Man in Love
(Chapter 1)
.
.
.
Inspired By:
Infinite – Man in love
Author:
Aisyah a.k.a Cloudisah
Main Cast:
Yesung a.k.a Kim Jongwoon (Super
Junior)
Choi Jirin (OC)
Kim Ryewook (Super Junior)
Support Cast:
Kim Jongjin
Yesung’s Mom
Yesung’s Dad
Nam Woohyun (Infinite)
Rating:
PG-15
Genre:
Family, Romance
Summary:
“Aku baru tahu, jatuh
cinta itu manis ya...”
.
.
Man in
Love
<3<3<3
Hai, selamat pagi. Emm, apa sekarang sudah pukul dua belas?
Baiklah kalau begitu selamat siang. Aku Jongwoon. Kim Jongwoon. Teman-temanku
sering memanggilku Yesung, akronim dari Yehnool Sungdae yang artinya Art of
Voice karena aku memiliki suara yang indah seperti seni. Eits, tapi aku di sini
tidak memperkenalkan diriku sebagai seorang penyanyi yang memiliki suara indah.
Aku adalah Kim Jongwoon, anak dari pasangan Im Bokyong dan Kim Jin Ahn, seorang
pebisnis muda yang sukses dan terkenal
seantaro kota bahkan di negaraku tercinta, Korea Selatan.
Baiklah, kurasa cukup untuk perkenalannya.
Aku sekarang sedang
berada di salah satu restaurant Thailand untuk menikmati makan siang bersama
seorang gadis yang baru kukenal tadi malam dari ibuku. Apa kalian pikir ini
adalah makan siang romantis antara sepasang kekasih?
Tidak, tidak. Kalian salah jika berpikiran seperti itu. Hmm,
bagaimana ya aku menjelaskannya.
Kencan. Ya, kencan makan siang. Tapi bukan kencan makan siang
antara sepasang kekasih. Kencanku kali ini adalah kencan yang ketiga belas
dengan tiga belas wanita yang berbeda dalam bulan ini. Tentu saja wanita-wanita
tersebut adalah wanita yang diperkenalkan oleh ibuku padaku.
Apa kalian sudah bisa menebak sekarang? Hahaa, ya kalian
benar. Benar sekali. Aku dipaksa ibuku untuk mengikuti ‘kencan buta’ dengan
para wanita anak-dari-relasi-bisnis orang tuaku. Ibuku memaksaku agar segera
menikah karena beliau ingin sekali menimang cucu, anak dari putranya yang
tampan ini.
Heii, aku bukannya tidak laku-laku. Hanya saja Cupid manis
nan imut plus menyebalkan itu belum menancapkan panahnya padaku. Lagi pula, aku
belum tertarik untuk mengurusi wanita. Aku masih ingin berkonsentrasi pada
bisnisku. Dan lagi, aku juga belum menemukan wanita ideal yang cocok untukku.
Terus terang saja, selama 28 tahun aku hidup aku baru sekali
merasakan suka pada seorang wanita. Tepatnya saat aku masih TK. Namanya Ana
Lee. Guruku. Keturunan Korea-Jerman. Hehee, apa kalian pikir aneh seorang anak
TK menyukai gurunya? Tentu tidak. Kurasa semua murid merasakan hal yang sama
pada gurunya jika guru itu begitu baik padamu. Beliau selalu membantuku jika
kesulitan menggambar, menenangkanku jika aku menangis karena ibuku terlambat
menjemputku, dan membelaku jika dibully oleh teman-temanku. Ah, mengingat
masa-masa TK membuatku ingin merasakan masa-masa itu lagi.
<3<3<3
Sebenarnya, aku tidak berdua di sini. Ada ibuku yang duduk
manis di samping Nona Shin. Ibuku bilang, aku harus diawasi agar tidak
melakukan hal-hal yang tidak diinginkan pada Nona Shin. Ckk, apa ibuku berpikir
aku ini pria murahan? Aku ini tipe pria yang sangat menghargai wanita. Tsk,
seharusnya ibuku tahu bahwa aku tidak akan semudah itu menyentuh wanita.
Oh, ayolah. Aku lelah sekali di sini. Kurasa waktu mulai
berjalan dengan lambat. Apa tidak ada seorangpun yang dapat membantuku keluar
dari restaurant ini dan pergi dari dua wanita di hadapanku yang sedari tadi
sibuk membicarakan ‘hal-hal kewanitaan’. Mengerti maksudku kah? Eumm, baiklah
aku ganti kata-katanya menjadi ‘menggosip’. Well, ibuku benar-benar tidak akan
berhenti berbicara jika sudah bertemu dengan lawan bicara yang cocok dengannya,
yah termasuk seperti Nona Shin ini.
~drttt... drrrttt...
Kurasakan sesuatu bergetar di saku celanaku, segera kurogoh
benda kotak berwarna hitam yang bergetar tersebut. Sebuah panggilan masuk dari
Ryewook, sahabat sekaligus manajerku di kantor.
Aku beranjak dari tempat duduk untuk menjawab panggilannya
setelah sebelumnya meminta ijin dari ibuku.
“Yeoboseo”
“Hyung, sekarang kau di mana?”
“Aku sekarang di restaurant bersama ibuku, ada apa Wookie?”
“Bersama ibumu atau teman kencanmu Hyung? Hahaa..”
“Tssk, tidak usah mengolokku. Cepat katakan ada apa?”
“Presdir Lee dari HJ Group sudah datang Hyung, dia menunggumu
di Mobit. Kalau kau masih lama, nanti biar-“
“Hey, katakan padanya aku akan kesana sekitar sepuluh menit
lagi, okey”
“Tapi Hyung, bagaimana dengan kencan-“
“Tidak usah dipermasalahkan. Jadi tolong katakan pada Presdir
Lee agar menungguku sepuluh menit lagi, arra?”
“Ne, Hyung”
Biip. Panggilan terputus. Aaaah, lega sekali. Tuhan terima
kasih Kau sudah mengutus Ryewook untuk menyelamatkanku keluar dari tempat ini. Hahaa,
terlalu berlebihankah kalimatku barusan? Ckk, kalian belum merasakan bagaimana
tersiksanya mengikuti ‘kencan buta’ ini. Segera aku kembali untuk memberitahu
ibuku kalau aku harus ke Mobit sekarang juga.
“Ehhmm... Eomma, aku minta maaf, aku harus pergi sekarang”,
ibuku sedikit terkejut dengan kata-kataku barusan. Matanya membulat membuktikan
bahwa ia benar-benar terkejut. “Ada apa Jongie? Apa ada masalah di kantor?”
“Aniyo, tapi tadi Ryewook memberitahuku kalau Presdir Lee
sudah menungguku di Mobit”, terangku sambil bersiap membereskan tas kerjaku di
samping kursi.
“Presdir Lee dari HJ Group itu?”, ibuku masih bertanya, tsskk
ayolah Eomma aku sudah hampir terlambat.
“Ne, eomma. Presdir Lee yang akan bekerja sama dengan kita
untuk proyek cabang WhyStyle di Busan”, terangku dengan sedikit tergesak-gesak.
“Kalau begitu aku permisi eomma, dan Nona Shin aku-“.
“Jongie, chankamman.”, aku benar-benar ingin meledak rasanya
jika eommaku terus-terusan menahanku seperti ini. “Tadi kau bilang di Mobit?
Kenapa tidak di kantor saja?”.
“Sebenarnya Presdir Lee ingin suasana yang lebih santai, jadi
aku merekomendasikan pertemuan kali ini di Mobit. Lagi Pula Jongjin bilang ia
ingin memperkenalkan espresso caramel racikan terbarunya pada Lee Hyukjae”.
“Anak itu benar-benar. Yang ada di otaknya hanya kopi saja,
tidak sadarkah kalau wajahnya itu sudah seperti biji kopi matang? Yasudah kau
cepat pergi sana, tolong nanti katakan pada Jongjin agar menjemput Eomma di
sini tiga puluh menit lagi”.
“Baik Eomma, laksanakan”, aku memberi hormat pada ibuku
seperti seorang Letnan. “Kalau begitu, aku pergi dulu eomma. Nona Shin aku
pergi dulu, maaf tidak bisa mengantarmu pulang”, ucapku sembari berdiri.
“Ne, nan gwaenchana
Jongwoon-shi, aku bisa sendiri”, Nona Shin ikut berdiri.
Setelah membungkuk pada eomma dan Nona Shin, aku segera
beranjak pergi meninggalkan restaurant Thailand ini menuju Mobit.
<3<3<3
Sebenarnya perjalanan ke Mobit memakan waktu sekitar sepuluh
menit dari restaurant tadi meskipun aku sudah mengendarai mobilku dengan
kecepatan tinggi. Dan sudah dipastikan aku akan terlambat. Tapi mungkin Presdir
Lee tidak akan marah. Sebenarnya Presdir Lee itu adalah temanku satu angkatan
saat di Universitas dulu. Kami bukan hanya satu angkatan, tapi juga satu kelas
di jurusan yang sama, jurusan Manajemen. Dan bahkan Presdir Lee itu juga
merupakan teman dekatku selain Ryewook. Namanya Lee Hyukjae. Dia juga sama
sepertiku, sudah menjadi Presdir diusianya yang masih muda.
Dan memang benar-benar setelah sepuluh menit aku baru sampai
di Mobit, dan segera kuparkirkan mobil di parkiran belakang. Well, parkiran ini
memang khusus untuk keluarga dan juga karyawan di Mobit.
Sedikit berlari aku menuju lantai dua, yang memang biasa
kujadikan tempat jika ada pertemuan penting dengan rekan bisnisku. Kulihat
Presdir Lee duduk bersama asistennya, dan juga Ryewook serta Jongjin. “Presdir
Lee, maaf aku terlambat”.
“Oh, Presdir Kim... kau sudah sampai rupanya. Hey, tak usah
terlalu formal begitu, kita kan teman. Tidak apa-apa, aku tahu kau sedang ada
urusan penting”, ucap Presdir Lee Hyukjae sambil mengeluarkan smirknya dan
menatap Ryewook yang duduk didepannya sambil cengar-cengir. Hey, jangan bilang
tadi mereka sedang bergosip tentangku.
Aku duduk di samping Jongjin dengan wajah sedikit kesal.
“Hey, Hyung.. kau ini kenapa? Apa kencanmu tadi tidak menarik humm?”, kali ini
Jongjin yang bersuara. Aku mendelik mendengar ucapannya barusan.
“Kau tidak usah berkata macam-macam, ambilkan saja aku
segelas minuman”.
“Hey, sepertinya Presdir kita satu ini gagal lagi mencari
jodoh”. Terang saja gelak tawa langsung keluar dari mereka semua setelah
perkataan Lee Hyukjae barusan. Ckk, anak ini memang tidak pernah berubah.
“Hyukie Hyung, jaga ucapanmu. Nanti Hyungku benar-benar akan
mengamuk, kalau dia sampai mengamuk Mobit ini bisa rubuh... Nah, kalau sudah
begitu dimana lagi aku bisa membuat kopi? Hahaa..”, Jongjin segera berlari
kebawah, -mungkin mengambil minum untukku- setelah aku memberinya death-glare
terbaikku.
“Sudahlah Jongie, tak apa. Mungkin dia bukan jodohmu, dan
mungkin saja dikencan berikutnya Cupid manis itu akan menancapkan satu panahnya”,
Presdir Lee alias Lee Hyukjae menaik turunkan alisan sambil menunjukkan gummy
smile-nya yang kata orang-orang membuatnya semakin terlihat manis. Tapi tidak
untukku. Rasanya ingin sekali kucakar-cakar wajahnya jika aku tidak ingat kalau
dia adalah relasi bisnisku. Abaikan jika memang dia teman dekatku, dia
–benar-benar-menyebalkan. Tssk.
“Kalau begitu, bisakah dimulai saja pembicaraan bisnisnya?
Dan kau Wookie, setelah ini aku kan membuat perhitungan denganmu”, aku
menyipit-nyipitkan mataku yang sudah sipit ini ke arah Ryewook dengan nada
sedikit mengancam.
“Hyung, bukan aku yang memberitahu Hyukjae Hyung, tapi-“
“Tapi siapa huh?”
“Bukan Wookie yang membeberkan rahasiamu Hyung, tapi aku.
Salah sendiri kau lama sekali datang, dan karena Hyukie Hyung penasaran apa
yang kau lakukan di restaurant bersama eomma, yah aku beritahu saja kalau kau
sedang mengikuti-“
“Stopp!!! Tidak usah dilanjutkan, arra!”, ketusku pada
Jongjin yang datang sambil membawa secangkir Vanila latte.
“Hahaa, kau ini kenapa sih Jongie? Sepertinya benar-benar
sensitif sekali hari ini”, si monyet Hyukjae kembali mengeluarkan suaranya.
“Sudahlah, aku tidak apa-apa asalkan kalian tidak usah
membahas hal ‘itu’ lagi, okey”, aku memberi penekanan pada kata ‘itu’ agar
mereka mengerti maksudku. “Dan kau Jongjin, eomma menyuruhmu menjemputnya di
restaurant Thailand tadi,, cepatlah”.
Jongjin memanyunkam bibirnya, “Haissh, aku malas Hyung. Biar
aku suruh Han Ahjussi saja yang menjemput eomma, ne?”
“Kau benar-benar tidak ingin membuat kopi lagi besok hah?
Kalau eomma marah kau pasti-“
“Ah, ne arraseo Hyung. Aku akan menjemput eomma sekarang”,
Jongjin meninggalkan kami dengan wajah kesalnya. Aku hanya tersenyum melihat
kelakuan adikku satu-satunya itu.
“Kalian berdua ini sepertinya memang sangat tunduk pada ibu
kalian..”, Hyukjae masih nyengir dengan ekspressi menyebalkannya.
“Ehmm... Jadi,
bisakah kita mulai saja pembicaraannya?”, kali ini asisten Hyukjae, Kris Wu,
yang sejak tadi hanya mendengarkan ocehan tidak penting kami angkat bicara.
Sontak kami semua menoleh kearahnya dengan ekspressi ‘ah-kau-benar’.
<3<3<3
“Hyung, Hyung... Hey Hyung... kau tak apa kan? Hyung?”, samar-samar
kudengar suara Ryewook sambil mengguncang-guncang bahuku yang tertidur di atas
meja kerja. Aku tak tidur, hanya ingin memejamkan mataku. Tsskkk.. Wookie kau
ini berisik sekali. Aku hanya ingin memejamkan mataku sebentar.
“Hyung, apa kau sakit? Hyung.. ayo bangunlah...”, Ryewook
masih saja mengguncang-guncangkan bahuku. Ayolah Wookie, aku bahkan hanya tidur
tiga jam tadi malam. “Hyung, eommamu menunggumu di lobi. Apa yang harus
kukatakan padanya Hyung?”
Sontak saja aku membuka mata. Eomma? Menungguku di lobi?
“Eung...”, perlahan kubuka mataku. Kurenggangkan otot-ototku,
rasanya pegal sekali. Kulihat Ryewook berdiri di sampingku dengan tatapan
khawatir.
“Gwaenchana Hyung?”
Aku hanya menatapnya malas. “Wookie, tak bisakah kau mengusir
Eommaku di bawah? Aku lelah sekali Wookie...”
Kulihat matanya membuka lebar, sepertinya anak ini sangat
terkejut dengan apa yang baru saja aku katakan. “Hyung, kau bercanda? Dia
Eommamu Hyung, aku tak mungkin mengusirnya kan?”
“Tsskk,, Ayolah Wookie.. mengertilah keadaanku sekarang. Kau
pasti tahukan apa yang akan dilakukan Eommaku hari ini? Aku lelah Wookie
mengikuti kencan buta itu”
Kulihat Ryewook menghela nafas berat. Usai menatapku dengan
tatapan –kasihan-sekali-kau-Hyung, Ryewook duduk di kursi depan mejaku. “Hyung,
aku tahu perasaanmu. Sangat sangaaat mengerti perasaanmu sekarang. Tapi, kau
kan bisa menjelaskan baik-baik pada ibumu kalau kau tak ingin mengikuti kencan
buta itu”, ucapnya sambil menopang wajahnya dengan kedua tangannya.
Aku menarik nafas dalam dan mengeluarkannya perlahan. “Kau
kan tahu aku tak bisa menolak perkataan Eommaku Wookie”
“Itulah Hyung, kau terlalu penurut pada ibumu. Memang benar
kita harus menuruti perkataan ibu kita, tapi juga ada batasannya. Lihat
sekarang, siapa yang jadi korban? Kau kan? Atau kalau boleh aku beri saran,
sebaiknya kau segera cari calon istri Hyung biar kau tak perlu mengikuti kencan
buta ini terus-terusan”. Tssssk, kau tak usah sok menasihatiku Wookie, dari
dulu aku sudah memikirkan hal itu, tapi...
“Tapi Wookie, mencari calon istri itu tidak semudah membalik
telapak tangan”, kusandarkan punggungku di sandaran kursi. “Sekarang ini sangat
susah mencari wanita yang benar-benar setia”
“Ckkk.. pemikiranmu itu terlalu kolot Hyung. Cobalah
sekali-sekali kau buka matamu, banyak gadis cantik dengan hati tulus di dunia
ini. Tidak semua gadis seperti yang kau pikirkan, kau ini terlalu kebanyakan
menonton drama Hyung”, Ryewook melipat tangannya di depan dada.
Aku mengangguk mengiyakan perkataannya. “Tapi Cupid itu jahat
Wookie...”
“Apa kau bilang Hyung?? Kau mengatakan Cupid jahat??!”. Hey
Wookie, kau tak perlu sehiteris itu kan? “Cupid itu imut Hyung, tega sekali kau
mengatakannya jahat”.
“Lantas, kenapa sampai sekarang Cupid yang kau bilang imut
itu belum memberi satupun panahnya untukku huh? Dia ingin membuatku menjadi
perjaka tua?”, sinisku. Sebenarnya pembicaraan ini terlalu konyol, oh ayolah...
apa pentingnya mendebatkan soal Cupid itu.
“Belum waktunya Hyung...”, suara Ryewook sangat tenang. Ah,
kau ini Wookie. Kau kan tak tahu bagaimana rasanya tak punya pasangan di usiaku
sekarang ini, berbeda denganmu yang sudah punya kekasih.
Lagi-lagi aku menghela nafas dalam. “Aku rasanya ingin kabur
saja ke Afghanistan dan bergabung dengan milisi Taliban. Dengan begitu aku tak
perlu mengikuti kencan buta menyebalkan itu...”
“Mwo?? Hahaa.. kau bercanda Hyung? Yang benar saja.. lantas
kalau kau mati bagaimana? Eung.. tapi kau benar-benar akan ke Afghanistan
Hyung? Kapan?”
“Ya! Wookie, aku hanya bercanda...!”, balasku menatapnya
dengan tatapan tajam. Anak ini sepertinya tertular virus Lee Hyukjae.
“Hahaa. Aku tahu Hyung.. Jadi bagaimana sekarang? Apa kau
akan menemui ibumu di bawah?”. Ya Tuhan Wookie kau benar! Aku bahkan lupa kalau
ibuku sedang menungguku di lobi bawah. Aku sontak melebarkan mataku yang sipit
ini.
“Wookie, bagaimana ini?”, sedikit gelagapan aku mencari
alasan agar tak menemui ibuku saat ini. Aku harus segera mencari alasan sebelum
ibuku datang ke ruanganku.
“Hyung, bagaimana jika kau katakan kalau kau sebentar lagi
akan ada meeting? Yah, tak apa kan kalau kita saat ini berbohong pada ibumu?
Demi kebaikanmu Hyung”
Bingo! Ide bagus Wookie...
“Tapi jika nanti Eommaku di rumah bertanya meeting apa? Apa
yang harus aku katakan? Lalu besok Eommaku kembali menyuruh mengikuti kencan
itu bagaimana?”, sedikit khawatir aku jika ketahuan berbohong oleh ibuku. Yah,
kau tahulah aku ini anak baik dan tak bisa berbohong. Hahaha.
“Untuk besok kita pikirkan saja nanti. Yang penting sekarang
kau bisa lolos Hyung, dan jika Eommamu bertanya, katakan saja meeting dengan
Manajer Yoon dari Jeguk. Kau tak bohong kan? Yah, meskipun meetingnya nanti
sore. Sudahlah Hyung, ikuti saja apa kataku”, Ryewook menaik turunkan alisnya.
Anak ini bisa saja, usianya lebih muda dariku tapi anak ini sangat ahli mencari
solusi. Itu sebabnya aku sangat senang ia menjadi manajerku.
“Baiklah kalau begitu. Terima kasih atas bantuanmu Wookie”.
Ryewook hanya menganggguk dan bersiap berjalan menuju pintu. “Dan tolong jangan
sampai Eommaku naik ke atas ya.. Bisa gawat kalau ketahuan Eommaku aku tidur,
bukannya meeting”
“Kau mau tidur Hyung?”, tanya Wookie di ambang pintu.
“Heum.. aku lelah sekali Wookie, kau cepatlah pergi”, aku
mengibas-ngibaskan tanganku mengusirnya. Kulihat Ryewook mendengus sambil
menutup pintu dan berjalan keluar. Yah, aku tahu aku ini terkadang sedikit
keterlaluan padanya. Tapi tak apalah, toh dia tak pernah protes padaku. Hahaa.
<3<3<3
Meeting dengan Manajer Yoon tadi cukup membuat badanku serasa
pegal semua. Aku berjalan gontai menuju basemant tempat mobilku diparkirkan.
Rasanya sesampai di rumah nanti aku ingin berendam di air hangat. Uuuugh,
benar-benar. Ada apa dengan Perusahaan Jeguk itu? Mereka tak bisa seenaknya
menaikkan harga saham. Kulempar tas kerjaku sembarang di jok mobil samping
kemudi.
Drrttt.. drrttt
Saat aku hendak menyalakan mesin mobil, kurasakan ponselku
bergetar. Ada sebuah pesan dari Jongjin
From: Rabbit
Hyung? Kau masih di kantor? Kalau
pulang nanti jangan lupa mampir ke Mobit ya.. Aku membuat wafle dengan rasa
terbaru. Kau harus mencobanya Hyung.. Ok, jangan lupa Hyung.
Segera kubalas pesan dari adikku yang tampan itu –meskipun
aku jauh lebih tampan darinya.
To: Rabbit
Ne, sebentar lagi aku pulang dan akan
mampir ke Mobit
Wafle? Baiklah, sepertinya mencicipi wafle buatan Jongjin
bisa mengurangi sedikit rasa penatku. Segera kulajukan mobilku menuju Mobit
dengan kecepatan sedang, karena sore ini aku ingin menikmati pemandangan kota
Seoul.
Cuaca sore ini tidak cukup buruk. Ah, rasanya sudah lama
sekali aku tak melihat-lihat keadaan kota Seoul seperti ini. Tapi... Entah
mobilku yang terlalu pelan atau orang ini yang berlari sangat kencang, kulihat
seorang gadis menggedor-gedor pintu mobilku.
“Chogio, tolong berhenti sebentar”, teriak gadis itu sambil
menggedor-gedor kaca mobilku. Aku segera menepikan mobilku untuk berhenti.
Tsskk, mengganggu saja. Kubuka kaca mobilku dan bisa kulihat gadis itu
terengah-engah sambil menunduk dan menahan lututnya. Jelas saja, ia mengejar
mobil yang sedang berjalan.
“Agasshi, ada apa?”, tanyaku bingung. Terang saja aku
bingung, aku tak ada urusan dengan gadis ini.
“Antarkan aku ke rumah sakit sekarang”, belum selesai aku
memahami kata-katanya, gadis ini sudah duduk di sampingku. Ya! Kapan dia
membuka pintu mobil ini?
“M mwo??”, ucapku tak percaya. Hey, kau ini siapa bocah?
Seenaknya saja menyuruh orang. Aku ini bukan supir taxi. Ckk, masa iya supir
taxi setampan ini. Euh, sepertinya penyakit narsisku ini tak bisa hilang. “Ya!
Seenaknya saja kau ini menyuruhku!! Kau ini siapa hah?? Aku sedang sibuk! Kau
cari saja taxi! Cepat turun dari mobilku se-ka-rang!”, titahku. Aku benar-benar
tak habis pikir dengan gadis ini. Tuh, benar yang kukatakan sebelumnya pada
Ryewook. Sulit mencari gadis yang baik sekarang.
Oh Tuhan, cobaan apalagi yang akan kau berikan padaku? Gadis
ini bukannya turun ia malah memasang seat belt dan bersandar dengan nyamannya.
Apa tadi aku kurang sangar?
“Hey, apa yang kau lakukan? Aku menyuruhmu untuk turun...
cepat turun Nona...”, suaraku kutinggikan. Sebenarnya tidak terlau tinggi,
jujur saja aku tak bisa berteriak pada perempuan. Biar aku sering memarahi
Jongjin ataupun Ryewook, tapi aku lemah pada wanita. Haha, memalukan.
“Tssk, kau ini berisik sekali Ahjussi. Anggap saja saat ini
kau sedang menolong jiwa orang yang sedang sekarat”, terangnya sambil menatap
lurus ke depan. Hey, aku sedang berbicara di sampingmu! Tidak sopan. Dan lagi,
mwo? Ahjussi? Hey, usiaku baru 28 tahun. Aku tak pantas di panggil Ahjussi.
“Kau tak mau aku laporkan pada polisi hah? Ini namanya
pemaksaan. Cepat turun, atau kau...”
“Atau apa hah? Kalau kau melaporkaku pada polisi, yang ada
juga Ahjussi yang di tangkap karena pelecehan terhadap seorang gadis. Sudahlah
cepat jalankan mobilnya”
“Ya! Bocah! Siapa yang melecehkanmu? Kau ini...”, tanganku
sudah bersiap ingin menghajar gadis ini. Tapi, saat matanya menatapku dengan
tatapan menantang, yang ada justru aku ciut. Tssk, sudah kukatakan kan aku ini
sangat menghargai perempuan. Tapi, kenapa jantungku berdebar-debar ditatap
seperti itu? Matanya seperti menarikku untuk masuk lebih dalam. Ckk, ini pasti
karena amarahku yang meluap-luap tapi tak bisa kulampiaskan.
Kuhela nafas berat. Seharian ini aku sering sekali menghela
nafas berat. Baiklah Jongwoon, tak apa. Kau ingin Tuhan menyayangimu kan? Kalau
begitu kau harus berbuat baik kepada sesama manusia.
“Baiklah-baiklah, kali ini saja aku menolongmu”, aku mengalah
dan segera kujalankan mobil menuju rumah sakit.
Tak ada satupun kata-kata yang keluar dari mulut kami berdua
di sepanjang jalan aku mengantar gadis ini ke rumah sakit. Kulihat dari ekor
mataku gadis itu menatap lurus jalanan di depan. Sebenarnya aku penasaran untuk
apa gadis itu ke rumah sakit. Apa ada temannya yang sakit? Dan dia bilang
menolong jiwa seseorang. Apa ada kerabatnya yang akan meninggal? Nan molla, aku
tak ingin terlibat dengan kehidupan pribadi orang lain.
Tak berselang lama usai aku berkelebat dengan pikiranku
sendiri, kami sampai di depan Seoul Hospital. Gadis di sampingku segera
melepaskan seat beltnya.
“Choi Jirin imnida”, ucapnya sedikit membungkuk usai ia
melepaskan seat belt. Hey, aku kan tak bertanya namanya. Lagi pula seharusnya
bukan itu kata-kata yang ia ucapkan. Gadis
itu segera turun dari mobil, lalu berjalan ke samping kemudi. Kubuka
kaca mobilku karena sepertinya gadis itu ingin mengucapkan sesuatu.
“Kansahamnida Ahjussi”, bagus anak pintar. Seharusnya itu yang kau ucapkan.
Ehm, aku bukan orang yang gila ucapkan terima kasih, tapi memang itu kan
kalimat yang harus ia katakan?
Aku mengangguk pelan, “Lain kali jangan lagi seperti itu
gadis kecil. Untung kau bertemu pria baik sepertiku, kalau orang jahat
bagaimana?”, aku mencoba berkelakar.
Kulihat gadis itu mencibirkan bibirnya. “Iya-iya aku tahu kau
pria baik Ahjussi, tapi aku bukan gadis kecil. Usiaku sudah 23 tahun”
“Mwo? Usiamu 23 tahun? Aku kira kau siswi SMA, badanmu pendek
seperti siswi SMA. Ckk, jangan panggil aku Ahjussi, aku tak pantas menyandang
panggilan itu. Usiaku baru 28 tahun, jadi aku belum pantas di panggil paman,
arra?”
“Ya! Kau menghinaku Ahjussi! Oups, maaf... Aku tahu aku
pendek, jadi tak perlu kau sebut kata ‘pendek’ itu”
“Dan kau tak perlu memanggilku ‘Ahjussi’ juga kan?”
“Baiklah, baiklah... Kalau begitu siapa namamu?”
Nama? Eum, baiklah aku akan memberitahunya nama panggilanku
saja, “Yesung. Namaku Yesung, jadi kalau kita bertemu lagi jangan panggil aku
‘Ahjussi’ lagi”
Kulihat ia hanya mengangguk-angguk. “Baiklah Yesung-ssi, aku
masuk dulu. Kau pulanglah”, tangannya mengibas-mengibas bermaksud mengusirku.
Oh Tuhan, tabahkan diriku. Kutarik nafas dalam –lagi- dan segera melajukan
mobilku meninggalkan rumah sakit Seoul.
<3<3<3
“Hyung? Gwaencahana? Kau ini kenapa? Dari tadi hanya melamun
saja. Apa tadi kau dipaksa eomma lagi untuk kencan butamu yang ke-empat belas
huh? Ah, sepertinya begitu. Setelah gagal dua hari yang lalu dengan kencan
ke-tiga belas, Hyungku yang ‘katanya’ tampan ini dipaksa mengikuti kencan
ke-empat belas. Eumm, jadi bagaimana hasilnya Hyung? Apa ada kemajuan atau sama
dengan kencan yang sudah-sudah? Tapi jika kulihat-lihat sepertinya Hyungku ini
gagal lagi. Bukan begitu Hyung?”, tukas Jongjin panjang lebar.
Kulemparkan serbet di atas meja kewajahnya. Anak ini
keturunan ibuku yang suka sekali bicara panjang lebar. “Apa kau sudah selesai
dengan narasimu?”, ucapku datar.
“Haissh Hyung.. Kau ini tidak sopan. Untung hanya serbet,
bagaimana kalau sendok yang kau lempar, wajahku tidak mulus lagi”, Jongjin
memanyunkan bibirnya.
“Kau mau aku melemparmu dengan sendok huh?”, tanganku sudah
siap dengan sendok untuk dilemparkan ke wajahnya. Sontak saja anak itu langsung
menutupi wajahnya dengan telapak tangannya. “Sudahlah, jadi mana waffle yang
ingin kau tunjukkan padaku?”.
“Kau tak lihat piring di depanmu Hyung? Kau cobalah.. Waffle
Tiramissu ala Jongjin”, Jongjin menyodorkan sepiring wafle ke arahku. Baiklah,
sepertinya rasanya enak.
“Otte? Bagaimana Hyung? Mashitta?”, tanya Jongjin penasaran
saat sesuap waffle mendarat mulus di dalam mulutku. Eum, rasanya tak terlalu
buruk, cukup enak. Aku akui anak ini memang pandai menciptakan resep-resep
baru, tapi gengsiku cukup besar untuk mengakuinya, haha.
“Biasa saja”, jawabku seadanya.
Jongjin mencibir atas jawabanku barusan, “Kau memang tak
pernah mengakui kalau semua resep buatanku itu enak Hyung. Ckk, Hyung macam apa
kau ini”. Jongjin menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. “Jadi, apa
benar tadi Eomma memaksamu lagi Hyung?”
Aku menggeleng. “Ryewook berhasil menyelamatkanku Jongjin-ah.
Ohya...”, tiba-tiba sebuah ide muncul di otakku yang cukup cerdas ini. “Kau
punya banyak teman wanita kan?”
Jongjin mengangguk “Humm, lantas?”
“Apa ada salah satu dari mereka yang... masih single?”,
tanyaku sedikit pelan. Sebenarnya aku sedikit malu mengatakan ini pada Jongjin.
“Single? Ya! Hyung.. kau tak berniat aku mencomblangkanmu
dengan temanku kan? Aniyo Hyung. Aku tak mau temanku menjadi istrimu, kasihan
nanti mereka”, Jongjin mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajahnya. Mwo? Dia
barusan bilang apa? Memangnya aku ini sejahat itukah?
“Ya! Jongjin.. Tega sekali kau ini pada Hyungmu. Kau tak
kasihan melihatku yang terus-terusan dipaksa Eomma huh?”, aku berusaha membujuk
adikku yang keras kepala ini. Yah, memang sifat yang satu ini aku akui sama
denganku.
“Salah sendiri dulu kau saat aku ingin mencomblangkanmu
dengan temanku kau tak mau. Kau bilang kau bisa cari sendiri. Jadi, maaf aku
tak bisa membantumu Hyung kali ini. Tetap semangat ya Hyung! Hwaiting!”,
Jongjin beranjak meninggalkanku sendirian dengan kegalauanku di kursi taman
Mobit.
Hiks, malang nian nasibku ini. Tadi aku bertemu bocah aneh,
sekarang adikku yang menjadi harapanku satu-satunya tak mau membantuku. Tuhan,
tolong aku.
<3<3<3
“Ahjussi! Kembalikan ponselku... Ya! Ahjussi....”
“Ahjussi palli... Kemarikan ponselku atau kau akan kulaporkan
pada Oppaku...!”
Aku terbangun dari mimpi aneh yang baru saja aku alami.
Kutarik nafas panjang dan kuhembuskan dengan kasar. Ada apa ini? Kenapa bocah
tadi bisa muncul di mimpiku? Memanggilku Ahjussi pula. Aaarggh.. aku mengacak
rambutku. Ini pasti karena panggilan ‘Ahjussi’ dari bocah itu terus terngiang
di telingaku. Oh Tuhan semoga aku tak bertemu lagi dengan gadis itu. Kembali
kupejamkan mataku.
1 menit
2 menit
3 menit
10 menit
15 menit
Kucoba membawa nyawaku ke alam mimpi, tapi tak juga berhasil.
Yang ada malah nyawaku makin tersadar sepenuhnya. Kulirik jam di atas nakas,
Pukul 11.30 pm. Baiklah, belum masuk tengah malam dan kurasa Wookie belum tidur
sekarang. Lebih baik aku menghubunginya, daripada aku hanya memejamkan mataku
yang tak mau terpejam ini.
Tak perlu menunggu lama, seperti biasa Ryewook akan dengan
cepat menjawab panggilan dariku.
“Yeoboseo Hyung”, suara Ryewook di seberang sana terdengar
serak, apa anak itu sedang tidur tadi?
“Ne, Wookie.. Kau belum tidur?”
“Baru saja aku akan tidur Hyung. Ada apa? Biasanya kau sudah
tidur sekarang”
“Aku tak bisa tidur Wookie, eumm... Sebenarnya tadi aku sudah
tidur tapi aku terbangun lagi karena mimpi buruk”
“Mimpi buruk? Kau mimpi apa Hyung? Dikejar Melo? Mimpi bando
merahmu dicuri Hyukie Hyung? Mimpi jatuh dari tangga? Mimpi Ddangkoma hilang?
Atau kau mimpi dijodohkan Eommamu?”
Haissh anak ini. Jika hanya mimpi tentang hal-hal seperti
itu, itu namanya bukan mimpi buruk. “Semua tebakanmu salah Wookie, ini lebih
buruk dari itu semua”
“Benarkah Hyung? Jadi kau mimpi apa?”
“Aku mimpi seorang gadis memanggilku Ahjussi dan aku sedang
mengambil ponselnya”. Terdengar suara Ryewook menahan tawanya, “Hey aku ini
serius”
“Arra, tapi itu apanya yang buruk Hyung? Hanya dipanggil
Ahjussi oleh seorang gadis, kau ini ada-ada saja”
“Tapi itu menyebalkan Wookie, kau tahu kan aku sensitif
dengan sebutan seperti ‘Ahjussi’ itu? Kau tahu tidak kalau tadi sore aku
bertemu dengan seorang gadis ditengah jalan saat aku hendak pulang, dia
mencegatku dan memaksaku mengantarkannya ke rumah sakit. Tssk, gadis itu tidak
sopan. Bahkan dia dengan santainya memanggilku ‘Ahjussi’. Apa wajahku setua itu
sampai di harus memanggilku begitu?”
“Apa gadis yang tadi dimimpimu itu adalah gadis yang sama
Hyung?”
“Heum, begitulah. Gadis itu menyebalkan sekali Wookie,
rasanya ingin kujitak kepalanya seandainya dia itu bukan wanita”, suaraku
sekarang seperti anak kecil yang sedang merajuk, haha biarkan. Toh, aku memang
terbiasa seperti ini dengan Ryewook.
“Hyung...”
“Wae?”
“Kau tak pernah seperti ini sebelumnya, kau tak pernah
menelponku hanya karena seorang gadis. Hyung, jangan-jangan...”
“Ya! Ini bukan karena gadis itu.. Ini karena mimpi burukku”,
sedikit kunaikkan nada bicaraku.
Kudengar Ryewook menghela nafas di seberang sana, “Hyung, kau
tak usah berlebihan seperti itu. Lagipula itu hanya mimpi, dan kalian kan
bertemu hanya kebetulan saja. Cepatlah tidur Hyung, besok pagi kita akan pergi
ke Busan bersama Hyukie Hyung untuk memantau pembangunan cabang WhyStyle di
sana”
“Baiklah Wookie, selamat ma-“
“Hyung, chankaman...”
“Ada apa?”
“Kalau kau bertemu lagi dengan gadis itu, kurasa dia adalah
takdirmu.. Hahaa, sudah ya Hyung.. Jaljja”
Biip. Sambungan telpon diputuskan sepihak oleh Ryewook. Mwo?
Apa dia bilang tadi? Andwe... Kuharap aku tak bertemu gadis aneh itu lagi.
<3<3<3
Saat ini aku sedang berada di Busan untuk memantau proyek
pembangunan cabang WhyStyle. Aku bersama manajerku, yah siapalagi kalau bukan
Ryewook dan Presdir Lee bersama dengan asistennya, Kris Wu. Memang masih hanya
gundukan tanah merah beserta alat berat yang terlihat, karena proyek
pengerjaannya baru dimulai dua hari yang lalu.
“Kuharap proyek kita kali ini selesai tepat waktu Presdir
Kim”, Presdir Lee berdiri disampingku sambil melipat kedua tangannya didepan
dada dengan matanya yang menatap lurus ke hamparan tanah merah di hadapan kami.
“Yah, kuharap juga seperti itu Presdir Lee”, aku turut
memandangi gundukan tanah merah yang baru diturunkan dari truk.
“Presdir, bagaimana kalau kita beristirahat dulu, kau
sepertinya lelah setelah perjalanan dari Seoul tadi. Di sekitar sini ada sebuah
warung”, kudengar Kris Wu menawari Lee Hyukjae untuk beristirahat.
“Baiklah kalau begitu, Presdir Kim ayo kita istirahat dulu”,
Presdir Lee menyikut lenganku lalu setelahnya berjalan mendahuluiku bersama
asistennya. Aku dan Ryewook hanya mengekor dari belakang. Jujur saja aku tak
begitu hafal seluk beluk daerah Busan ini.
Dulu saat aku masih kecil, aku pernah diajak oleh ayahku ke
sini. Tapi itu sudah sangat lama. Mungkin sekitar dua puluh tahun yang lalu.
“Ahjussi! Kembalikan ponselku... Ya! Ahjussi....”, suara
teriakan seorang gadis membuyarkan lamunanku. “Ahjussi palli... Kemarikan
ponselku atau kau akan kulaporkan pada Oppaku...!”.
Rasanya aku pernah mendengar suara itu, tapi entah di mana.
Aku mengernyit heran ketika Hyukjae dan Kris menghentikan
langkahnya. “Kenapa?”, tanyaku yang kebingungan karena mereka berdua seperti
sedang melihat sesuatu di depan sana. Aku melirik Ryewook yang juga kebingungan
sembari memperhatikan sesuatu di depan sana. Lantas aku ikut melihat apa yang
terjadi di depan sana.
Mwo? Gadis itu...
.
.
.
To Be Continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar