Menulislah, sekalipun tak banyak yang menyukai tulisanmu ^_^
Be Happy^^
No More Pain, No More Cry (: (:
Rabu, 09 April 2014
(Fanfiction) DESTINY
DESTINY
.
.
Author:
Aisyah a.k.a Cloudisah
Cast:
Super Junior Yesung a.k.a Kim
Jongwoon
Choi Jirin (OC)
Lenght:
Drabble
Disclaimer:
This story line is pure by my
imagination
<3<3<3
.
Gadis itu masih berkutat dengan setumpuk pekerjaannya di atas
meja kerja. Sudah lebih dari tiga jam ia habiskan untuk menyelesaikan semua
pekerjaannya itu, dan selama sekitar tiga jam itu pula ia telah mengabaikan
seorang pria, atau katakanlah tunangannya –meskipun-ia-tidak-pernah-menerima-pertunangan-itu,
yang sejak tadi duduk dan memperhatikannya bekerja di sofa tengah ruang
kerjanya.
“Apa kau tidak punya pekerjaan lain?”, tanya Jirin tanpa
mengalihkan perhatiannya dari berkas-berkas yang seolah tak ada habisnya ia
periksa.
“Tidak”
“Kau tidak lelah hanya duduk saja di situ sejak tadi?”,
tanyanya lagi.
“Tidak”
“Kalau begitu aku yang bosan melihatmu. Keluarlah”
“Tidak”
Jirin mengalihkan fokusnya dari berkas yang ia periksa pada
pria yang masih dengan santainya duduk di sofa sambil menyandarkan punggungnya
dengan nyaman di sandaran sofa itu. “Berhentilah menggangguku”, ujarnya
sarkastik.
“Aku tidak mengganggumu”, jawaban datar kembali keluar dari
mulut pria itu.
“Tapi aku merasa terganggu”, balas Jirin dengan kesal dan
kembali memfokuskan dirinya untuk memeriksa berkas yang beberapa detik lalu
sempat tertunda.
Dan, ya ya ya...
Pria itu masih bergeming di tempatnya, tidak mengikuti makna
tersirat dari ucapan Jirin barusan yang bermaksud mengusirnya keluar dari
ruangan gadis itu. Hingga dua puluh menit berlalu, pria itu, Jongwoon, masih
tetap saja duduk di sana dan memperhatikan tiap detail gerakan yang Jirin
lakukan.
Merasa diabaikan, Jirin kembali membuka suaranya, “Kau
benar-benar masih akan duduk di sana?”
“Tidak”
“Huh?”, Jirin lantas menolehkan kepalanya menatap Jongwoon yang
sekarang sudah bersiap bangkit dari duduknya. “Tsk, akhirnya kau bosan juga
duduk di sana”
Alih-alih membalas perkataan Jirin, Jongwoon berjalan menuju
pintu dan bersiap membukanya. “Aku akan menjemputmu sore ini”
Sebelum Jongwoon benar-benar keluar melalui pintu itu, Jirin
lantas berdiri dari kursinya dan menyalak, “Ya! Aku tidak pernah memintamu
menjemputku! Berhentilah menggangguku.. Memang kau siapa huh??!!”
Dan Jongwoon hanya tersenyum kecut menatap Jirin, lantas ia
berjalan keluar dari ruangan tunangannya itu tanpa memperdulikan Jirin yang
masih berteriak kesal.
“Hey.. Jongwoon.. Aku masih belum selesai! Ya... kembali
kau!! Tssk, pria itu seenaknya saja, hey!!”, Jirin kembali duduk dengan wajah
masamnya. Bibirnya ia poutkan kesal. Mengalihkan rasa kesalnya, Jirin lebih
memilih kembali fokus untuk menyelesaikan pekerjaannya yang entah kenapa sejak
tadi tidak bisa ia selesaikan.
Apa tadi ia tidak fokus karena ada Jongwoon? Tssk, yang benar
saja.
<3<3<3
Sudah sekitar lima belas menit yang lalu pramusaji
mengantarkan hidangan untuk dua orang yang sejak tadi hanya diam di kursi
masing-masing, tak ada satupun dari mereka yang berniat memulai percakapan.
Tidak juga Jirin yang biasanya akan berbicara terus-terusan. Gadis itu sejak
tadi sore Jongwoon menjemputnya di kantor, bahkan sekarang mereka berada di
restaurant tak jauh dari kantor Jirin untuk makan malam, Jirin hanya memandang
kesal Jongwoon.
“Tidak usah melotot seperti itu padaku. Lebih baik kau cepat
habiskan makananmu itu”, Jongwoon akhirnya mulai membuka suara.
“Kau menyebalkan”, sungut Jirin, lantas gadis itu
memotong-motong steak di dalam piringnya dengan kesal.
“Benarkah? Tapi pria menyebalkan ini besok akan menjadi
suamimu”, Jongwoon berkata dengan nada datarnya seperti biasa sambil memasukkan
potongan steak ke dalam mulutnya.
“Berhentilah membicarakan pernikahan. Aku tidak ingin menikah
denganmu, dan juga... Aku tidak pernah menerima pertunangan itu okey”, Jirin
berbicara sambil mengunyah steak di mulutnya.
Jongwoon mengangkat bahunya acuh. Ia tak berniat berdebat
dengan Jirin, dari pada berdebat dengan gadis itu ia lebih memilih menghabiskan
makanannya.
Jirin menarik nafas kasar merasa diabaikan oleh Jongwoon. Oh
ayolah, pria itu lebih memilih fokus pada daging steak berwarna coklat itu
dibandingkan dirinya sekarang. Hey, sejak kapan ia mulai merasa cemburu? Bahkan
cemburu dengan steak? Ckk.
“Pernikahan itu bukan sebuah permainan Jongwoon”
Jongwoon menghabiskan potongan steak terakhirnya, kemudian
meneguk air putih sebelum menjawab perkataan Jirin barusan. “Aku tahu”
“Lantas?”
“Undangan sudah disebarkan dan tempat pernikahannya sudah di
siapkan. Keluargaku dan keluargamu sudah menyiapkan segalanya. Apalagi?”
“Tapi yang menjadi masalah utama adalah aku sebagai calon
mempelai wanitanya. Aku tidak pernah menyetujui pertunangan konyol itu, jadi
apa kau tidak takut kalau besok aku tidak datang? Bagaimana kau bisa menikah
jika mempelai wanitanya tak ada huh?”, Jirin bermaksud mengancam pria itu, dan
sedikit berharap jika pria itu mau merubah pikirannya.
“Makanya kau cepat habiskan makananmu, lalu setelah ini
istirahat agar besok tidak lelah. Tidur yang cukup agar besok kau terlihat
cantik”, dan Jongwoon mengakhiri kalimatnya dengan bersiap berdiri dari kursi
setelah sebelumnya meletakkan bill di atas meja di samping piringnya tadi. “Aku
tunggu kau di parkiran”.
Sebelum Jongwoon benar-benar meninggalkan Jirin keluar
restaurant menuju parkiran, ia berbisik seduktif di dekat telinga Jirin,
“Berhentilah memanggilku Jongwoon, mulai besok kau harus memanggilku ‘Oppa’,
sayang...”
Mata Jirin membulat sempurna. Dan seketika aliran darahnya
seperti dialiri listrik enam puluh Joule, bahkan pasokan oksigen di
paru-parunya mendadak kosong.
Jongwoon tak mengindahkan reaksi sedikit berlebihan dari
Jirin barusan. Ia melanjutkan langkahnya meninggalkan gadis itu yang tiba-tiba
membeku di kursinya, tak juga menghiraukan ancaman Jirin barusan yang
mengatakan kalau gadis itu mungkin tidak bisa datang ke pernikahan mereka
besok.
Jongwoon tersenyum kala sudah sampai di parkiran dan bersiap
duduk di balik kemudi, saat ia melihat Jirin dari kejauhan menyusulnya dengan
sedikit linglung. Jongwoon tahu, meskipun Jirin terus-terusan berkata tak
pernah menyetujui pertunangan mereka, tapi jauh di dalam hati gadis itu,
terselip sedikit rasa untuk Jongwoon. Sedikit rasa yang akan Jongwoon pupuk
untuk terus tumbuh dan berkembang menjadi sebuah cinta, seperti yang Jongwoon
rasakan selama ini pada Jirin.
“Kau tidak bisa menghindari dan menolaknya Choi Jirin, karena
kau takdirku...”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar