulai kumasukkan permen berbentuk... entahlah mungkin ini sejenis hewan, burung mungkin.
Saat permen itu mendarat mulus di dalam mulutku, aku memandang tak percaya pada gadis yang duduk di sampingku sambil mengemut permen yang sama denganku. “Kau yakin kalau kau yang membuatnya Mer?”
“Heumm”, ia hanya bergumam sambil mengangguk dengan masih mengemut permen yang kuduga berbentuk burung ini.
Rasanya manis, tentu saja. Tapi permen ini berbeda dari permen-permen lain yang pernah ia bawakan untukku. “Ini rasanya jauuuuh lebih enak dibandingkan permen-permen yang selama ini kau bawakan”
“Tentu saja, aku membuatnya dengan resep rahasia.. hahaa”
“Resep rahasia? Memangnya resep seperti apa sampai kau mengatakan rahasia?”
Ia menatapku dengan ekspressi serius, “Aku membuatnya dengan 20% kasih sayang, 25% ketulusan, 5% pengorbanan, dan 50% rasa persahabatan kita”
Hatiku sedikit bergetar kala ia mengatakannya. “Kau serius? Kau tidak bercanda kan?”
“Tentu saja aku bercanda bodoh. Permen ini aku buat dari gula yang kucairkan hingga menjadi caramel serta beberapa bahan lain, hahaha”, jawabnya dengan tampang sok polos dan mengalihkan perhatiannya dariku, memandang rerumputan di depan kami.
“Kau tidak bisa sedikit romantis? Baru saja tadi aku akan memelukmu karena kalimatmu barusan, kalau begitu kau tidak jadi mendapatkan pelukan gratis dariku”, cibirku.
Ia hanya tertawa menganggapi perkataanku. Tak lama aku juga ikut tertawa bersamanya.
“Mer..”
“Ada ap-“, sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, segera kugelitiki pinggangnya.
“Yayaaya hey.. hentikan... ini geli, hahahaa.. Darwin lepaskan, hahaawwh, geli,,, berhenti menggelitiku...”, ia meronta-ronta minta dilepaskan karena aku terlalu bersemangat menggelitiki pinggangnya hingga kami terjatuh dari kursi. Biarkan saja. Ini pembalasan. Hahahaa.
Kurasa Takdir Tuhan tak pernah salah. Lebih baik seperti ini. Aku dan Umairoh dilahirkan dari dunia yang berbeda agar kami bisa menjadi sahabat.
Persahabatan seperti ini jauh lebih indah dan menyenangkan dibandingkan hubungan sepasang kekasih. Setidaknya, bersamanya aku selalu bisa tertawa. Bersamanya aku bisa merasakan hangat dirinya. Dan tentu saja karena persahabatan itu manis, seperti permen.
.
.
.
Fin
.
Fiuuuh, kelar juga nih cerpen. Gimana Dude? Kuharap ini bisa menebus janjiku akan permen waktu itu, heheheee.. aku kan aslinya emang nggak bisa bikin permen :p
Permen yang tadi dalam cerpen itu aku lupa namanya, yang jelas itu tuh permen yang pernah aku makan waktu aku pulang ke kampungku di Amuntai, Kalsel. Bentuknya kayak itik gitu, bagus deh.. cantik.... rasanya enak pula.
Jadi, jangan nagih permen ke aku lagi yaaa... kan udah ada kisah Darwin dan Umairoh tuh *tunjuk cerpen di atas*, bhuahahahahahaah. Dan ini ceritanya hampir mirip sama isi smsan kita waktu itu kan? Yang kita bahas komposisi permen terus gara-gara itu kamu nagih-nagih permen ke aku.
Yesungdahlah, segini dulu bacotanku.
Pai pai.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar