Menulislah, sekalipun tak banyak yang menyukai tulisanmu ^_^
Be Happy^^
No More Pain, No More Cry (: (:
Rabu, 09 April 2014
(Fanfiction) Accounting Lesson
ACCOUNTING LESSON
.
.
Author:
Aisyah a.k.a Cloudisah
Cast:
Zayn Malik (One Direction)
Harry Styles (One Direction)
Niall Horan (One Direction)
Genre: Friendship½½Rating: Teen
Lenght:
Oneshot
Disclaimer:
This story is belong to me, don’t
claim it as yours, and No Bashing!!
Warning:
Typo, Out of Character, Alur ngebut,
Bahasa tidak sesuai EYD, dll
Summary:
Zayn sedang berusaha mengajarkan cara
mengerjakan akuntansi yang benar kepada sahabatnya, karena sebentar lagi Ujian
Nasional Akuntansi akan segera dilaksanakan. Berhasilkah Zayn membantu
sahabatnya?
-----OD-----
“Ayolah Zayn, nanti malam saja ya... Sebentar lagi acara
TVnya dimulai”.
“Kalau kau begini terus, kapan kau belajar. Bukankah semalam
kau juga bilang nanti malam, buktinya mana? Sampai detik ini tidak juga buku
akuntansi itu kau sentuh”.
“Tapi Zayn...”
“Tidak ada tapi-tapi Niall, cepat ke ruang belajar sekarang
juga”.
Klik. Zayn mematikan TV setelah sebelumnya merebut remote TV
yang sedari tadi digenggam erat oleh Niall. Niall masih belum beranjak dari
duduknya di depan TV, dengan wajah yang ditekuk kesal. Bagaimana pria itu tidak
kesal, ia sudah dari beberapa jam yang lalu menunggu acara TV kesukaannya di
mulai, namun tinggal menunggu beberapa menit lagi acara itu dimulai Zayn malah
menyuruhnya belajar. Ckk, Niall merasa menyesal telah mengambil jurusan akuntansi.
Memusingkan. Membuat balance sisi Debet dan Kredit dengan deretan angka yang
memiliki banyak nol, belum lagi banyaknya kolom-kolom yang harus di isi. Kalau
bukan karena semua sahabatnya memilih jurusan akuntansi saat itu, tentu ia akan
berpikir tiga kali untuk mengambil jurusan akuntansi.
“Hey, berapa lama lagi kau akan melamun di depan TV? Cepat
ambil bukumu di kamar dan segera menuju ruang belajar”, perintah Zayn pada
Niall sambil melangkah meninggalkan Niall yang masih bergeming di depan TV.
“Tssk, dasar sok hebat. Dia pikir karena dia hebat
mengerjakan semua soal akuntansi, seenaknya menyuruh orang belajar. Aaargh”,
Niall mengerang frustasi, namun tetap melaksanakan perintah Zayn untuk
mengambil buku di kamarnya.
-----OD-----
Di ruang belajar, ternyata Harry sudah terlebih dahulu duduk
di samping meja belajar -lesehan- yang biasanya mereka gunakan untuk belajar
bersama. Mereka memang tinggal bersama, lebih tepatnya di sebuah kost untuk
pria. Kost itu minimalis, memiliki tiga kamar, dua kamar mandi, sebuah ruang
tengah, sebuah dapur sekaligus ruang makan dan satu ruang kosong yang mereka
jadikan tempat belajar.
Kost itu di isi oleh lima orang, Zayn, Harry, Niall dan dua
teman mereka lain yaitu Louis dan Liam. Harry yang sekamar dengan Louis, Zayn sekamar
dengan Liam, dan Niall sendirian. Kebiasaan Niall yang mendengkur dengan keras
membuat teman-temannya tidak mau sekamar dengannya. Terlihat malang memang,
tapi Niall lebih senang tidur sendirian di kamar sehingga apapun yang ia
lakukan tidak perlu ada yang menegur. Namun, saat ini Louis dan Liam sedang
pulang ke rumah mereka, jadi tinggallah hanya Zayn, Harry dan Niall di kost
itu.
Bukannya belajar atau paling tidak membuka-buka buku
pelajaran yang ada di hadapannya, Harry malah sibuk bertelpon ria, dengan
posisi tengkurap sambil memeluk boneka sapi besar berwarna putih milik Louis.
“Benarkah? Whaa, terima kasih sayang”
“....”
“Ckk, iya. Tentu saja, aku tidak akan pernah mengkhianatimu honey”
“....”
“Aku kan sudah pernah bilang, sekalipun dunia kiamat cintaku
takkan hilang untukmu”
“....”
“Baiklah, sekarang kaujuga harus mengatakannya”
“....”
“Yah, katakah juga kalau kau mencintaiku”
“Iya, aku mencintaimu. Sangat-sangaaaaat mencintaimu. Jadi
bisakah kau matikan telponmu sekarang juga?”
Sontak Harry terkejut mendapati suara berat, tidak mungkinkan
suara kekasihnya berubah seperti itu. “Hallo honey... Hal...”
“Emily, maafkan aku saat ini Harry harus kusandra dulu. Kau
telpon saja lagi nanti malam atau besok, oke”. Klik. Zayn dengan seenak
jidatnya merebut ponsel Harry dan dengan santainya mematikan sambungan ponsel
itu. Mata Harry sudah melotot sempurna kearah Zayn, yang hanya ditanggapi pria
keturunan Inggris-Pakistan itu dengan senyum watadosnya.
“Jadi kita mulai dari mana?”, kini Zayn sudah duduk dengan tenang
dihadapan Harry. Harry hanya memutar bola matanya malas. “Hey, ayolah santai
saja. Emily tidak akan marah, dan kalaupun dia marah kau katakan saja padaku
biar aku yang menanganinya”.
Harry memandang Zayn dengan tatapan yang, errrr benar-benar
sulit diartikan. “Ckk, berhenti menatapku seperti itu. Baiklah-baiklah aku
minta maaf, jadi bisakah kita mulai belajar sekarang?”. Harry masih bergeming
dengan posisinya. Zayn mengerjap-ngerjap, heran dengan tingkah Harry yang tidak
biasanya.
“Kalau kau marah padaku katakan sesuatu, jangan menatapku
seperti itu. Membuatku takut”
Harry mengacak-ngacak rambutnya, “Ugggh, Zayn Malik...”,
Harry menghirup nafas dalam dan mengeluarkannya kesal. “Kau tahu, aku
benar-benar kesal”.
“Iya aku tahu, makanya aku minta maaf. Nanti biar aku yang
mengatakan pada Emily kalau sebenarnya kita belajar okey”
“Ini bukan masalah Emily, Zayn”
“Huh??”
“Ini tentang...” Harry sedikit ragu mengucapkan kalimatnya.
“ini tentang, eummm...”
“Tentang apa? Jangan terlalu bertele-tele seperti itu. Apa
kau merindukan Louis? Tenang saja dia bilang sore ini akan kembali kan?”
“Ini tidak ada urusannya dengan Louis. Aku hanya lelah Zayn,
aku sudah berkali-kali belajar namun aku masih tetap bingung mengerjakan
akuntansi”, Harry mengerucutkan bibirnya kesal persis seperti anak kecil yang
tidak dikabulkan keinginannya untuk membeli permen.
“Mmmmpth”, wajah Zayn memerah menahan tawa. Entah apa yang
menurutnya lucu, ekspresi Harry yang sedikit berlebihan mungkin.
“Hey, apanya yang lucu?”
“Tidak, tidak ada. Baiklah ayo kita mulai belajarnya”, jawab
Zayn masih berusaha menahan tawa.
Harry makin mengerucutkan bibirnya melihat Zayn, tangannya
mulai membuka halaman demi halaman buku akuntansi yang memiliki ketebalan
seperti Novel favoritnya, Harry Potter. “Kau yakin aku bisa lulus Ujian kali
ini Zayn?”
Zayn mengangguk mantap. “Tapi ini sungguh sulit Zayn, kau
bayangkan saja. Dulu di tingkat pertama kita hanya mengisi jurnal saja, atau
mengerjakan laporan keungan saja. Atau seperti di tingkat dua hanya menghitung
akumulasi penyusutan serta hutang-piutang dan juga obligasi. Atau juga
mengerjakan petty cash saja. Tapi ini, arrgh... kau lihat kita harus
mengerjakan semuanya dari awal. Dan, aaah aku tidak sanggup Zayn”, Harry
kembali mengacak-acak rambutnya yang sudah acak-acakan.
“Kau terlalu menganggapnya berlebihan, santai saja man...”,
Zayn hanya geleng-geleng menanggapi kata-kata Harry yang menurutnya terlalu
berlebihan itu.
“Iya-iya aku tahu, kau dengan enaknya mengatakan itu karena
kau memang pandai mengerjakan akuntansi. Ohya, mana Niall? Kau yakin sudah
memanggilnya?”
Zaynmenoleh ke arah
pintu, kemudian mengangkat bahu sebagai respon dari pertanyaan Harry barusan.
Seingatnya tadi ia mendengar bunyi pintu kamar Niall, mungkin saja anak itu
masih mengambil bukunya. “Lebih baik kita mulai saja dulu, sekarang kau
tunjukkan padaku bagian mana yang menurutmu benar-benar tidak kau mengerti?”
Harry kembali membolak-balik lembaran buku akuntansi itu,
sampai pada halaman mengenai materi yang menurutnya sedikit membingungkan. “Ini....”
Brukkk.
Bunyi tiba-tiba di depan pintu ruang belajar mengagetkan
Harry dan Zayn yang membuat mereka sontak menoleh ke arah sumber suara.
“Hai guys, sudah lama menungguku?”, Niall berdiri di depan
pintu dengan sedikit kesulitan karena banyaknya barang yang ia bawa, lebih
tepatnya karena banyaknya makanan ringan yang ia bawa. Zayn dan Harry sama-sama
melongo dengan mulut yang terbuka, sedikit shock tentu saja. Bukankah mereka
akan belajar sekarang? Mereka tidak memiliki rencana untuk pikinik di saat-saat
mendekati ujian seperti ini kan?
“Jadi apa kalian hanya akan diam di sana dan tidak membantuku
untuk membawa semua ini?”
Zayn dan Harry saling melempar pandang. Niall terkejut saat
keduanya langsung berlari ke arahnya, bukan, bukan kearahnya namun kearah
makanan yang sedang ia bawa. Berebut seperti anak kecil. Mungkin jika Liam dan
Louis ada saat ini pasti situasi akan lebih kacau dari ini.
“Yayaa.. kalian berdua jangan dihabiskan semua. Ini untuk
camilan sambil belajar”, Niall segera menghampiri dua makhluk yang sudah mulai
membuka satu persatu snack yang dibawanya dan ikut duduk di samping Zayn.
“Sebenarnya kau ini akan belajar atau piknik? Banyak sekali
makanan yang kau bawa”, tanya Zayn sambil mengunyah keripik rasa balado.
“Kalau aku hanya bawa satu, tentu akan direbut kalian berdua,
pasti aku tidak kebagian”, Niall kemudian meminum sekaleng air soda.
“Hahaa, kau benar. Zayn memang rakus, tapi badannya tetap
saja kurus”.
“Yah ikal, bukankah kau lebih rakus dariku?”, Zayn melempar
keripik ke arah Harry dan beruntungnya bisa ia tangkap dan gagal mengenai wajah
tampannya.
“Hey sudahlah kalian berdua, kalau kita hanya membahas
makanan kapan kita mulai belajarnya. Zayn, kaukan tadi yang merebut remote TV
dengan paksa dan menyuruhku belajar, jadi sekarang apa yang harus aku
pelajari?”
“Humm, sebaiknya kau cari materi yang menurutmu benar-benar
dirasa tidak begitu paham, biar kita bahas bersama”
“Baiklah-baiklah”, Niall mulai membuka buku akuntansi sembari
mulutnya mengunyah biskuit kenarikesukaannya.
-----OD-----
“Zayn, aku masih bingung dan kurang paham dengan jurnal
penutup ini”, Harry menunjukkan bukunya pada Zayn. “Sebenarnya apa fungsi dari
jurnal penutup setelah kita selesai membuat laporan keuangan?”.
“Sederhana saja, fungsinya untuk menutup akun-akun yang
berhubungan dengan laba rugi agar bersaldo nol di awal periode”, terang Zayn
dengan semangat.
“Misalnya apa saja?”, Harry kembali bertanya, sepertinya ia
benar-benar bersemangat untuk belajar kali ini.
Krauuuk kraaukk...
Niall mengunyah keripik kentang dengan nyaring. Tapi
sepertinya ia tidak sadar apa yang telah ia perbuat membuat kedua temannya yang
sedang belajar sedikit terganggu. Zayn dan Harry memandang Niall lekat-lekat,
dengan ekspressi yang mengatakan berhenti-mengunyah-keripikmu.
“Oupps, baiklah-baiklah... silakan lanjutkan kembali
pelajaran kalian. Aku akan pelan-pelan”, Niall menunjukkkan cengiran khasnya
kemudian kembali konsentrasi pada bukunya.
“Misalnya seperti ini Harry, akun be....”
Drrttt drtttt....
“Tunggu sebentar Zayn, tahan dulu penjelasannya. Ada telpon
dari Emily, aku keluar sebentar”. Harry segera beranjak keluar. “Kalau Emily
mengamuk kau berikan saja ponselnya padaku, biar aku yang menjelaskan padanya”,
teriak Zayn sesaat setelah Harry sudah tidak terlihat dari balik pintu ruang
belajar.
“Emily mengamuk? Memangnya ada apa? Harry selingkuh lagi?”
“Haussh, anak kecil tidak boleh berkata seperti itu. Sudah
kau lanjutkan saja belajarnya”.
Niall mempoutkan bibirnya kesal, bukan karena ia tidak
diberitahu alasan mengapa Emily akan mengamuk, tapi karena Zayn mengatakan ia
anak kecil. Hey, dia bahkan lebih tua lima bulan dari Harry. “Jadi adakah
materi yang menurutmu sulit dimengerti dan perlu kita bahas?”, Zayn
mengibas-ngibaskan tangannya di depan muka Niall karena Niall hanya memandang
bukunya dengan pandangan kosong dan bibir yang dipoutkan, benar-benar seperti
anak kecil.
“Eh, emmm tunggu sebentar. Aku sedang berusaha memahami
beberapa materi Zayn, hehehh”, kembali Niall menampilkan cengiran khasnya.
“Baiklah kalau begitu kau lanjutkan belajarnya, aku mau
menghabiskan ini dulu”, Zayn dengan santainya menghabiskan keripik balado
dengan bungkus jumbo itu seorang diri. Benar, jumbo, dan bahkan Niall belum
menyentuh keripik itu barang sedikit.
Tak lama berselang, Harry kembali ke ruang belajar. Zayn
mencium gelagat aneh dari Harry, hey apakah Emily baru saja mengamuk tadi?
“Bagaimana? Apa yang Emily katakan? Apa dia marah?”, tanya
Zayn sembari mendekati Harry. Harry memandang Zayn dengan pandangan malas.
“Tidak, dia sama sekali tidak marah. Malahan Emily menyuruhku agar lebih giat
lagi belajar”.
“Ooh”, Zayn hanya ber-oh ria.
‘Maaf Zayn kali ini aku berbohong -lagi-‘, Harry membatin.
Flashback
“Halo honey”
“Harry, kenapa kau seenaknya memutuskan sambungan telepon
tadi huh!!!!”, teriak gadis di seberang sana, Emily. Membuat Harry sontak menjauhkan
ponselnya dari telinganya karena dahsyatnya teriakan gadisnya.
“Eum, sebenarnya tadi Zayn yang mematikan ponselnya tadi.
Dan...”
“Tapi kau kan bisa merebut ponselnya lagi”
“Masalahnya tidak sesederhana itu honey, sebenarnya...”
“Sebenarnya ada apa huhh? Kau sudah malas berbicara
denganku??!!”
“Sebenarnya sekarang ini aku dan Niall sedang belajar
akuntansi, lebih tepatnya Zayn yang memaksa kami untuk belajar. Yah kau tahulah
kalau Zayn itu pandai akuntansi dan kau kan...”
“Tssk, kenapa kau tidak katakan dari tadi? Kau memang
seharusnya belajar, jangan pemalas. Kau tidak bisa mencontoh Zayn ya, temanmu
itu sudah pandai akuntansi, wajahnya tampan, suaranya merdu dan...”
“Honey, kau ini pacarku kan? Kenapa kau malah memuji Zayn
hah??”
“Aku memang pacarmu. Tapi setidaknya kau juga harus bisa
seperti Zayn yang...”
“Well, kita lihat saja nanti, nilai akuntansiku pasti tidak
kalah dari Zayn, aku matikan dulu ponselnya, nanti aku hubungi lagi”
Biip. Sambungan ponsel langsung dimatikan sepihak oleh Harry.
Flashback end
“Baiklah, sekarang bisakah kita lanjutkan belajarnya?”, Zayn
yang sudah menghabiskan keripik baladonya kembali fokus untuk mengajari
sahabatnya.
“Zayn, bisakah kau ajarkan aku mengenai metode Average dalam
sistem Perpetual Kartu Persediaan?”, kali ini Niall yang bertanya.
“Niall, biarkan Zayn menjelaskan milikku lebih dulu. Kan aku
yang lebih dulu bertanya”, ucap Harry sedikit sarkastik.
“Memangnya bagian mana yang tidak kau mengerti?”
“Jurnal penutup”, jawab Harry taktis.
“Bhaahahaa, apa? Yang benar saja? Jurnal penutup? Itu adalah
bagian termudah dari siklus akuntansi Harry”, Niall berusaha meredakan tawanya.
“Oh benarkah? Lantas bagaimana dengan kau sendiri? Metode
Average sistem Perpetual kau tidak mengerti? Bagaimana bisa kau mengerjakan Jurnal Penutup
tanpa mengerjakan bagian paling penting saat penjurnalan sebelum membuat Laporan
Keuangan hah?”
“Karena Kartu Persediaan hanya dimiliki Perusahaan Dagang,
sedang Perusahaan Jasa sama sekali tidak memerlukan Kartu Persediaan. Sedangkan
Jurnal Penutup? Tssk, Perusahaan Jasa, Dagang ataupun Manufaktur pasti
menggunakan Jurnal Penutup kan? Berarti lebih parah siapa yang tidak bisa? Kau
kan?”, Niall melemparkan tatapan tajam kearah Harry.
“Kau memang tidak mau kalah. Baiklah kalau begitu kita tanya
Zayn bagian mana yang lebih penting dan lebih rumit, Jurnal Penutup atau Kartu
Persediaan”, kali ini Harry menoleh kearah Zayn yang hanya melongo melihat
pertengkaran kecil antara kedua sahabatnya itu. “Bagaimana menurutmu Zayn?”
sambung Harry lagi.
“Eh, itu...”, Zayn mengerjap-ngerjap. Niall memandang Zayn
dengan antusias.
“Antara Jurnal Penutup dan kartu Persediaan tentu saja
keduanya penting. Tanpa Kartu Persediaan Perusahaan tidak akan tahu mengenai
Harga Pokok Penjualan, tapi untuk metode Average aku rasa hal itu tidak begitu
sulit jika dibandingkan metode FIFO atau LIFO karena kita hanya perlu
menghitung harga rata-rata dari tiap unit barang yang dibeli. Sedangkan untuk
Jurnal Penutup sendiri- ”
“Hahaa, kau dengarkan Harry? Kartu Persediaan itu penting
kan?”, Niall menyeringai kearah Harry.
“Hello Tuan Potato, apa kau tidak dengar apa yang Zayn
katakan? Metode average itu tidaklah sesulit metode FIFO ataupun LIFO”. Ucapan
Harry membuat Niall mengubah seringaiannya menjadi sedikit cemberut. “Jadi
bagaimana dengan Jurnal Penutup Zayn?”, sambung Harry.
“Untuk Jurnal Penutup tentu penting. Bagaimana Perusahaan
akan mengerjakan Laporan Keuangan diperiode berikutnya jika akun-akun laba rugi
tidak ditutup, beban-beban serta pendapatan diperiode sebelumnya pasti akan
terhitung kembali di periode berikutnya sehingga laba perusaah tidak mungkin sama
antara perhitungan akuntasi dengan uang kas milik perusahaan”, terang Zayn
menimbulkan senyum puas di wajah Harry.
“Haah, tapi tetap saja kan Jurnal Penutup itu sangat mudah
mengerjakannya. Lalu menurutmu lebih susah mana pengerjaannya antara Kartu Persediaan
dan Jurnal Penutup Zayn?”, kali ini Niall bertanya lebih antusias.
“Sejujurnya antara keduanya bagiku tidak ada yang sulit,
untuk Kartu Persediaan hanya perlu ketelitian saat kita mengisinya, sedangkan
Jurnal Penutup tinggal membalik akun-akun laba-rugi yang ada di posisi Debet
menjdai Kredit dan begitupun sebaliknya, akun-akun yang ada di Kredit diubah
menjadi Debet sehinggga bersaldo nol di Buku Besar”. Zayn merasa sedikit bangga
dengan penjelasannya, karena kali ini ia merasa seperti benar-benar seorang
ahli akuntansi.
“Tentu saja menurutmu tidak ada yang sulit, kau kan memang
pandai dalam mengerjakan soal akuntansi”, Niall kembali mempoutkan bibirnya
kesal, menimbulkan decakan dari Harry.
“Ckk,, bisa tidak kau tidak usah mempoutkan bibirmu seperti
itu. Benar-benar seperti anak kecil kau tahu”, Harry berdecak kesal sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Niall. Bukannya berhenti, Niall
malah semakin mempertahankan posisi bibirnya.
“Suka-sukaku, apa urusannya denganmu. Kalau kau tidak suka
yah tidak usah melihatku”.
“Haah, apa katamu tadi? Dasar Tuan Potato”, cibir Harry
pelan.
“Kalau aku Tuan Potato, kau adalah- ”
“Haussh hussh... Stop hentikan kalian berdua. Kita sekarang
sedang belajar oke, jika kalian ingin bertengkar nanti saja setelah kita
selesai belajar. Dan satu lagi, jangan mengolok-olok teman, mengerti?”, Zayn
berusaha mendinginkan situasi yang mulai memanas akibat hal-hal yang sebenarnya
tidak perlu diributkan.
“Oke-oke. Sekarang ayo kita lanjutkan belajarnya. Huhhh,
kenapa cuaca sore ini begitu panas”, Harry mengibas-ngibaskan tangannya di
depan wajahnya. Sesaat setelah itu ia mengambil sekaleng soda yang ada di atas
meja, dan saat hendak meneguknya... “Hey, soda ini kosong. Apa semua kaleng
soda ini sudah tidak ada isinya?”, Harry memeriksa satu persatu kaleng soda di
atas meja. “Yah Tuan Potato, eh maksudku Niall.. Kau yang menghabiskan ini
semua huh?”, tuduh Harry pada Niall.
“Apa kau bilang? Enak saja, aku hanya meminum satu kaleng.
Lagipula, dari lima kaleng ini apa semuanya benar-benar sudah habis?”, Niall
mencoba memastikan bahwa semua kaleng soda itu benar-benar sudah kosong. “Ah,
kau benar semuanya sudah tidak ada isinya. Apa jangan-jangan tadi kalengnya
bocor di sepanjang jalan dari minimarket ke kost? Atau...”, Niall melirik ke
arah Zayn dengan matanya yang menyipit. “Zayn jangan bilang kalau kau sudah...”
“Hehehee, oke man aku mengaku. Tadi keripiknya benar-benar
pedas, dah yeah aku menghabiskan semua soda itu. Dan kalian tahu kan cuaca hari
ini sungguh panas jadi...”
“Jadi??”, tanya Harry dan Niall bersamaan.
“Jadi aku akan menggantinya, tapi dengan air putih saja oke.
Kalian jangan kemana-mana aku akan kedapur sebentar. Jangan berpikir untuk
kabur kalau kalian tidak mau besok kalian berdua...”
“Iya-iya baiklah kami tidak akan kemana-mana, jadi cepatlah
kau ambilkan minum. Aku benar-benar sudah dehidrasi sekarang”, potong Harry
cepat sebelum Zayn mengancam mereka dengan ancaman yang tidak-tidak.
“Baiklah tunggu sebentar”, Zayn segera melesat menuju dapur.
Sembari menunggu Zayn kembali, Harry dan Niall mulai sibuk
dengan aktifitas masing-masing. Tidak, bukan kembali belajar akuntansi
melainkan aktifitas lain. Harry mulai berkutat dengan ponselnya untuk mengirim
sms kepada kekasih tercinta, Emily. Sedangkan Niall, yeah pria imut itu mulai
menghabiskan snack yang tersisa. Sesekali mulutnya mengeluarkan bunyi berisik
akibat keripik yang ia makan.
-----OD-----
Tiga menit berselang dan Zayn kembali keruang tengah belajar
membawa satu teko air putih beserta tiga buah gelas plastik yang ia tumpuk
menjadi satu.
“Oke guys sekarang kita lanjutkan belajarnya”, ucap Zayn
lebih bersemangat dari sebelumnya.
Harry yang melihat kedatangan Zayn segera menyambar air putih
itu dan menghabiskan satu gelas penuh dalam tiga tegukan. “Kau benar-benar
dehidrasi sepertinya”, Zayn tersenyum kecil melihat tingkah pria berlesung
pipit itu.
“Eum, bagaimana Harry? Apa kau mau aku jelaskan lagi mengenai
jurnal penutup?”, tanya Zayn pada Harry yang malah tidak fokus pada bukunya
melainkan pada ponselnya. “Harry, hello... kau masih di sini?”, Zayn
mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Harry.
“Oh, heum yeah begitulah..heheeh, tunggu sebentar ya aku
sedang membalas pesan Emily”.
“Tssk, anak muda yang sedang dilanda asmara benar-benar
merepotkan. Bagaimana denganmu Niall? Apa aku perlu jelaskan dari awal cara
mengisi kartu persediaan?”, kini Zayn mengalihkan perhatiannya dari Harry ke
arah Niall.
“Tunggu sebentar lagi ya..”
Krauuk.. krauuuk. Kambali suara keripik dari mulut Niall dan
kali ini lebih nyaring. Zayn sebenarnya sedikit merasa kesal, sudah hampir
berpuluh menit mereka di ruang belajar bahkan belum ada penjelasan yang berarti
menurutnya. Hanya pertanyaan mengenai Jurnal Penutup dan Kartu Persediaan,
itupun bukan pembahasan mengenai soal yang sekiranya akan keluar saat ujian
nanti.
“Zayn..”, setelah lama mereka sibuk dengan aktifitas
masing-masing, akhirnya Harry yang pertama mengeluarkan suara.
“Hum? Apa kau sudah menemukan bagian yang perlu kita bahas
lagi”, Zayn bertanya dengan antusias.
“Niall..”, kali ini Harry memanggil Niall.
“Aku? Kau tidak salah? Hey, aku bahkan tidak mahir sama
sekali mengerjakan akuntasi. Jadi jangan bertanya padaku oke”
“Tskk, ini bukan tentang akuntansi. Aku hanya ingin bertanya
pada kalian berdua, apa kalian berdua tahu apa perbedaan Emily dan Jurnal
Penutup?”
“Emily wanita dan Jurnal Penutup hanya sebuah laporan, yah
bisa dikatakan benda mati”, jawab Niall.
“Kurasa bukan itu Niall, kalau Emily membuat Harry bahagia
sedangkan Jurnal Penutup membuat Harry frustasi, hahahaa”, ucap Zayn dengan
santai dan ditanggapi dengan anggukan oleh Niall yang juga ikut tertawa karena
ucapan Zayn barusan. Harry mendengus sebal dan melempar boneka sapi di
sampingnya ke arah Zayn dan Niall, dan untungnya tak ada satupun dari sahabatnya
terkena lemparan boneka sapi putih itu.
“Kalian tahu, Emily dan Jurnal Penutup itu sangat berbeda”
“Apa?”, tanya Zayn dan Niall hampir bersamaan.
Harry tersenyum smirk kearah Zayn dan Niall, “Kalau Jurnal
Penutup itu menutup akun-akun laba-rugi agar bersaldo nol, sedangkan Emily
menutup hatiku untuk wanita lain, hahaa”, ucap Harry dengan bangga.
“Uh, dasar mulutmu itu memang terlalu manis”, jawab Zayn yang
lagi-lagi ditanggapi Niall dengan anggukan. “Ohya, apa kalian tahu apa
perbedaan Kartu Persediaan dengan Niall?”, kali ini Zayn yang bertanya. Harry
dan Niall sontak menggeleng. “Kalau kartu persediaan tempat untuk mencatat
harga pokok barang yang dijual dan dibeli, sedangkan Niall selalu memiliki
persediaan makanan di kamarnya, hahahaa”.
“...”
Kkriiik krikkk.
Tidak ada respon dari Harry maupun Niall.
“Hey, kenapa dengan kalian? Bukankah itu lucu?”
“Itu sama sekali tidak lucu dude, garing. Garing, kau tahu
kan? Ga tu de ring, garing”, jawab Niall malas.
Zayn mengerucutkan bibirnya, setidaknya dia juga ingin
membuat sedikit lelucon.
“Baiklah Zayn, Niall.. aku pergi dulu. Aku sudah ada janji
dengan Emily sore ini, dan mungkin akan pulang sedikit malam. Zayn terima kasih
atas bantuannya, kita belajar lagi besok oke. Niall aku duluan, dan kalau Louis
sudah pulang tolong katakan aku ada di rumah Emily, daah”, Harry segera
beranjak pergi meninggalkan kedua sahabatnya. Zayn hanya menatap kosong
kepergian Harry, ia masih kesal karena lelucon yang tidak berhasil ia buat.
“Eummm, Zayn.. sepertinya aku juga harus pergi. Aku harus
segera membeli makanan ringan lagi karena persediaan di kamarku sudah habis.
Kau masih mau di sini? Baiklah kalau begitu jangan lupa kau bereskan semua
sampah makanan ini ya.. oh ya, mungkin aku juga seperti Harry akan pulang
sedikit malam karena aku juga harus mampir ke rumah sepupuku. Jaga kost
baik-baik kawan...”, Niall menepuk pelan pundak Zayn dan melenggang pergi
meninggalkan Zayn yang sepertinya tidak sadar apa yang sedang terjadi.
Beberapa menit kemudian Zayn baru kembali dari kekesalannya,
menimbulkan erangan frustasi dan berbagai umpatan kasar yang keluar dari
mulutnya.
“Hey, bukankah aku tadi mengajak mereka untuk belajar? Bahkan
satu pembahasanpun belum ada sama sekali. Dan lagi, apa ini? Aku ditinggal
sendirian di kost dan harus membereskan semua sampah ini??!!! Oh My....
Niall... Harry... awas kalian berdua jika pulang nanti... aaarrgh”, Zayn
mengacak rambutnya.
Dan kali ini usahanya untuk mengajak sahabatnya belajar gagal
total. Dan Zayn merasa sudah menjadi guru yang buruk, ia bahkan tidak bisa
mengajari sahabatnya sendiri. Entah siapa yang salah dalam kasus ini,
sahabatnya yang tidak paham-paham juga atau caranya yang salah mengajarkan
akuntansi? Entahlah, ia sendiri juga merasa frtustasi akibat gagal membuat
sebuah lelucon. Hey, haruskah kegagalan dalam membuat lelucon tadi kembali di
bahas? Ckk, benar-benar tidak penting.
Dan hanya satu harapan Zayn saat ini, semoga ia dan sahabat-sahabatnya
dapat lulus Ujian Akuntansi Nasional dan mendapatkan sertifikat akuntasi.
”Ckk.. Liam, Louis, cepatlah kalian pulang. Aku benar-benar
tidak tahan menghadapi sikap kedua bocah itu”, Zayn sibuk bermonolog ria sambil
membersihkan sisa-sisa sampah makanan ringan yang mereka makan tadi.
Satu hal yang tidak diketahui Zayn, kedua sahabatnya, Harry
dan Niall tertawa bahagia diluar meninggalkan Zayn sendirian di dalam kost.
Setidaknya bagi mereka, hari ini bisa lolos dari tindakan diktator Zayn yang
memaksa mereka belajar akuntansi ekstra keras.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar