Be Happy^^

No More Pain, No More Cry (: (:

Kamis, 10 April 2014

(Fanfiction) Man in Love



Man in Love
(Chapter 1)
.
.
.
Inspired By:
Infinite – Man in love
Author:
Aisyah a.k.a Cloudisah
Main Cast:
Yesung a.k.a Kim Jongwoon (Super Junior)
Choi Jirin (OC)
Kim Ryewook (Super Junior)
Support Cast:
Kim Jongjin
Yesung’s Mom
Yesung’s Dad
Nam Woohyun (Infinite)
Rating:
PG-15
Genre:
Family, Romance
Summary:
“Aku baru tahu, jatuh cinta itu manis ya...”
.
.
Man in Love
<3<3<3
Hai, selamat pagi. Emm, apa sekarang sudah pukul dua belas? Baiklah kalau begitu selamat siang. Aku Jongwoon. Kim Jongwoon. Teman-temanku sering memanggilku Yesung, akronim dari Yehnool Sungdae yang artinya Art of Voice karena aku memiliki suara yang indah seperti seni. Eits, tapi aku di sini tidak memperkenalkan diriku sebagai seorang penyanyi yang memiliki suara indah. Aku adalah Kim Jongwoon, anak dari pasangan Im Bokyong dan Kim Jin Ahn, seorang pebisnis muda yang sukses dan  terkenal seantaro kota bahkan di negaraku tercinta, Korea Selatan.
Baiklah, kurasa cukup untuk perkenalannya.
 Aku sekarang sedang berada di salah satu restaurant Thailand untuk menikmati makan siang bersama seorang gadis yang baru kukenal tadi malam dari ibuku. Apa kalian pikir ini adalah makan siang romantis antara sepasang kekasih?         
Tidak, tidak. Kalian salah jika berpikiran seperti itu. Hmm, bagaimana ya aku menjelaskannya.
Kencan. Ya, kencan makan siang. Tapi bukan kencan makan siang antara sepasang kekasih. Kencanku kali ini adalah kencan yang ketiga belas dengan tiga belas wanita yang berbeda dalam bulan ini. Tentu saja wanita-wanita tersebut adalah wanita yang diperkenalkan oleh ibuku padaku.
Apa kalian sudah bisa menebak sekarang? Hahaa, ya kalian benar. Benar sekali. Aku dipaksa ibuku untuk mengikuti ‘kencan buta’ dengan para wanita anak-dari-relasi-bisnis orang tuaku. Ibuku memaksaku agar segera menikah karena beliau ingin sekali menimang cucu, anak dari putranya yang tampan ini.
Heii, aku bukannya tidak laku-laku. Hanya saja Cupid manis nan imut plus menyebalkan itu belum menancapkan panahnya padaku. Lagi pula, aku belum tertarik untuk mengurusi wanita. Aku masih ingin berkonsentrasi pada bisnisku. Dan lagi, aku juga belum menemukan wanita ideal yang cocok untukku.
Terus terang saja, selama 28 tahun aku hidup aku baru sekali merasakan suka pada seorang wanita. Tepatnya saat aku masih TK. Namanya Ana Lee. Guruku. Keturunan Korea-Jerman. Hehee, apa kalian pikir aneh seorang anak TK menyukai gurunya? Tentu tidak. Kurasa semua murid merasakan hal yang sama pada gurunya jika guru itu begitu baik padamu. Beliau selalu membantuku jika kesulitan menggambar, menenangkanku jika aku menangis karena ibuku terlambat menjemputku, dan membelaku jika dibully oleh teman-temanku. Ah, mengingat masa-masa TK membuatku ingin merasakan masa-masa itu lagi.
<3<3<3
Sebenarnya, aku tidak berdua di sini. Ada ibuku yang duduk manis di samping Nona Shin. Ibuku bilang, aku harus diawasi agar tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan pada Nona Shin. Ckk, apa ibuku berpikir aku ini pria murahan? Aku ini tipe pria yang sangat menghargai wanita. Tsk, seharusnya ibuku tahu bahwa aku tidak akan semudah itu menyentuh wanita.
Oh, ayolah. Aku lelah sekali di sini. Kurasa waktu mulai berjalan dengan lambat. Apa tidak ada seorangpun yang dapat membantuku keluar dari restaurant ini dan pergi dari dua wanita di hadapanku yang sedari tadi sibuk membicarakan ‘hal-hal kewanitaan’. Mengerti maksudku kah? Eumm, baiklah aku ganti kata-katanya menjadi ‘menggosip’. Well, ibuku benar-benar tidak akan berhenti berbicara jika sudah bertemu dengan lawan bicara yang cocok dengannya, yah termasuk seperti Nona Shin ini.
~drttt... drrrttt...
Kurasakan sesuatu bergetar di saku celanaku, segera kurogoh benda kotak berwarna hitam yang bergetar tersebut. Sebuah panggilan masuk dari Ryewook, sahabat sekaligus manajerku di kantor.
Aku beranjak dari tempat duduk untuk menjawab panggilannya setelah sebelumnya meminta ijin dari ibuku.
“Yeoboseo”
“Hyung, sekarang kau di mana?”
“Aku sekarang di restaurant bersama ibuku, ada apa Wookie?”
“Bersama ibumu atau teman kencanmu Hyung? Hahaa..”
“Tssk, tidak usah mengolokku. Cepat katakan ada apa?”
“Presdir Lee dari HJ Group sudah datang Hyung, dia menunggumu di Mobit. Kalau kau masih lama, nanti biar-“
“Hey, katakan padanya aku akan kesana sekitar sepuluh menit lagi, okey”
“Tapi Hyung, bagaimana dengan kencan-“
“Tidak usah dipermasalahkan. Jadi tolong katakan pada Presdir Lee agar menungguku sepuluh menit lagi, arra?”
“Ne, Hyung”
Biip. Panggilan terputus. Aaaah, lega sekali. Tuhan terima kasih Kau sudah mengutus Ryewook untuk menyelamatkanku keluar dari tempat ini. Hahaa, terlalu berlebihankah kalimatku barusan? Ckk, kalian belum merasakan bagaimana tersiksanya mengikuti ‘kencan buta’ ini. Segera aku kembali untuk memberitahu ibuku kalau aku harus ke Mobit sekarang juga.
“Ehhmm... Eomma, aku minta maaf, aku harus pergi sekarang”, ibuku sedikit terkejut dengan kata-kataku barusan. Matanya membulat membuktikan bahwa ia benar-benar terkejut. “Ada apa Jongie? Apa ada masalah di kantor?”
“Aniyo, tapi tadi Ryewook memberitahuku kalau Presdir Lee sudah menungguku di Mobit”, terangku sambil bersiap membereskan tas kerjaku di samping kursi.
“Presdir Lee dari HJ Group itu?”, ibuku masih bertanya, tsskk ayolah Eomma aku sudah hampir terlambat.
“Ne, eomma. Presdir Lee yang akan bekerja sama dengan kita untuk proyek cabang WhyStyle di Busan”, terangku dengan sedikit tergesak-gesak. “Kalau begitu aku permisi eomma, dan Nona Shin aku-“.
“Jongie, chankamman.”, aku benar-benar ingin meledak rasanya jika eommaku terus-terusan menahanku seperti ini. “Tadi kau bilang di Mobit? Kenapa tidak di kantor saja?”.
“Sebenarnya Presdir Lee ingin suasana yang lebih santai, jadi aku merekomendasikan pertemuan kali ini di Mobit. Lagi Pula Jongjin bilang ia ingin memperkenalkan espresso caramel racikan terbarunya pada Lee Hyukjae”.
“Anak itu benar-benar. Yang ada di otaknya hanya kopi saja, tidak sadarkah kalau wajahnya itu sudah seperti biji kopi matang? Yasudah kau cepat pergi sana, tolong nanti katakan pada Jongjin agar menjemput Eomma di sini tiga puluh menit lagi”.
“Baik Eomma, laksanakan”, aku memberi hormat pada ibuku seperti seorang Letnan. “Kalau begitu, aku pergi dulu eomma. Nona Shin aku pergi dulu, maaf tidak bisa mengantarmu pulang”, ucapku sembari berdiri.
 “Ne, nan gwaenchana Jongwoon-shi, aku bisa sendiri”, Nona Shin ikut berdiri.
Setelah membungkuk pada eomma dan Nona Shin, aku segera beranjak pergi meninggalkan restaurant Thailand ini menuju Mobit.
<3<3<3
Sebenarnya perjalanan ke Mobit memakan waktu sekitar sepuluh menit dari restaurant tadi meskipun aku sudah mengendarai mobilku dengan kecepatan tinggi. Dan sudah dipastikan aku akan terlambat. Tapi mungkin Presdir Lee tidak akan marah. Sebenarnya Presdir Lee itu adalah temanku satu angkatan saat di Universitas dulu. Kami bukan hanya satu angkatan, tapi juga satu kelas di jurusan yang sama, jurusan Manajemen. Dan bahkan Presdir Lee itu juga merupakan teman dekatku selain Ryewook. Namanya Lee Hyukjae. Dia juga sama sepertiku, sudah menjadi Presdir diusianya yang masih muda.
Dan memang benar-benar setelah sepuluh menit aku baru sampai di Mobit, dan segera kuparkirkan mobil di parkiran belakang. Well, parkiran ini memang khusus untuk keluarga dan juga karyawan di Mobit.
Sedikit berlari aku menuju lantai dua, yang memang biasa kujadikan tempat jika ada pertemuan penting dengan rekan bisnisku. Kulihat Presdir Lee duduk bersama asistennya, dan juga Ryewook serta Jongjin. “Presdir Lee, maaf aku terlambat”.
“Oh, Presdir Kim... kau sudah sampai rupanya. Hey, tak usah terlalu formal begitu, kita kan teman. Tidak apa-apa, aku tahu kau sedang ada urusan penting”, ucap Presdir Lee Hyukjae sambil mengeluarkan smirknya dan menatap Ryewook yang duduk didepannya sambil cengar-cengir. Hey, jangan bilang tadi mereka sedang bergosip tentangku.
Aku duduk di samping Jongjin dengan wajah sedikit kesal. “Hey, Hyung.. kau ini kenapa? Apa kencanmu tadi tidak menarik humm?”, kali ini Jongjin yang bersuara. Aku mendelik mendengar ucapannya barusan.
“Kau tidak usah berkata macam-macam, ambilkan saja aku segelas minuman”.
“Hey, sepertinya Presdir kita satu ini gagal lagi mencari jodoh”. Terang saja gelak tawa langsung keluar dari mereka semua setelah perkataan Lee Hyukjae barusan. Ckk, anak ini memang tidak pernah berubah.
“Hyukie Hyung, jaga ucapanmu. Nanti Hyungku benar-benar akan mengamuk, kalau dia sampai mengamuk Mobit ini bisa rubuh... Nah, kalau sudah begitu dimana lagi aku bisa membuat kopi? Hahaa..”, Jongjin segera berlari kebawah, -mungkin mengambil minum untukku- setelah aku memberinya death-glare terbaikku.
“Sudahlah Jongie, tak apa. Mungkin dia bukan jodohmu, dan mungkin saja dikencan berikutnya Cupid manis itu akan menancapkan satu panahnya”, Presdir Lee alias Lee Hyukjae menaik turunkan alisan sambil menunjukkan gummy smile-nya yang kata orang-orang membuatnya semakin terlihat manis. Tapi tidak untukku. Rasanya ingin sekali kucakar-cakar wajahnya jika aku tidak ingat kalau dia adalah relasi bisnisku. Abaikan jika memang dia teman dekatku, dia –benar-benar-menyebalkan. Tssk.
“Kalau begitu, bisakah dimulai saja pembicaraan bisnisnya? Dan kau Wookie, setelah ini aku kan membuat perhitungan denganmu”, aku menyipit-nyipitkan mataku yang sudah sipit ini ke arah Ryewook dengan nada sedikit mengancam.
“Hyung, bukan aku yang memberitahu Hyukjae Hyung, tapi-“
“Tapi siapa huh?”
“Bukan Wookie yang membeberkan rahasiamu Hyung, tapi aku. Salah sendiri kau lama sekali datang, dan karena Hyukie Hyung penasaran apa yang kau lakukan di restaurant bersama eomma, yah aku beritahu saja kalau kau sedang mengikuti-“
“Stopp!!! Tidak usah dilanjutkan, arra!”, ketusku pada Jongjin yang datang sambil membawa secangkir Vanila latte.
“Hahaa, kau ini kenapa sih Jongie? Sepertinya benar-benar sensitif sekali hari ini”, si monyet Hyukjae kembali mengeluarkan suaranya.
“Sudahlah, aku tidak apa-apa asalkan kalian tidak usah membahas hal ‘itu’ lagi, okey”, aku memberi penekanan pada kata ‘itu’ agar mereka mengerti maksudku. “Dan kau Jongjin, eomma menyuruhmu menjemputnya di restaurant Thailand tadi,, cepatlah”.
Jongjin memanyunkam bibirnya, “Haissh, aku malas Hyung. Biar aku suruh Han Ahjussi saja yang menjemput eomma, ne?”
“Kau benar-benar tidak ingin membuat kopi lagi besok hah? Kalau eomma marah kau pasti-“
“Ah, ne arraseo Hyung. Aku akan menjemput eomma sekarang”, Jongjin meninggalkan kami dengan wajah kesalnya. Aku hanya tersenyum melihat kelakuan adikku satu-satunya itu.
“Kalian berdua ini sepertinya memang sangat tunduk pada ibu kalian..”, Hyukjae masih nyengir dengan ekspressi menyebalkannya.
“Ehmm... Jadi, bisakah kita mulai saja pembicaraannya?”, kali ini asisten Hyukjae, Kris Wu, yang sejak tadi hanya mendengarkan ocehan tidak penting kami angkat bicara. Sontak kami semua menoleh kearahnya dengan ekspressi ‘ah-kau-benar’.
<3<3<3
“Hyung, Hyung... Hey Hyung... kau tak apa kan? Hyung?”, samar-samar kudengar suara Ryewook sambil mengguncang-guncang bahuku yang tertidur di atas meja kerja. Aku tak tidur, hanya ingin memejamkan mataku. Tsskkk.. Wookie kau ini berisik sekali. Aku hanya ingin memejamkan mataku sebentar.
“Hyung, apa kau sakit? Hyung.. ayo bangunlah...”, Ryewook masih saja mengguncang-guncangkan bahuku. Ayolah Wookie, aku bahkan hanya tidur tiga jam tadi malam. “Hyung, eommamu menunggumu di lobi. Apa yang harus kukatakan padanya Hyung?”
Sontak saja aku membuka mata. Eomma? Menungguku di lobi?
“Eung...”, perlahan kubuka mataku. Kurenggangkan otot-ototku, rasanya pegal sekali. Kulihat Ryewook berdiri di sampingku dengan tatapan khawatir.
“Gwaenchana Hyung?”
Aku hanya menatapnya malas. “Wookie, tak bisakah kau mengusir Eommaku di bawah? Aku lelah sekali Wookie...”
Kulihat matanya membuka lebar, sepertinya anak ini sangat terkejut dengan apa yang baru saja aku katakan. “Hyung, kau bercanda? Dia Eommamu Hyung, aku tak mungkin mengusirnya kan?”
“Tsskk,, Ayolah Wookie.. mengertilah keadaanku sekarang. Kau pasti tahukan apa yang akan dilakukan Eommaku hari ini? Aku lelah Wookie mengikuti kencan buta itu”
Kulihat Ryewook menghela nafas berat. Usai menatapku dengan tatapan –kasihan-sekali-kau-Hyung, Ryewook duduk di kursi depan mejaku. “Hyung, aku tahu perasaanmu. Sangat sangaaat mengerti perasaanmu sekarang. Tapi, kau kan bisa menjelaskan baik-baik pada ibumu kalau kau tak ingin mengikuti kencan buta itu”, ucapnya sambil menopang wajahnya dengan kedua tangannya.
Aku menarik nafas dalam dan mengeluarkannya perlahan. “Kau kan tahu aku tak bisa menolak perkataan Eommaku Wookie”
“Itulah Hyung, kau terlalu penurut pada ibumu. Memang benar kita harus menuruti perkataan ibu kita, tapi juga ada batasannya. Lihat sekarang, siapa yang jadi korban? Kau kan? Atau kalau boleh aku beri saran, sebaiknya kau segera cari calon istri Hyung biar kau tak perlu mengikuti kencan buta ini terus-terusan”. Tssssk, kau tak usah sok menasihatiku Wookie, dari dulu aku sudah memikirkan hal itu, tapi...
“Tapi Wookie, mencari calon istri itu tidak semudah membalik telapak tangan”, kusandarkan punggungku di sandaran kursi. “Sekarang ini sangat susah mencari wanita yang benar-benar setia”
“Ckkk.. pemikiranmu itu terlalu kolot Hyung. Cobalah sekali-sekali kau buka matamu, banyak gadis cantik dengan hati tulus di dunia ini. Tidak semua gadis seperti yang kau pikirkan, kau ini terlalu kebanyakan menonton drama Hyung”, Ryewook melipat tangannya di depan dada.
Aku mengangguk mengiyakan perkataannya. “Tapi Cupid itu jahat Wookie...”
“Apa kau bilang Hyung?? Kau mengatakan Cupid jahat??!”. Hey Wookie, kau tak perlu sehiteris itu kan? “Cupid itu imut Hyung, tega sekali kau mengatakannya jahat”.
“Lantas, kenapa sampai sekarang Cupid yang kau bilang imut itu belum memberi satupun panahnya untukku huh? Dia ingin membuatku menjadi perjaka tua?”, sinisku. Sebenarnya pembicaraan ini terlalu konyol, oh ayolah... apa pentingnya mendebatkan soal Cupid itu.
“Belum waktunya Hyung...”, suara Ryewook sangat tenang. Ah, kau ini Wookie. Kau kan tak tahu bagaimana rasanya tak punya pasangan di usiaku sekarang ini, berbeda denganmu yang sudah punya kekasih.
Lagi-lagi aku menghela nafas dalam. “Aku rasanya ingin kabur saja ke Afghanistan dan bergabung dengan milisi Taliban. Dengan begitu aku tak perlu mengikuti kencan buta menyebalkan itu...”
“Mwo?? Hahaa.. kau bercanda Hyung? Yang benar saja.. lantas kalau kau mati bagaimana? Eung.. tapi kau benar-benar akan ke Afghanistan Hyung? Kapan?”
“Ya! Wookie, aku hanya bercanda...!”, balasku menatapnya dengan tatapan tajam. Anak ini sepertinya tertular virus Lee Hyukjae.
“Hahaa. Aku tahu Hyung.. Jadi bagaimana sekarang? Apa kau akan menemui ibumu di bawah?”. Ya Tuhan Wookie kau benar! Aku bahkan lupa kalau ibuku sedang menungguku di lobi bawah. Aku sontak melebarkan mataku yang sipit ini.
“Wookie, bagaimana ini?”, sedikit gelagapan aku mencari alasan agar tak menemui ibuku saat ini. Aku harus segera mencari alasan sebelum ibuku datang ke ruanganku.
“Hyung, bagaimana jika kau katakan kalau kau sebentar lagi akan ada meeting? Yah, tak apa kan kalau kita saat ini berbohong pada ibumu? Demi kebaikanmu Hyung”
Bingo! Ide bagus Wookie...
“Tapi jika nanti Eommaku di rumah bertanya meeting apa? Apa yang harus aku katakan? Lalu besok Eommaku kembali menyuruh mengikuti kencan itu bagaimana?”, sedikit khawatir aku jika ketahuan berbohong oleh ibuku. Yah, kau tahulah aku ini anak baik dan tak bisa berbohong. Hahaha.
“Untuk besok kita pikirkan saja nanti. Yang penting sekarang kau bisa lolos Hyung, dan jika Eommamu bertanya, katakan saja meeting dengan Manajer Yoon dari Jeguk. Kau tak bohong kan? Yah, meskipun meetingnya nanti sore. Sudahlah Hyung, ikuti saja apa kataku”, Ryewook menaik turunkan alisnya. Anak ini bisa saja, usianya lebih muda dariku tapi anak ini sangat ahli mencari solusi. Itu sebabnya aku sangat senang ia menjadi manajerku.
“Baiklah kalau begitu. Terima kasih atas bantuanmu Wookie”. Ryewook hanya menganggguk dan bersiap berjalan menuju pintu. “Dan tolong jangan sampai Eommaku naik ke atas ya.. Bisa gawat kalau ketahuan Eommaku aku tidur, bukannya meeting”
“Kau mau tidur Hyung?”, tanya Wookie di ambang pintu.
“Heum.. aku lelah sekali Wookie, kau cepatlah pergi”, aku mengibas-ngibaskan tanganku mengusirnya. Kulihat Ryewook mendengus sambil menutup pintu dan berjalan keluar. Yah, aku tahu aku ini terkadang sedikit keterlaluan padanya. Tapi tak apalah, toh dia tak pernah protes padaku. Hahaa.
<3<3<3
Meeting dengan Manajer Yoon tadi cukup membuat badanku serasa pegal semua. Aku berjalan gontai menuju basemant tempat mobilku diparkirkan. Rasanya sesampai di rumah nanti aku ingin berendam di air hangat. Uuuugh, benar-benar. Ada apa dengan Perusahaan Jeguk itu? Mereka tak bisa seenaknya menaikkan harga saham. Kulempar tas kerjaku sembarang di jok mobil samping kemudi.
Drrttt.. drrttt
Saat aku hendak menyalakan mesin mobil, kurasakan ponselku bergetar. Ada sebuah pesan dari Jongjin
From: Rabbit
Hyung? Kau masih di kantor? Kalau pulang nanti jangan lupa mampir ke Mobit ya.. Aku membuat wafle dengan rasa terbaru. Kau harus mencobanya Hyung.. Ok, jangan lupa Hyung.
Segera kubalas pesan dari adikku yang tampan itu –meskipun aku jauh lebih tampan darinya.
To: Rabbit
Ne, sebentar lagi aku pulang dan akan mampir ke Mobit
Wafle? Baiklah, sepertinya mencicipi wafle buatan Jongjin bisa mengurangi sedikit rasa penatku. Segera kulajukan mobilku menuju Mobit dengan kecepatan sedang, karena sore ini aku ingin menikmati pemandangan kota Seoul.
Cuaca sore ini tidak cukup buruk. Ah, rasanya sudah lama sekali aku tak melihat-lihat keadaan kota Seoul seperti ini. Tapi... Entah mobilku yang terlalu pelan atau orang ini yang berlari sangat kencang, kulihat seorang gadis menggedor-gedor pintu mobilku.
“Chogio, tolong berhenti sebentar”, teriak gadis itu sambil menggedor-gedor kaca mobilku. Aku segera menepikan mobilku untuk berhenti. Tsskk, mengganggu saja. Kubuka kaca mobilku dan bisa kulihat gadis itu terengah-engah sambil menunduk dan menahan lututnya. Jelas saja, ia mengejar mobil yang sedang berjalan.
“Agasshi, ada apa?”, tanyaku bingung. Terang saja aku bingung, aku tak ada urusan dengan gadis ini.
“Antarkan aku ke rumah sakit sekarang”, belum selesai aku memahami kata-katanya, gadis ini sudah duduk di sampingku. Ya! Kapan dia membuka pintu mobil ini?
“M mwo??”, ucapku tak percaya. Hey, kau ini siapa bocah? Seenaknya saja menyuruh orang. Aku ini bukan supir taxi. Ckk, masa iya supir taxi setampan ini. Euh, sepertinya penyakit narsisku ini tak bisa hilang. “Ya! Seenaknya saja kau ini menyuruhku!! Kau ini siapa hah?? Aku sedang sibuk! Kau cari saja taxi! Cepat turun dari mobilku se-ka-rang!”, titahku. Aku benar-benar tak habis pikir dengan gadis ini. Tuh, benar yang kukatakan sebelumnya pada Ryewook. Sulit mencari gadis yang baik sekarang.
Oh Tuhan, cobaan apalagi yang akan kau berikan padaku? Gadis ini bukannya turun ia malah memasang seat belt dan bersandar dengan nyamannya. Apa tadi aku kurang sangar?
“Hey, apa yang kau lakukan? Aku menyuruhmu untuk turun... cepat turun Nona...”, suaraku kutinggikan. Sebenarnya tidak terlau tinggi, jujur saja aku tak bisa berteriak pada perempuan. Biar aku sering memarahi Jongjin ataupun Ryewook, tapi aku lemah pada wanita. Haha, memalukan.
“Tssk, kau ini berisik sekali Ahjussi. Anggap saja saat ini kau sedang menolong jiwa orang yang sedang sekarat”, terangnya sambil menatap lurus ke depan. Hey, aku sedang berbicara di sampingmu! Tidak sopan. Dan lagi, mwo? Ahjussi? Hey, usiaku baru 28 tahun. Aku tak pantas di panggil Ahjussi.
“Kau tak mau aku laporkan pada polisi hah? Ini namanya pemaksaan. Cepat turun, atau kau...”
“Atau apa hah? Kalau kau melaporkaku pada polisi, yang ada juga Ahjussi yang di tangkap karena pelecehan terhadap seorang gadis. Sudahlah cepat jalankan mobilnya”
“Ya! Bocah! Siapa yang melecehkanmu? Kau ini...”, tanganku sudah bersiap ingin menghajar gadis ini. Tapi, saat matanya menatapku dengan tatapan menantang, yang ada justru aku ciut. Tssk, sudah kukatakan kan aku ini sangat menghargai perempuan. Tapi, kenapa jantungku berdebar-debar ditatap seperti itu? Matanya seperti menarikku untuk masuk lebih dalam. Ckk, ini pasti karena amarahku yang meluap-luap tapi tak bisa kulampiaskan.
Kuhela nafas berat. Seharian ini aku sering sekali menghela nafas berat. Baiklah Jongwoon, tak apa. Kau ingin Tuhan menyayangimu kan? Kalau begitu kau harus berbuat baik kepada sesama manusia.
“Baiklah-baiklah, kali ini saja aku menolongmu”, aku mengalah dan segera kujalankan mobil menuju rumah sakit.
Tak ada satupun kata-kata yang keluar dari mulut kami berdua di sepanjang jalan aku mengantar gadis ini ke rumah sakit. Kulihat dari ekor mataku gadis itu menatap lurus jalanan di depan. Sebenarnya aku penasaran untuk apa gadis itu ke rumah sakit. Apa ada temannya yang sakit? Dan dia bilang menolong jiwa seseorang. Apa ada kerabatnya yang akan meninggal? Nan molla, aku tak ingin terlibat dengan kehidupan pribadi orang lain.
Tak berselang lama usai aku berkelebat dengan pikiranku sendiri, kami sampai di depan Seoul Hospital. Gadis di sampingku segera melepaskan seat beltnya.
“Choi Jirin imnida”, ucapnya sedikit membungkuk usai ia melepaskan seat belt. Hey, aku kan tak bertanya namanya. Lagi pula seharusnya bukan itu kata-kata yang ia ucapkan. Gadis  itu segera turun dari mobil, lalu berjalan ke samping kemudi. Kubuka kaca mobilku karena sepertinya gadis itu ingin mengucapkan sesuatu. “Kansahamnida Ahjussi”, bagus anak pintar. Seharusnya itu yang kau ucapkan. Ehm, aku bukan orang yang gila ucapkan terima kasih, tapi memang itu kan kalimat yang harus ia katakan?
Aku mengangguk pelan, “Lain kali jangan lagi seperti itu gadis kecil. Untung kau bertemu pria baik sepertiku, kalau orang jahat bagaimana?”, aku mencoba berkelakar.
Kulihat gadis itu mencibirkan bibirnya. “Iya-iya aku tahu kau pria baik Ahjussi, tapi aku bukan gadis kecil. Usiaku sudah 23 tahun”
“Mwo? Usiamu 23 tahun? Aku kira kau siswi SMA, badanmu pendek seperti siswi SMA. Ckk, jangan panggil aku Ahjussi, aku tak pantas menyandang panggilan itu. Usiaku baru 28 tahun, jadi aku belum pantas di panggil paman, arra?”
“Ya! Kau menghinaku Ahjussi! Oups, maaf... Aku tahu aku pendek, jadi tak perlu kau sebut kata ‘pendek’ itu”
“Dan kau tak perlu memanggilku ‘Ahjussi’ juga kan?”
“Baiklah, baiklah... Kalau begitu siapa namamu?”
Nama? Eum, baiklah aku akan memberitahunya nama panggilanku saja, “Yesung. Namaku Yesung, jadi kalau kita bertemu lagi jangan panggil aku ‘Ahjussi’ lagi”
Kulihat ia hanya mengangguk-angguk. “Baiklah Yesung-ssi, aku masuk dulu. Kau pulanglah”, tangannya mengibas-mengibas bermaksud mengusirku. Oh Tuhan, tabahkan diriku. Kutarik nafas dalam –lagi- dan segera melajukan mobilku meninggalkan rumah sakit Seoul.
<3<3<3
“Hyung? Gwaencahana? Kau ini kenapa? Dari tadi hanya melamun saja. Apa tadi kau dipaksa eomma lagi untuk kencan butamu yang ke-empat belas huh? Ah, sepertinya begitu. Setelah gagal dua hari yang lalu dengan kencan ke-tiga belas, Hyungku yang ‘katanya’ tampan ini dipaksa mengikuti kencan ke-empat belas. Eumm, jadi bagaimana hasilnya Hyung? Apa ada kemajuan atau sama dengan kencan yang sudah-sudah? Tapi jika kulihat-lihat sepertinya Hyungku ini gagal lagi. Bukan begitu Hyung?”, tukas Jongjin panjang lebar.
Kulemparkan serbet di atas meja kewajahnya. Anak ini keturunan ibuku yang suka sekali bicara panjang lebar. “Apa kau sudah selesai dengan narasimu?”, ucapku datar.
“Haissh Hyung.. Kau ini tidak sopan. Untung hanya serbet, bagaimana kalau sendok yang kau lempar, wajahku tidak mulus lagi”, Jongjin memanyunkan bibirnya.
“Kau mau aku melemparmu dengan sendok huh?”, tanganku sudah siap dengan sendok untuk dilemparkan ke wajahnya. Sontak saja anak itu langsung menutupi wajahnya dengan telapak tangannya. “Sudahlah, jadi mana waffle yang ingin kau tunjukkan padaku?”.
“Kau tak lihat piring di depanmu Hyung? Kau cobalah.. Waffle Tiramissu ala Jongjin”, Jongjin menyodorkan sepiring wafle ke arahku. Baiklah, sepertinya rasanya enak.
“Otte? Bagaimana Hyung? Mashitta?”, tanya Jongjin penasaran saat sesuap waffle mendarat mulus di dalam mulutku. Eum, rasanya tak terlalu buruk, cukup enak. Aku akui anak ini memang pandai menciptakan resep-resep baru, tapi gengsiku cukup besar untuk mengakuinya, haha.
“Biasa saja”, jawabku seadanya.
Jongjin mencibir atas jawabanku barusan, “Kau memang tak pernah mengakui kalau semua resep buatanku itu enak Hyung. Ckk, Hyung macam apa kau ini”. Jongjin menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. “Jadi, apa benar tadi Eomma memaksamu lagi Hyung?”
Aku menggeleng. “Ryewook berhasil menyelamatkanku Jongjin-ah. Ohya...”, tiba-tiba sebuah ide muncul di otakku yang cukup cerdas ini. “Kau punya banyak teman wanita kan?”
Jongjin mengangguk “Humm, lantas?”
“Apa ada salah satu dari mereka yang... masih single?”, tanyaku sedikit pelan. Sebenarnya aku sedikit malu mengatakan ini pada Jongjin.
“Single? Ya! Hyung.. kau tak berniat aku mencomblangkanmu dengan temanku kan? Aniyo Hyung. Aku tak mau temanku menjadi istrimu, kasihan nanti mereka”, Jongjin mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajahnya. Mwo? Dia barusan bilang apa? Memangnya aku ini sejahat itukah?
“Ya! Jongjin.. Tega sekali kau ini pada Hyungmu. Kau tak kasihan melihatku yang terus-terusan dipaksa Eomma huh?”, aku berusaha membujuk adikku yang keras kepala ini. Yah, memang sifat yang satu ini aku akui sama denganku.
“Salah sendiri dulu kau saat aku ingin mencomblangkanmu dengan temanku kau tak mau. Kau bilang kau bisa cari sendiri. Jadi, maaf aku tak bisa membantumu Hyung kali ini. Tetap semangat ya Hyung! Hwaiting!”, Jongjin beranjak meninggalkanku sendirian dengan kegalauanku di kursi taman Mobit.
Hiks, malang nian nasibku ini. Tadi aku bertemu bocah aneh, sekarang adikku yang menjadi harapanku satu-satunya tak mau membantuku. Tuhan, tolong aku.
<3<3<3
“Ahjussi! Kembalikan ponselku... Ya! Ahjussi....”
“Ahjussi palli... Kemarikan ponselku atau kau akan kulaporkan pada Oppaku...!”
Aku terbangun dari mimpi aneh yang baru saja aku alami. Kutarik nafas panjang dan kuhembuskan dengan kasar. Ada apa ini? Kenapa bocah tadi bisa muncul di mimpiku? Memanggilku Ahjussi pula. Aaarggh.. aku mengacak rambutku. Ini pasti karena panggilan ‘Ahjussi’ dari bocah itu terus terngiang di telingaku. Oh Tuhan semoga aku tak bertemu lagi dengan gadis itu. Kembali kupejamkan mataku.
1 menit
2 menit
3 menit
10 menit
15 menit
Kucoba membawa nyawaku ke alam mimpi, tapi tak juga berhasil. Yang ada malah nyawaku makin tersadar sepenuhnya. Kulirik jam di atas nakas, Pukul 11.30 pm. Baiklah, belum masuk tengah malam dan kurasa Wookie belum tidur sekarang. Lebih baik aku menghubunginya, daripada aku hanya memejamkan mataku yang tak mau terpejam ini.
Tak perlu menunggu lama, seperti biasa Ryewook akan dengan cepat menjawab panggilan dariku.
“Yeoboseo Hyung”, suara Ryewook di seberang sana terdengar serak, apa anak itu sedang tidur tadi?
“Ne, Wookie.. Kau belum tidur?”
“Baru saja aku akan tidur Hyung. Ada apa? Biasanya kau sudah tidur sekarang”
“Aku tak bisa tidur Wookie, eumm... Sebenarnya tadi aku sudah tidur tapi aku terbangun lagi karena mimpi buruk”
“Mimpi buruk? Kau mimpi apa Hyung? Dikejar Melo? Mimpi bando merahmu dicuri Hyukie Hyung? Mimpi jatuh dari tangga? Mimpi Ddangkoma hilang? Atau kau mimpi dijodohkan Eommamu?”
Haissh anak ini. Jika hanya mimpi tentang hal-hal seperti itu, itu namanya bukan mimpi buruk. “Semua tebakanmu salah Wookie, ini lebih buruk dari itu semua”
“Benarkah Hyung? Jadi kau mimpi apa?”
“Aku mimpi seorang gadis memanggilku Ahjussi dan aku sedang mengambil ponselnya”. Terdengar suara Ryewook menahan tawanya, “Hey aku ini serius”
“Arra, tapi itu apanya yang buruk Hyung? Hanya dipanggil Ahjussi oleh seorang gadis, kau ini ada-ada saja”
“Tapi itu menyebalkan Wookie, kau tahu kan aku sensitif dengan sebutan seperti ‘Ahjussi’ itu? Kau tahu tidak kalau tadi sore aku bertemu dengan seorang gadis ditengah jalan saat aku hendak pulang, dia mencegatku dan memaksaku mengantarkannya ke rumah sakit. Tssk, gadis itu tidak sopan. Bahkan dia dengan santainya memanggilku ‘Ahjussi’. Apa wajahku setua itu sampai di harus memanggilku begitu?”
“Apa gadis yang tadi dimimpimu itu adalah gadis yang sama Hyung?”
“Heum, begitulah. Gadis itu menyebalkan sekali Wookie, rasanya ingin kujitak kepalanya seandainya dia itu bukan wanita”, suaraku sekarang seperti anak kecil yang sedang merajuk, haha biarkan. Toh, aku memang terbiasa seperti ini dengan Ryewook.
“Hyung...”
“Wae?”
“Kau tak pernah seperti ini sebelumnya, kau tak pernah menelponku hanya karena seorang gadis. Hyung, jangan-jangan...”
“Ya! Ini bukan karena gadis itu.. Ini karena mimpi burukku”, sedikit kunaikkan nada bicaraku.
Kudengar Ryewook menghela nafas di seberang sana, “Hyung, kau tak usah berlebihan seperti itu. Lagipula itu hanya mimpi, dan kalian kan bertemu hanya kebetulan saja. Cepatlah tidur Hyung, besok pagi kita akan pergi ke Busan bersama Hyukie Hyung untuk memantau pembangunan cabang WhyStyle di sana”
“Baiklah Wookie, selamat ma-“
“Hyung, chankaman...”
“Ada apa?”
“Kalau kau bertemu lagi dengan gadis itu, kurasa dia adalah takdirmu.. Hahaa, sudah ya Hyung.. Jaljja”
Biip. Sambungan telpon diputuskan sepihak oleh Ryewook. Mwo? Apa dia bilang tadi? Andwe... Kuharap aku tak bertemu gadis aneh itu lagi.
<3<3<3
Saat ini aku sedang berada di Busan untuk memantau proyek pembangunan cabang WhyStyle. Aku bersama manajerku, yah siapalagi kalau bukan Ryewook dan Presdir Lee bersama dengan asistennya, Kris Wu. Memang masih hanya gundukan tanah merah beserta alat berat yang terlihat, karena proyek pengerjaannya baru dimulai dua hari yang lalu.
“Kuharap proyek kita kali ini selesai tepat waktu Presdir Kim”, Presdir Lee berdiri disampingku sambil melipat kedua tangannya didepan dada dengan matanya yang menatap lurus ke hamparan tanah merah di hadapan kami.
“Yah, kuharap juga seperti itu Presdir Lee”, aku turut memandangi gundukan tanah merah yang baru diturunkan dari truk.
“Presdir, bagaimana kalau kita beristirahat dulu, kau sepertinya lelah setelah perjalanan dari Seoul tadi. Di sekitar sini ada sebuah warung”, kudengar Kris Wu menawari Lee Hyukjae untuk beristirahat.
“Baiklah kalau begitu, Presdir Kim ayo kita istirahat dulu”, Presdir Lee menyikut lenganku lalu setelahnya berjalan mendahuluiku bersama asistennya. Aku dan Ryewook hanya mengekor dari belakang. Jujur saja aku tak begitu hafal seluk beluk daerah Busan ini.
Dulu saat aku masih kecil, aku pernah diajak oleh ayahku ke sini. Tapi itu sudah sangat lama. Mungkin sekitar dua puluh tahun yang lalu.
“Ahjussi! Kembalikan ponselku... Ya! Ahjussi....”, suara teriakan seorang gadis membuyarkan lamunanku. “Ahjussi palli... Kemarikan ponselku atau kau akan kulaporkan pada Oppaku...!”.
Rasanya aku pernah mendengar suara itu, tapi entah di mana.
Aku mengernyit heran ketika Hyukjae dan Kris menghentikan langkahnya. “Kenapa?”, tanyaku yang kebingungan karena mereka berdua seperti sedang melihat sesuatu di depan sana. Aku melirik Ryewook yang juga kebingungan sembari memperhatikan sesuatu di depan sana. Lantas aku ikut melihat apa yang terjadi di depan sana.
Mwo? Gadis itu...
.
.
.
To Be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar